Nasehat Muslim
وَعَنْ ابْنِ
عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ، وَاخْتَالَ فِي
مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللَّهَ، وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ» أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ،
وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ.
1411. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa merasa
dirinya besar dan sombong gaya berjalannya niscaya ia akan bertemu dengan Allah
dalam keadaan Dia marah kepadanya." (HR. Al-Hakim dan para perawinya
tsiqah)
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Di antara makna timbangan tafaa'ala adalah
faa'ala, seperti kata tawaanaitu artinya wanaitu dan di
dalam makna tersebut mengandung arti mubaalaghah (sangat). Inilah makna
yang dimaksud oleh hadits. Yakni barangsiapa yang menganggap dirinya besar
karena ada perasaan lebih berhak untuk diagungkan melebihi pengagungan yang
diberikan kepada orang lain. Padahal sepantasnya orang tersebut mendapatkan
penghinaan dan tidak pantas untuk mendapatkan pengagungan. Boleh jadi makna kata
ta'aazhama adalah ta'azhzhama dengan mentasydidkan huruf zha',
artinya seseorang yang merasa dirinya agung. Seperti kata takabbara
artinya merasa dirinya besar. Atau bisa juga sesuai dengan timbangan
tafa'ala yang berarti istafala, artinya minta agar dirinya
diagungkan. Makna ini sepadan dengan makna takabbara. Menurut Al-Mahdi
dalam Kitab Takmilatul Ahkaam: kibr artinya merasa kalau dirinya
berhak untuk diagungkan melebihi pengagungan yang diberikan kepada orang lain.
Padahal sepantasnya orang tersebut mendapatkan penghinaan dan tidak pantas untuk
mendapatkan pengagungan.
Diriwayatkan oleh Muslim, Al-Hakim dan At-Tirmidzi dari
Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّ الرَّجُلَ
يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنًا قَالَ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ
الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ»
"Tidak akan masuk surga seorang yang di dalam hatinya
terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Seorang lelaki bertanya, "Ya
Rasulullah, bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sepatu yang
bagus?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan suka akan
keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain."
[Shahih: Muslim 91]
Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah bersikap
sombong terhadap kebenaran sehingga ia tidak menganggap hal itu sebagai suatu
kebenaran. Pendapat lain mengatakan bahwa maknanya adalah bersikap sombong
terhadap kebenaran sehingga ia enggan menerima kebenaran tersebut.
An-Nawawi Rahimahullah berkata, "Merasa dirinya lebih tinggi
daripada orang lain dan memandang sebelah mata terhadap mereka, menolak dan
ingkar terhadap kebenaran karena yakin kalau dirinya lebih tinggi dan
dikarenakan kesombongan yang ada pada dirinya.
Dalam riwayat Al-Hakim tercantum dengan lafazh,
بَطَرَ الْحَقَّ
وَازْدَرَى النَّاسَ
"Menolak kebenaran dan suka menghina orang
lain."
Makna batharal haq adalah menolak dan membangkang
terhadap kebenaran.
Ghamthun naas dengan menfathahkan huruf ghain,
mensukunkan huruf mim dan diikuti dengan huruf tha', artinya
menghina dan meremehkan orang lain. Demikian tafsiran yang dicantumkan oleh
Al-Hakim sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Mundziri.
Lafazh man diriwayatkan dengan mengkasrahkan huruf mim
yang berarti huruf jar dan dengan memfathahkan huruf mim berarti termasuk dalam
isim maushul. Penjelasan yang disebutkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
menunjukkan bahwa kesombongan yang dimaksud hadits tidak berkaitan dengan
keyakinan, tetapi hanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap kebenaran karena
perasaan sombong dan merasa dirinya lebih agung serta meremehkan orang lain.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Az-Zawaajir,
"Kesombongan itu boleh jadi muncul di dalam batin dan sifat ini sudah ada pada
jiwa seseorang. Sifat ini lebih tepat disebut dengan istilah kibr. Atau
kesombongan adalah sikap angkuh yang muncul dalam tindak-tanduk seseorang dan
merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam batin seseorang. Jadi, apabila
kesombongan ini terlihat dalam tindak-tanduk, maka disebut dengan istilah
takabbur. Akan tetapi, jika tidak terlihat atau hanya terpendam di dalam batin
saja, maka disebut kibr. Pada asalnya sombong merupakan tabiat hawa nafsu yang
akan merasa puas jika ia memperlihatkan dirinya lebih tinggi dibandingkan orang
yang ia rendahkan. Oleh karena itu, sikap takabbur ini akan terwujud jika ada
sesuatu yang disombongkan dan ada orang yang direndahkan. Kriteria ini yang
membedakan antara takabbur dengan 'ujub (kagum terhadap diri sendiri) karena
'ujub tidak butuh kepada orang lain. Sebab boleh jadi sifat 'ujub itu senantiasa
ada walaupun sedang sendirian. Berbeda halnya dengan sikap takabbur. 'Ujub
hanyalah perasaan yang menganggap besar sesuatu yang ada pada dirinya. Apabila
ia merasa sesuatu yang ia anggap besar itu lebih besar dibandingkan sesuatu yang
ada pada orang lain maka ini disebut kibr.” Berjalan dengan gaya yang angkuh
juga termasuk dalam kategori takabbur. Gaya jalan yang angkuh di-athaf-kan sifat
'ujub merupakan peng-athaf-an satu jenis kesombongan terhadap jenis kesombongan
yang lain, seperti ucapan: barangsiapa yang memiliki dua sifat sombong ini, maka
ia berhak mendapat ancaman yang tercantum dalam hadits. Akan tetapi, tidak
berarti jika seseorang hanya memiliki satu jenis saja, ia tidak mendapat
ancaman. Sebab ada hadits lain yang mencela sikap takabbur secara mutlak. Hadits
di atas menunjukkan haramnya bersikap takabbur karena hal itu akan mengundang
kemurkaan Allah Ta'ala.
Subulussalam, Syarh Bulughul Maram
nasehat-muslim blogpsot co id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar