Laman

Senin, 30 Desember 2019

Tafsir Surat Yasin: Pahala yang Mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wassalam

Hasil gambar untuk muslim.or.id taqwa


Nasehat Muslim

من مقاصد السورة
Maksud dari Surat:

 - القَسَم على صدق رسالة محمد ﷺ، والحديث عن كفار مكة الذين كذبوا النبي ﷺ، وبيان أجر المتبعين للنبي ﷺ، المنتفعين بالإنذار.
Penjelasan tentang kejujuran risalah Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wassalam, dan mengkisahkan tentang kafir Makkah yang mendustakan Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasalam, dan penjelasan tentang pahala bagi yang mengikuti Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wassalam yang mendapatkan manfaat dari pengajaran

 - ذكر دلائل القدرة من خلال المشاهد الكونية المتنوعة؛ لإثبات وحدانيةِ الله تعالى، والتأكيدُ على حقيقةِ البعثِ والنشور.
Menyebutkan berbagai kejadian alam, menunjukkan keesaan Allah, dan menggambarkan hakikat hari berbangkit

Tafsir Alqur'an Jamiul Bayan 
oleh Ibnu Jarir Aththabary
جامع البيان — ابن جرير الطبري
(٣١٠ هـ)








nasehat-muslim blogpsot co id

Tafsir Al-kautsar 1: Semua Nikmat dari Allah


Hasil gambar untuk muslim.or.id


Nasehat Muslim

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat  
yang banyak" (Surat Al-Kautsar: 1)

Tafsir:

تسمية السورة
- سميت الكوثر؛ لافتتاحها بذكر الكوثر، وهو الخير الكثير، ومنه: نهر في الجنة.
Penamaan Surat; dinamakan Al-Kautsar; dibuka surat ini dengan penyebutan Al-Kautsar, yaitu kebaikan yang banyak, diantaranya; sungai di dalam surga

Lihat: Jamiul Bayan oleh Ibnu Jarir Aththabary
جامع البيان — ابن جرير الطبري
(٣١٠ هـ)








nasehat-muslim blogpsot co id

Jumat, 27 Desember 2019

Jika Kamu Menolong Agama Allah maka Allah akan Menolongmu

Gambar terkait


Nasehat Muslim

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan"
(Surat An-Nasr: 1)

Tafsir: 


حدثني الحارث، قال: ثنا الحسن، قال: ثنا ورقاء، عن ابن أبي نجيح، عن مجاهد،
في قول الله: ﴿إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ﴾ : فتح مكة.
Imam Ibnu Jarir Ath-Thabary berkata; Al-Harits telah mengabarkan kepadaku, berkata; Tsanaa Al-hasan, berkata: Tsanaa waraqaa, dari Ibnu Abi Najiih, dari Mujahid, dalam firman Allah: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan" (Surat An-Nasr: 1) yaitu Fathu Makkah

Lihat: Jamiul Bayan oleh Ibnu Jarir Aththabary
جامع البيان — ابن جرير الطبري
(٣١٠ هـ)







nasehat-muslim blogpsot co id

Tafsir Al-Lahab 1: Binasa Kedua Tangan Abu Lahab

Hasil gambar untuk muslim.or.id binasa


Nasehat Muslim

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ 
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa"

(Surat Al-lahab: 1)

Tafsir: 

حدثنا بشر، قال: ثنا يزيد، قال: ثنا سعيد، عن قتادة
 ﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ﴾ 
 أي خسرت وتب.

Ibnu Jarir berkata; telah mengabarkan kepadaku Basyar,  berkata: Tsanaa Yaziid, berkata: Tsanaa Said, dari Abu Qatadah ["Binasalah kedua tangan Abu Lahab] yaitu merugi dan binasa dia.

Lihat: Jamiul Bayan oleh Ibnu Jarir Aththabary
جامع البيان — ابن جرير الطبري
(٣١٠ هـ)







nasehat-muslim blogpsot co id

Rabu, 25 Desember 2019

Jangan Menggunjing

Hasil gambar untuk muslim.or.id meninggal


Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُك أَخَاك بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ: أَفَرَأَيْت إنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: إنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْته، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
1396. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tahukah kalian apa itu ghibah ? " Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Rasulullah berkata, "Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai." Mereka berkata: "Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar-benar ada pada dirinya?" Rasulullah menjawab, "Jika apa yang engkau katakan memang benar ada berarti engkau telah menggunjingnya dan jika tidak berarti engkau telah membuat kedustaan atasnya." (HR. Muslim)
[Shahih: Muslim 2589]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tahukah kalian apa itu ghibah?" (dengan mengkasrahkan huruf ghain) Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Rasulullah berkata, "Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai." Mereka berkata, "Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar-benar ada pada dirinya?" Rasulullah menjawab, "Jika apa yang engkau katakan memang benar ada berarti engkau telah menggunjingnya dan jika tidak berarti engkau telah membuat kedustaan atasnya." (Bahattahu dengan menfathahkan huruf ba' dan ha' dari kata buhtaan). HR. Muslim.
Tafsir Hadits
Sepertinya hadits ini disebutkan untuk menafsirkan ghibah yang dimaksud dalam firman Allah Ta'ala:
 {وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}
"dan janganlah menggunjingkan satu sama lain." (QS. Al-Hujuraat: 12)
Dan hadits ini telah menjelaskan makna hakiki dari ghibah. Di dalam kitab An-Nihayah tercantum, ghibah adalah kamu menceritakan tentang kejelekan seseorang ketika orang tersebut tidak ada, walaupun kejelekan tersebut memang benar ada.
An-Nawawi berkata dalam kitab Al-Adzkaar mengikuti penjelasan dari Al-Ghazali bahwa ghibah adalah menceritakan kejelekan seseorang, baik yang berkenaan dengan bentuk fisiknya, agamanya, dunianya, dirinya, perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, isterinya, pembantunya, gerak-geriknya, senyum atau cemberutnya, atau hal-hal lainnya yang berhubungan dengan sebutan yang buruk. Baik hal itu disebutkan dengan lisan maupun dengan kode atau isyarat.
An-Nawawi berkata, "Demikian juga kalimat-kalimat yang dipakai oleh para penulis, seperti perkataan: berkata orang yang mengaku berilmu, berkata sebagian orang yang menyatakan dirinya shalih, atau bentuk perkataan lainnya yang dapat dipahami oleh pendengar, maksud dari perkataan tersebut. Atau setelah menyebutkan perkataan di atas lantas penulis mengatakan: semoga Allah memaafkan kita semua, atau semoga Allah menerima taubat kita, atau kita mohon keselamatan dari Allah dan Lain-lain. Semua pernyataan ini termasuk dalam ruang lingkup ghibah.
Sabda beliau, "Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai," mencakup apakah orang yang bersangkutan hadir di tempat tersebut ataupun tidak. Demikian madzhab sebagian kelompok ulama. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini merupakan penjelasan ghibah menurut makna syar'i.
Adapun makna ghibah dari segi bahasa adalah diambil dari kata ghaib. Jika kita tilik dari makna bahasa, maka tidak dikatakan ghibah, kecuali apabila pembicaraan itu pada saat yang bersangkutan tidak hadir di tempat. Sekelompok ulama merajihkan bahwa makna syar'i sesuai dengan makna bahasa dan mereka menyebutkan dalil dari sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
«مَا كَرِهْت أَنْ تُوَاجِهَ بِهِ أَخَاك فَهُوَ غِيبَةٌ»
"Apa saja yang kamu tidak suka jika sesuatu itu diarahkan langsung kepada saudaramu berarti hal itu disebut sebagai ghibah."
Jika hadits ini shahih berarti hadits ini sebagai pengkhususan hukum yang ada di dalam hadits Abu Hurairah. Berikut beberapa tafsiran para ulama tentang definisi ghibah:
Sebagian berpendapat bahwa ghibah adalah menyebutkan aib seseorang yang tidak ada di tempat pembicaraan. Sebagian lagi berpendapat: kamu menyebut-nyebut kejelekan seseorang di belakangnya, walaupun kejelekan tersebut memang nyata ada pada dirinya.
Dengan demikian menyebutkan aib seseorang di hadapannya secara langsung hukumnya juga haram, karena dapat menyakiti hati orang yang bersangkutan walaupun tidak hal itu termasuk ghibah.
Sabda beliau (saudaramu) maknanya saudara seagama. Ini merupakan bukti bahwa ghibah boleh dilakukan terhadap orang-orang non muslim. Dan masalah ini telah berlalu pembicaraannya. Ibnu Mundzir berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa apabila bukan saudara seagama seperti orang Yahudi; Nasrani, dan agama-agama lainnya atau orang-orang yang keluar dari agama Islam karena kebid'ahan yang ia lakukan, tidak mengapa dighibahi.
Kata (saudaramu) yang disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencegah seseorang untuk tidak menggunjingkan orang yang akan ia gunjingi, karena orang yang digunjingkan itu adalah saudaranya sendiri. Jadi, selayaknya ia menaruh kasihan kepada saudaranya, merahasiakan aib dan kejelekannya, bukan malah disebarluaskan.
Sabda beliau, "yang ia benci" dapat dipahami bahwa apabila orang yang bersangkutan tidak membenci kejelekan yang diceritakan, maka tidak termasuk ghibah. Seperti pelaku-pelaku cabul atau orang-orang gila.
Haramnya perbuatan ghibah sudah menjadi hukum yang telah disepakati oleh para ulama. Hanya saja para ulama berselisih pendapat apakah ghibah termasuk dosa besar ataukah dosa kecil? Al-Qurthubi menukil bahwa para ulama telah sepakat bahwa ghibah termasuk salah satu dosa besar. Mereka berdalilkan dengan hadits shahih:
«إنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ»
"Sesungguhnya darah kalian, kehormatan kalian dan harta benda kalian haram (dirusak orang lain)."
Menurut pendapat Al-Ghazali dan penulis Al-'Umdah dari kelompok ulama yang bermazhab Asy-Syafi'i, ghibah termasuk dalam kategori dosa kecil. Al-Adzra'i berkata "Tidak ada ulama lain yang dengan terang-terangan mengatakan bahwa ghibah termasuk dosa kecil selain mereka berdua." Al-Mahdi berkata, "Bagi ulama yang tidak dapat memastikan bahwa ghibah itu dosa besar, boleh jadi menurutnya ghibah itu dosa kecil, sebagaimana pendapat orang-orang Mu'tazilah."
Az-Zarkasyi berkata," Aneh sekali ucapan seorang yang mengatakan bahwa memakan bangkai termasuk dosa besar, sementara ghibah ia katakan sebagai dosa kecil. Padahal Allah Ta'ala menggolongkan ghibah seperti memakan daging bangkai manusia."
Hadits ini melarang perbuatan ghibah dengan larangan yang cukup luas. Hal ini menunjukkan betapa kerasnya larangan melakukan ghibah tersebut.
Ketahuilah bahwa para ulama mengecualikan haramnya ghibah pada enam perkara:
1.      Terjadinya penganiayaan. Seorang yang teraniaya boleh mengatakan, "Si fulan menzhalimiku dengan mengambil hartaku." Atau "si fulan seorang yang zhalim" tapi dengan syarat laporan itu diceritakan kepada orang yang mampu menghapus atau menghilangkan atau mengurangi tindakkan kezhaliman tersebut. Dalilnya ketika Hindun isteri Abu Sufyan melaporkan tindakan Abu Sufyan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Hindun berkata, "Abu Sufyan adalah seorang yang kikir."
2.      Meminta tolong untuk mengatasi sebuah kemungkaran kepada orang yang diperkirakan mampu untuk mengatasinya. Ia boleh mengatakan, "Si fulan telah melakukan suatu kemungkaran." Hal ini bagi orang yang tidak terang-terangan melakukan kemaksiatan.
3.      Meminta fatwa. Seperti perkataan, "Si fulan telah menganiaya diriku dengan cara berbuat demikian kepadaku. Bagamana caranya agar aku bisa terlepas dari penganiayaan tersebut?" Ia tidak mampu melepaskan diri dari tindak kezhaliman si fulan, kecuali dengan cara menyebutkan apa yang terjadi.
4.      Mengingatkan kaum muslimin agar waspada kepada seseorang sgar mereka tidak tertipu. Seperti menyebutkan aib seorang perawi hadits, atau cacat seorang saksi atau seorang yang memberi pelajaran atau memberi fatwa sementara ia tidak punya ilmu tentang hal'itu. Dalilnya sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sejelek-jelek teman bergaul." Dan sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Adapun Mu'awiyah, ia adalah seorang yang miskin." Ucapan ini beliau sampaikan ketika Fathimah binti Jahsyin ketika ia datang untuk, meminta izin dan meminta pendapat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang Mu'awiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm yang datang melamarnya. Beliau bersabda, "Adapun Mu'awiyah adalah seorang miskin yang tidak punya harta. Sedangkan Abu Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat pemukulnya dari pundaknya." Lantas beliau bersabda, "Nikahlah dengan si fulan."
5.      Menyebutkan tentang keadaan orang-orang yang secara terang-terangan telah melakukan perbuatan maksiat atau bid'ah. Seperti para penipu dan para pejabat yang telah berbuat maksiat secara terang-terangan. Masalah ini telah kita singgung dalilnya dalam hadits: "Sebutkanlah tentang keberadaan orang-orang yang jahat itu.”
6.      Menyebutkan cacat seseorang sebagai identitasnya, seperti si buta sebelah, si pincang, si rabun dan Lain-lain. Cacat itu disebutkan bukan untuk menghina orang tersebut tetapi hanya sebagai identitas.
Keenam poin ini dikumpulkan oleh Abu Syariif dalam sya'irnya:
الذَّمُّ لَيْسَ بِغِيبَةٍ فِي سِتَّةٍ ... مُتَظَلِّمٍ وَمُعَرِّفٍ وَمُحَذِّرٍ
وَلِمُظْهِرٍ فِسْقًا وَمُسْتَفْتٍ وَمَنْ ... طَلَبَ الْإِعَانَةَ فِي إزَالَةِ مُنْكَرٍ
Tidaklah tercela berbuat ghibah pada enam tempat.
Orang yang teraniaya, sebagai sebutan identitas dan untuk mewaspadai seseorang,
Orang yang terang-terangan berbuat kefasikan dan orang yang minta fatwa
Dan orang yang meminta pertolongan untuk mengatasi sebuah kemungkaran

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Janganlah Saling Mendengki, Menipu, Membenci dan Mendzalimi

Hasil gambar untuk muslimah.or.id kematian


Nasehat Muslim

وَعَنْهُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إخْوَانًا، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ: لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا - وَيُشِيرُ إلَى صَدْرِهِ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ - بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ. كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
1397. Dari Abu Hurairah RadhiyallahuAnhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Janganlah kalian saling dengki mendengki, janganlah kalian saling melakukan najasy atau penipuan, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling berpaling dan janganlah sebagian kalian menzhalimi sebagian yang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Tidak boleh ia menzhaliminya, tidak boleh menelantarkannya dan tidak boleh menghinakannya. Takwa itu letaknya di sini. Beliau mengisyaratkan ke dadanya sebanyak tiga kali. Cukuplah seseorang itu disebut jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya." (HR. Muslim)
[Shahih: Muslim 2564]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Janganlah kalian saling hasad, janganlah kalian saling melakukan najasy atau penipuan (dengan huruf jim dan syin) janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling berpaling dan janganlah sebagian kalian menzhalimi sebagian yang lain (kata yabghi dengan huruf ghin dari kata al-baghyu atau dengan huruf 'ain dari kata al-bai'u), saudaranya sesama muslim. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (Kata 'ibaadallah dinashabkan karena sebagai munaada' (yang diserukan)). Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Tidak boleh ia menzhaliminya, tidak boleh menelantarkannya dan tidak boleh menghinakannya. (Kata yahqiruhu menfathahkan huruf mudhara'ah, mensukunkan huruf ha' yang diikuti dengan huruf qaf dan ra'. Sebagian meriwayatkan dengan lafazh: laayukhfiiruhu dengan mendhammahkan huruf ya' dan diikuti dengan huruf kha' dan fa', artinya tidak memungkiri janji dan tidak mengkhianati amanah. Ia berkata, "Yang benar adalah yang pertama yaskni lafazh laa yahqiruhu)." Takwa itu letaknya di sini. Beliau mengisyaratkan ke dadanya sebanyak tiga kali. Cukuplah seseorang itu disebut jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya." 'Hadits riwayat Muslim.
Tafsir Hadits
Hadits di atas mengandung beberapa perkara yang dilarang oleh syariat:
1.      Kata tahaasadu adalah menurut timbangan (wazan) tafaa'alu artinya saling melakukan antara dua orang. Yakni saling dengki-mendengki antara dua orang. Dari sini dapat diketahui bahwa dengki yang dilakukan dari satu pihak lebih terlarang. Alasannya karena seseorang dilarang membalas kedengkian yang ditujukan kepadanya dan bukan termasuk bab firman Allah Ta'ala: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa..." (QS. Asy-Syuura: 40) Maka akan lebih terlarang jika dilakukan hanya dari sebelah pihak. Pengertian dengki telah berlalu penjelasannya.
2.      Larangan jual beli dengan cara munaajasyah dan pengertian munajasayah telah dijelaskan dalam kitab jual-beli. Sebab terlarangnya jual beli dengan cara munajasyah ini karena akan menimbulkan permusuhan dan kebencian antara si penjual dan si pembeli. Diriwayatkan dengan lafazh lain dari riwayat Muwaththa' dengan lafazh walaa tanaafasuu dari kata al-munaafasah artinya kesenangan terhadap sesuatu atau ingin memilikinya sendirian. Dikatakan: naafastufi syai-i munaafasatan wa nafaasan artinya aku sangat menginginkan sesuatu itu. Larangan ini merupakan larangan cinta terhadap dunia dan cinta terhadap sebab-sebab untuk mendapatkan bahagian dunia. Sebagaimana perkataan seorang penyair:
Wahai orang yang cinta terhadap dunia yang hina,
Sungguh dunia adalah jebakan yang membunuh dan kesenangan yang amat singkat.
3.      Larangan saling membenci antara keduabelah pihak. Dan akan lebih terlarang jika kebencian tersebut hanya berasal dari sebelah pihak. Larangan di sini juga mencakup larangan melakukan perkara-perkara yang dapat menimbulkan kebencian. Tidak boleh saling membenci, kecuali jika kebencian tersebut karena Allah Ta'ala. Adapun apabila kebencian itu karena Allah, maka hukumnya wajib. Sebab benci karena Allah dan cinta karena Allah termasuk bahagian dari iman dan di dalam hadits tercantum bahwa keimanan berada di seputar benci dan cinta karena Allah.
4.      Larangan saling berpaling. Al-Khaththabi berkata, "Maknanya jangan saling mendiamkan sehingga seorang muslim memboikot saudaranya. Kata tadaabara diambil dari istilah seorang laki-laki membelakangi saudaranya yang lain, sehingga terlihat bagian belakangnya." Ibnu Abdil Bar berkata, "Istilah'berpaling' diungkapkan dengan kata saling membelakangi. Sebab apabila seseorang benci terhadap yang lain maka ia akan berpaling dan bagi siapa yang berpaling maka ia akan membelakanginya. Berbeda halnya jika ia mencintainya.
Pendapat lain mengatakan: janganlah salah seorang laki-laki lebih mementingkan dirinya ketimbang orang lain. Orang yang lebih mementingkan dirinya sendiri disebut membelakangi, karena tatkala ia mendahulukan sesuatu untuk dirinya, ia akan membelakangi orang lain.
Al-Maazariy berkata, "Tadaabur artinya saling bermusuhan. Di dalam kitab Al-Muwaththa', Az-Zuhri menyatakan bahwa tadaabur artinya berpaling dari mengucapkan salam, yakni memalingkan wajahnya dari ucapan salam. Sepertinya ia mengambil makna ini dari lafazh hadits yang terakhir,
يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ
 "Ketika keduanya bertemu, yang ini berpaling dan yang itupun berpaling. Dan sebaik-baik mereka adalah yang lebih dahulu mengucapkan salam.”[Shahih: Al Bukhari 6077 dan Muslim 2560]
Dari sini dapat diketahui, jika ada yang mengucapkan salam tentu- nya tidak mungkin terjadi saling memalingkan diri.
5.      Larangan berbuat baghyi apabila kata tersebut dengan huruf ghain. Jika menggunakan huruf 'ain maka maknanya larangan menjual barang yang sedang dijual kepada orang lain, perkara ini sudah dijelaskan dalam kitab jual-beli.
Ibnu Abdil Barr berkata, "Hadits ini menunjukkan haramnya sikap saling membenci, berpaling dan memutus tali persahabatan tanpa ada alasan syar'i serta merasa iri terhadap nikmat yang dianugerahkan Allah kepada orang lain. Kemudian Allah memerintahkan agar bergaul dengan mereka seperti bergaul dengan saudara kandung sendiri. Hadits tersebut juga melarang menyebarkan aib seorang muslim, baik saat itu ia berada di tempat maupun tidak, baik muslim yang masih hidup maupun muslim yang sudah meninggal. Setelah melarang lima hal di atas, lantas Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendorong mereka dengan sabda beliau: "Jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara."
Dari perkataan "hamba Allah" dapat diambil pengertian bahwa di antara hak penghambaan diri kepada Allah adalah dengan melaksanakan segala perintah-perintah-Nya."
Al-Qurthubi berkata, "Makna hadits: jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara adalah jadilah kalian laksana saudara kandung, baik dari sisi kasih sayang, kecintaan, dalam memberi pertolongan dan nasehat. Di dalam riwayat Muslim tercantum Lafazh tambahan: "... sebagaimana yang telah diperintahkan Allah kepada kalian." Karena perintah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam itu adalah perintah Allah juga. Allah Ta'ala berfirman, "Dan kami tidak mengutus seseorang Rasulullah melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (QS. An-Nisaa': 64)
Muslim juga memberi tambahan sebagai pendorong untuk semakin mempererat hubungan persaudaraan di antara sesama muslim dengan sabda beliau: "Seorang muslim merupakan saudara bagi muslim yang lain."
Lantas Imam Muslim meyebutkan di antara hak seorang muslim terhadap muslim yang lain adalah tidak boleh menzhalimi saudaranya. Telah berlalu pembahasan tentang masalah zhalim beserta pengharamannya. Kezhaliman juga tidak boleh dilakukan terhadap orang-orang kafir. Di dalam hadits hanya disinggung tentang orang-orang muslim karena melihat dari kemuliaannya.
Sabda beliau “Tidak boleh menelantarkannya," yakni membiarkannya begitu saja tanpa diberi pertolongan. Artinya apabila ia meminta pertolongan untuk menghindarkan dirinya dari suatu kemudharatan, atau untuk meraih sebuah manfaat maka segera beri pertolongan kepadanya.
Sabda beliau,"Tidak boleh menghinanya," yakni tidak boleh menghinakannya, bersikap sombong di hadapannya serta meremehkan dirinya. Dalam riwayat lain tertera: laa yakhfiruhu artinya sama dengan laa yahqiruhu.
Sabda beliau, "Ketakwaan itu letaknya di sini," maknanya beliau ingin mengabarkan bahwa inti ketakwaan adalah perasaan takut kepada Allah yang meresap di dalam hati, mengagungkan-Nya dan mengikhlaskan amalan hanya untuk diri-Nya. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Muslim:
«إنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إلَى أَجْسَامِكُمْ وَلَا إلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إلَى قُلُوبِكُمْ»
"Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh kalian dan tidak juga melihat bentuk fisik kalian, tetapi Dia melihat hati kalian.
Artinya balasan dan hisab berkaitan dengan apa yang ada di dalam hati, bukan bentuk lahiriyah fisik dan amalan yang nampak. Sebab inti dari niat itu berada di dalam hati. Telah berlalu penjelasan bahwa di dalam tubuh ini ada sekepal daging. Jika daging itu baik, maka baik pulalah seluruh tubuh dan apabila daging itu rusak, maka tubuh pun ikut rusak.
Sabda beliau, "Cukuplah seseorang itu disebut jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim," yakni dengan satu sifat ini saja, seseorang sudah cukup dikatakan termasuk golongan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan.
Sabda beliau, "Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram," yakni beliau mengabarkan haram hukumnya menumpahkan darah seorang muslim, mengambil hartanya dan merusak kehormatannya. Hal ini sudah dimaklumi dengan pasti di dalam syariat Islam.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Selasa, 24 Desember 2019

Ya Allah, Jauhkanlah Aku dari Kemungkaran Akhlak, Perbuatan, Nafsu dan Penyakit.

Hasil gambar untuk muslim.or.id dzikir


Nasehat Muslim

وَعَنْ قُطْبَةَ بْنِ مَالِكٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ: «اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ، وَالْأَعْمَالِ، وَالْأَهْوَاءِ، وَالْأَدْوَاءِ» أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ. وَاللَّفْظُ لَهُ.
1398. Dari Quthbah bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sering mengucapkan doa, "Ya Allah, jauhkanlah aku dari kemungkaran-kemungkaran akhlak, amal perbuatan, hawa nafsu dan penyakit." (HR. At-Tiimidzi dan dishahihkan oleh Al-Hakim, dan ini adalah lafalnya)
[Shahih: At Tirmidzi 5391]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Quthbah (dengan mendhammahkan huruf qaf, mensukunkan huruf tha' dan memfathahkan huruf ba'), bin Malik (dikatakan bahwa nisbatnya adalah At-Taghallubi dengan menfathahkan huruf ta' dan ghin. Dan ada juga yang mengatakan Ats-Tsa'labi dengan huruf tsa' dan 'ain) ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sering mengucapkan doa, "Yaa Allah, jauhkanlah aku dari kemungkaran-kemungkaran akhlak, amal perbuatan, hawa nafsu dan penyakit."
Tafsir Hadits
Tajannub sama artinya dengan mubaa'adah artinya jauhkanlah diriku.
Akhlaaa adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Al-Qurthubi berkata, "Akhlaq adalah sifat-sifat manusia yang ditunjukkan ketika bergaul. Akhlak ada yang terpuji dan ada juga yang tercela. Definisi akhlak mulia secara umum adalah kamu bersikap kepada orang lain seperti sikap yang kamu berikan terhadap dirimu sendiri. Adapun secara rinci seperti sifat pemaaf, santun, dermawan, sabar, tabah terhadap gangguan, pengasih, welas asih, membantu orang yang sedang berada dalam kesulitan, penyayang dan lemah lembut terhadap tetangga dan Lain-lain. Adapun akhlak yang buruk adalah akhlak-akhlak tercela yang pernah dimohonkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Allah agar menjauhkan diri beliau dari akhlak-akhlak tersebut sebagaimana yang tertera dalam hadits di atas dan dalam hadits berikut:
«اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْت خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي»
"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan ciptaanku, maka baguskanlah akhlakku."[Shahih: Shahih Al Jami' 1307]
Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.
Dan di dalam doa iftitah, beliau membaca do'a:
وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا سِوَاك، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا غَيْرُك
"Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik karena tidak akan ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang baik selain Engkau. Jauhkan aku dari akhlak yang jelek karena tidak ada yang dapat menjauhkan dari akhlak yang jelek selain Engkau.” [Shahih: Abu Daud 760]
Munkaraatul a'maal adalah perbuatan-perbuatan yang dinilai sebagai suatu kemungkaran oleh syariat atau norma masyarakat. Munkaraatul ahwaa': ahwaa' adalah bentuk jamak dari kata hawa' dan hawa' adalah apa saja yang diinginkan oleh nafsu tanpa memperhatikan maksud tujuannya dari sisi-syar'i.
Mungkaraatul adwiyaa': adwiyaa' adalah bentuk jamak dari kata daa' artinya penyakit-penyakit berbahaya yang selalu dimohonkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Allah agar beliau senantiasa dijauhkan dari penyakit-penyakit tersebut, seperti penyakit kusta, lepra dan penyakit-penyakit yang dapat merenggut nyawa seperti penyakit liver. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa berdoa kepada Allah agar selalu dihindarkan dari penyakit-penyakit berbahaya seperti ini

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id