Nasehat Muslim
وَعَنْ شَدَّادِ
بْنِ أَوْسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ الْعَبْدُ:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ خَلَقْتنِي، وَأَنَا عَبْدُك،
وَأَنَا عَلَى عَهْدِك وَوَعْدِك مَا اسْتَطَعْت، أَعُوذُ بِك مِنْ شَرِّ مَا
صَنَعْت، أَبُوءُ لَك بِنِعْمَتِك عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَك بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي،
فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ» أَخْرَجَهُ
الْبُخَارِيُّ.
1455. Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu Anhu berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sayyidul Istighfar adalah
seorang hamba mengucapkan: “Ya Allah, engkau adalah,Rabbku, tiada Ilah yang
benar selain Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku
akan setia pada perjanjianku dengan- Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku. Dan aku mengakui
dosa-dosaku, oleh karena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang
mengampuni dosa kecuali Engkau." (HR. Al-Bukhari)
[Shahih: Al Bukhari
5947]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sayyidul Istighfar adalah seorang
hamba mengucapkan: "Ya Allah, engkau adalah Rabbku, tiada Ilah yang benar selain
Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada
perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada- Mu dari kejelekan yang
aku perbuat. Aku mengakui hikmat-Mu kepadaku. Dan aku mengakui dosa-dosaku, oleh
karena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tidah ada yang mengampuni dosa kecuali
Engkau." Hadits riwayat Al-Bukhari. Lafazh selengkapnya adalah sebagai
berikut,
«مَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا
فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ
قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ»
"Barangsiapa mengucapkannya dengan keyakinan pada siang
hari lantas ia meninggal pada hari itu sebelum sore hari maka ia termasuk
penduduk surga. Dan barangsiapa mengucapkannya dengan yakin pada malam hari,
lalu ia meninggal pada malam itu sebelum masuk waktu Subuh maka ia termasuk
penduduk surga."
Ath-Thibbi berkata, "Karena doa mengandung makna taubat yang
komplek, maka ia disebut dengan sebutan sayyid yang makna asalnya adalah
pemimpin yang menjadi tumpuan kebutuhan dan tempat kembalinya segala urusan.
Dalam riwayat At-Tirmidzi tercantum:
أَلَا أَدُلُّك
عَلَى سَيِّدِ الِاسْتِغْفَارِ
"Maukah kamu aku tunjukkan sayyid
istighfar?"
Dalam riwayat An-Nasa'i dari hadits Jabir Radhiyallahu
Anhu:
«تَعَلَّمُوا سَيِّدَ
الِاسْتِغْفَارِ»
"Pelajarilah sayyidul istighfar!"
Sabda beliau "laa ilaaha illaa anta khalaqtani..."
dalam riwayat lain, "Allahumma lakal hamd laa ilaaha illaa anta
khalaqtani..." Pada riwayat ini terdapat tambahan: "aamantu laka
mukhlishal lahu diini..."
Sabda beliau "aku adalah hamba-Mu," adalah kalimat
yang mempertegas sabda beliau "Engkau adalah Rabb-ku." Kata "aku
adalah hamba-Mu" bisa diartikan aku adalah penyembah-Mu. Jika demikian tidak
disebut sebagai kalimat penegas. Dikuatkan lagi dengan sabda beliau, "aku
akan tetap setia pada janjiku," maknanya sebagaimana yang dikatakan oleh
Al-Khaththabi, "Aku akan tetap setia menepati janjiku yang telah aku nyatakan
kepada-Mu, yaitu dengan mengimani-Mu, mengikhlaskan ketaatan kepada-Mu sesuai
dengan kemampuanku dan aku akan tetap berpegang dengan perjanjianku itu seraya
mengharapkan taubat dan pahala dari-Mu.
Sabda beliau, "sesanggupku" menunjukkan pengakuan akan
kelemahan dan keterbatasan dalam melaksanakan kewajiban yang merupakan hak Allah
Ta'ala. Ibnu Baththal berkata, "Maksudnya perjanjian para hamba yang pernah
diberikan kepada Allah di saat mengeluarkan mereka laksana semut-semut halus,
lalu Allah Ta'ala meminta persaksian mereka dengan firman-Nya:
{أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ}
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" (QS. Al-'Araaf: 172)
Lantas para hamba tersebut mengakui kerububiyahan-Nya dan
meyakini akan ke-Esaan-Nya dengan perjanjian sebagaimana yang disebutkan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
«أَنَّ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِي شَيْئًا أَنْ
يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ»
"Barangsiapa yang meninggal sementara ia tidak pernah
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia akan masuk ke dalam
surga."
Makna sabda beliau "aku meyakini dan
mengakui.”Abuu-u adalah bentuk mahmuuz asalnya bawaa-u
artinya: keharusan atau menempatkan. Contoh kalimatnya: bawwa-a hullaahu
manzilan artinya Allah menempatkannya di suatu tempat, seakan-akan Allah
mengharuskannya untuk tetap tinggal di tempat tersebut.
Abuu-u bidzambi artinya aku mengakui akan dosa yang
aku lakukan.
Sabda beliau, "oleh karena itu ampunilah aku, sesungguhnya
tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau," yang pertama pengakuan akan
dosa-dosa dan yang kedua permohonan ampun. Ini merupakan cara penuturan yang
terbaik dalam meminta belas kasihan, sama seperti perkataan Adam Alaihissalam,
{رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri,
dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raaf: 23)
Tafsir Hadits
Hadits ini mencakup pengakuan terhadap kerububiahan Allah
Ta'ala, penghambaan diri seorang hamba, ke-Maha Esa-an Allah, mengakui bahwa Dia
adalah Maha Pencipta, mengakui perjanjian yang dulu pernah diambil seluruh umat
manusia, mengakui keterbatasan dalam memenuhi perjanjian tersebut, permohonan
agar Allah melindungi dari keburukan dosa-dosa seperti ucapan: "dan kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan kejelekan amalan kami",
mengakui kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada hamba-Nya, hanya memohon
kepada-Nya, mengakui dosa-dosa, memohon ampunan dan mengakui hanya Allah-lah
yang dapat mengampuni segala dosa-dosa.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa sepantasnya permohonan
diajukan setelah kata pengantar seperti ini. Adapun pertanyaan apa faedahnya
Nabi Shallalldhu Alaihi wa Sallam memohon ampunan atas segala dosa-dosa, padahal
dosa beliau yang lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah Ta'ala dan
beliau juga terpelihara dari segala kesalahan? Istighfar yang beliau lakukan
adalah sebagai amalan yang lebih, karena beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam
mengabarkan kepada kita bahwa beliau beristighfar dan bertaubat kepada Allah
sebanyak tujuh puluh kali selama satu hari dan mengajarkan istighfaar kepada
kita agar kita mencontoh beliau dan mengikuti jejak beliau serta tidak pernah
ada pertanyaan dan tidak juga menjadi permasalahan. Beliau juga mengetahui
kepada siapa beliau berbicara dan juga tidak pernah ada pertanyaan dan
permasalahan. Cukup bagi kita sebagai tauladan bahwa beliau senantiasa berdzikir
kepada Allah pada setiap keadaan. Contohnya beliau mengajarkan kita untuk
memohon rezeki dan menyuruh kita untuk melakukannya, yakni:
«وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ»
"Beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki yang
paling utama". (QS. Al-Maaidah: 114)
Semua itu merupakan bentuk penghambaan diri dan dzikir kepada
Allah Ta'ala
[سبل السلام]
Subulus Salam, Syarah Bulughul Maram
nasehat-muslim blogpsot co id