Nasehat Muslim
0726
وَعَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ: «إذَا اخْتَلَفَ الْمُتَبَايِعَانِ وَلَيْسَ بَيْنَهُمَا بَيِّنَةٌ، فَالْقَوْلُ مَا يَقُولُ رَبُّ السِّلْعَةِ أَوْ يَتَتَارَكَانِ» رَوَاهُ الْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
726. Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Apabila dua orang yang berjual beli berselisih, sedang di antara mereka tidak ada bukti yang akurat, maka perkataan yang diterima adalah apa yang dikatakan oleh pemilik barang atau mereka membatalkan transaksi'." (HR. Al-Khamsah dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
[Shahih: Abi Dawud (3511, 3512)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Ibnu Mas'ud Radiyallahu Anhu, dia berkata: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Apabila dua orang yang berjual beli berselisih, sedang di antara mereka tidak ada bukti yang akurat, maka perkataan yang diterima adalah apa yang dikatakan oleh pemilik barang atau mereka membatalkan transaksi'." (Ibnu Majah menambahkan dalam riwayatnya, "Dan barang yang dijual masih ada di depan mata." Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad "Dan barang dagangan masih tetap seperti semula." Adapun riwayat yang mengatakan, "Sedangkan barang dagangan sudah terpakai" merupakan riwayat yang dianggap dha'if).
Ulama banyak mengomentari tentang keshahihan hadits ini. Ibnu Abdil Bar dalam kitab Al-Istidzkar mengatakan, "Ia adalah hadits munqathi' (terputus sanadnya). Walaupun para fuqaha mengamalkannya. Masing-masing bersikap sesuai dengan madzhab yang diikutinya bagaimana menilai hadits ini." Kemudian dia (Ibnu Abdil Bar) menyebutkan jalur-jalur perawi hadits tersebut dengan menerangkan keterputusan sanadnya.
Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa bila terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli dalam masalah harga, barang yang dijual ataupun masalah syarat pada keduanya, maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual yang disertai sumpah. Ini berdasarkan kaidah-kaidah syariat yang menyatakan bahwa barang siapa yang perkataannya diterima, maka harus menyatakan sumpah.
Mengenai hukum dari perkara yang ditunjukkan oleh hadits ini, ulama mempunyai tiga pendapat:
· Pertama; pendapat Al-Hadi, bahwa yang diterima adalah perkataan penjual secara mutlak sesuai hadits di atas.
· Kedua; pendapat fuqaha, bahwa keduanya saling bersumpah dan saling mengembalikan barang masing-masing.
· Ketiga; harus diperinci dan harus dibedakan antara perselisihan dalam hal bentuk, jenis, sifat dengan perselisihan dalam masalah lainnya.
Dan ini adalah perincian tanpa dalil yang dijelaskan lebih rinci dalam kitab furu' dan dimikil juga dalam kitab Syarahnya.
Makna saling bersumpah, yakni penjual bersumpah bahwa saya tidak menjual barang itu kepadamu seperti itu. Sedangkan pembeli bersumpah bahwa aku tidak membeli darimu seperti itu. Ada yang mengatakan bukan seperti itu. Adapun alasan mengapa keduanya harus bersumpah adalah karena masing-masing dari keduanya adalah tertuduh. Maka dari itu, setiap pihak wajib bersumpah untuk membersihkan tuduhan terhadapnya. Hal tersebut dipahami dari sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
«الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُنْكِرِ»
"Bukti, wajib atas penuntut, sedangkan sumpah bagi orang yang mengingkari.” [Al-Baihaqi dalam kitab Al-Kubra (10/252)]
WalhasiL hadits ini bersifat mutlak, terikat dengan kriteria tertentu pada dalil-dalil yang terdapat dalam "Bab Tuntutan-Tuntutan" dan dijelaskan berikut.
Lihat: [سبل السلام]
Subulussalam Syarah Bulughul Maram
Nomor 724
Nomor 724
Nasehat Muslim :
www.nasehat-muslim.blogpsot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar