Nasehat Muslim
0727
وَعَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ، وَمَهْرِ الْبَغِيِّ، وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
727. Dari Abu Mas'ud Al-Anshari Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang (memakan) uang hasil penjualan anjing, uang pelacuran, dan upah perdukunan. (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (2237) dan Muslim (1567)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Larangan pada dasarnya menunjukkan pengharaman. Dan sahabat menyampaikan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang yakni beliau menyebutkan kata yang mengisyaratkan pelarangan walaupun beliau tidak menyebutkannya. Hadits ini menunjukkan haramnya tiga hal, yaitu:
Pertama; uang hasil penjualan anjing sesuai konteks hadits dan konsekuensi dari hadits ini juga menunjukkan haram memperjualbelikannya. Hal tersebut bersifat umum mencakup semua jenis anjing, baik anjing terlatih atau yang bukan terlatih dan anjing yang boleh dipelihara ataupun yang tidak boleh dipelihara. Dari 'Atha dan An-Nakha'i mereka berpendapat boleh memperjualbelikan anjing untuk berburu berdasarkan hadits Jabir:
«نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ إلَّا كَلْبَ صَيْدٍ»
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang (memakan) uang hasil penjualan anjing kecuali anjing untuk berburu." (Dikeluarkan oleh An-Nasa'i) [An Nasa'i (7/309), beliau mengatakan, "Hadits ini mungkar.']
diriwayatkan dengan perawi yang tsiqah (terpercaya) hanya saja beliau meragukan kesahihannya. Jika shahih, maka hadits ini merupakan pengecualian dari keumuman larangan tersebut.
Kedua; uang hasil melacur, ia adalah uang yang diambil oleh pelacur sebagai upah melacurkan dirinya. Uang itu di dalam disebut mahar sebagai kiasan. Uang itu adalah uang haram. Para fuqaha (ahli fikih) mempunyai penjelasan terinci mengenai hukum yang menjelaskan bagaimana kaifiyat (cara) mengambilnya. Ibnul Qayim memilih pendapat, bahwa bagaimanapun caranya yang pasti harta itu wajib disedekahkan dan tidak boleh dikembalikan kepada pemiliknya. Karena dia memberikannya (kepada si pelacur) atas keinginannya sendiri sebagai upah dari suatu layanan (dalam hal ini hubungan seks) yang mana tidak mungkin bagi si pelacur meminta dikembalikan atau dibatalkan (karena sudah dilakukan). Ia adalah penghasilan yang tercela yang wajib disedekahkan. Dan pelaku maksiat itu sendiri tidak boleh dibantu untuk dapat melakukan kemaksiatan mendapatkan kembali hartanya.
Ketiga; upah perdukunan. Ulama sepakat mengharamkan upah perdukunan. Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara gaib dan memberitahukan orang tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi di alam ini. Ini mencakup ahli nujum ataupun tukang ramal dan yang serupa. Semuanya masuk dalam pengertian dukun dalam hadits ini. Tidak halal baginya untuk mengambil apa yang diberikan orang kepadanya dan tidak halal pula bagi orang yang membenarkan apa yang dilakukannya.
Lihat: [سبل السلام]
Subulussalam Syarah Bulughul Maram
Nomor 724
Nomor 724
Nasehat Muslim :
www.nasehat-muslim.blogpsot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar