وَعَنْ جَابِرِ 
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ 
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ، وَهُوَ بِمَكَّةَ 
«إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ، وَالْمَيْتَةِ، وَالْخِنْزِيرِ، 
وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْت شُحُومَ الْمَيْتَةِ، 
فَإِنَّهَا تُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَتُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ، وَيَسْتَصْبِحُ 
بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ: لَا، هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى 
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ، إنَّ 
اللَّهَ تَعَالَى لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا 
جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ 
فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
725. Dari Jabir bin 
Abdullah Radiyallahu Anhu bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 
Alaihi wa Sallam bersabda di saat hari penaklukan kota Mekah, "Sesungguhnya 
Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi dan 
patung." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! bagaimana pendapatmu tentang 
lemak bangkai karena ia bisa digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit 
dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?" Beliau menjawab, 
"Tidak, ia haram", Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu 
Alaihi wa Sallam bersabda, "Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi. 
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka (jual beli) lemak bangkai 
tetapi mereka memprosesnya (mencairkannya) kemudian menjualnya dan memakan 
hasilnya." (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (2236) dan Muslim (1581)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل 
السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Jabir bin Abdullah Radiyallahu Anhu 
bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam 
bersabda di saat hari penaklukan kota Makkah: (peristiwa itu terjadi di bulan 
Ramadhan tahun ke-8 Hijriah) ”Sesungguhnya Allah dan 
Rasul-Nya mengharamkan jual beli minuman keras, 
bangkai" (yakni binatang yang mati tapi bukan karena 
disembelih dengan cara yang sesuai syariat) babi dan 
patung" (Al-Jauhari berkata: ia adalah berhala. Sedangkan yang lainnya mengatakan, "Berhala adalah sesuatu yang 
berbentuk tiga dimensi sedangkan patung hanya sekadar berwujud 
dan berbentuk.") Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! bagaimana 
pendapatmu tentang lemak bangkai karena ia bisa digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang 
menggunakannya untuk menyalakan lampu?" Beliau menjawab, "Tidak, ia haram", 
Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 
"Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas 
mereka (jual beli) lemak bangkai tetapi mereka 
memprosesnya (mencairkannya) kemudian menjualnya dan memakan 
hasilnya." (Muttafaq Alaihi)
Tafsir 
Hadits
Dalam hadits ini terdapat dalil pengharaman 
jual beli barang-barang yang disebutkan di atas. Ada yang berpendapat bahwa 
illat (sebab) diharamkannya tiga hal tersebut adalah Najis, akan tetapi dalil-dalil yang menunjukkan najisnya 
minuman keras tidak spesifik, begitu pula dalil yang menunjukkan najisnya 
bangkai dan babi. Barang siapa yang berpendapat illat 
pengharamannya adalah najis, berarti telah menyamakan hukum haram pada jual 
beli seluruh bentuk najis. Padahal, jamaah ulama berpendapat boleh menjual 
sampah yang najis. Namun ada juga yang berpendapat bahwa hal itu boleh bagi 
pembeli, tetapi tidak bagi penjual, karena si pembeli butuh. Illat ini 
sangat lemah. Ini semua untuk mereka yang menganggap illatnya adalah 
najis. Yang nampak adalah bahwa tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa najis 
itulah illat diharamkannya hal-hal tersebut. Justru illatnya 
adalah pengharaman itu sendiri. Oleh karena itu, Rasulullah 
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Diharamkan atas 
mereka lemak", beliau menjadikan sebab haramnya barang-barang 
tersebut adalah lafazh pengharaman itu sendiri tanpa menyebutkan suatu illat 
apapun selainnya. Demikianlah dan tidak termasuk dalam kategori bangkai, 
rambut dan bulu karena asalnya memang tidak hidup sehingga tidak layak disebut 
sebagai bangkai. Ada yang mengatakan bahwa bulu adalah najis namun dapat 
dibersihkan dengan dicuci. Madzhab jumhur ulama membolehkan untuk memperjualbelikannya. 
Di antara jumhur ada yang mengecualikan bulu 
dari bangkai yang memang najis dzatnya (tidak boleh diperjual belikan). Adapun 
Illat pengharaman 
jual beli patung, ada yang mengatakan karena tidak ada manfaatnya. Ada yang 
mengatakan bahwa dikarenakan apabila ia dipotong-potong bisa bermanfaat, maka 
memperjualbelikannya pun boleh. Yang lebih tepat adalah bahwa tidak boleh 
memperjualbelikannya dalam keadaan masih berbentuk patung karena dilarang. Dan 
boleh memperjualbelikan potongannya karena sudah bukan lagi patung dan sama 
sekali tidak ada larangan memperjualbelikan potongan patung.
Saat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengungkapkan 
perihal haramnya jual beli bangkai, pendengar beranggapan ada sebagian yang 
dikecualikan dari hal yang disebutkan secara umum. Maka dari itu dia bertanya, 
"Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai", lalu dia menyebutkan tiga manfaat 
dari lemak itu. Seakan dia bermaksud mengatakan, "Beritahu saya mengenai lemak, 
apakah dikecualikan dari pengharaman atau tidak karena ia bermanfaat?" Kemudian 
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab bahwa hal tersebut juga haram dan 
beliau menjelaskan bahwa hal itu tidak keluar dari hukum tersebut. Kata ganti 
"Ia" pada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam "Tidak, ia haram", 
kembali kepada jual beli, yakni jual beli lemak bangkai (haram hukumnya). Itulah 
yang tampak. Karena pembicaraan mengarah kepada hal tersebut. Dan juga karena 
Imam Ahmad mengeluarkan hadits yang di dalamnya disebutkan, "Bagaimana 
pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai?" (Hadits)
Dan bisa juga kata ganti itu kembali kepada pemanfaatan yang 
diisyaratkan dalam ucapannya, "Karena ia bisa digunakan untuk mengecat perahu" 
sampai akhir hadits. (Maksudnya jika kata ganti itu kembali kepada 
pemanfaatannya, maka berarti memanfaatkan hal itu haram hukumnya -ed.) Sebagian besar ulama berpendapat demikian, mereka berkata, "Bangkai 
tidak boleh dimanfaatkan kecuali kulitnya bila telah disamak." Ini berdasarkan 
dalil yang telah disebutkan sebelumnya pada permulaan kitab ini. Ini termasuk 
pengecualian dari hal yang umum. Ini adalah apabila kata ganti itu kembali 
kepada pemanfaatannya. Sedang orang yang mengatakan bahwa kata ganti tersebut 
kembali kepada jual beli berdalih dengan ijma' (Konsensus/kesepakatan 
ulama) tentang bolehnya memberikan makan anjing dengan bangkai walaupun anjing 
berburu, untuk orang yang memanfaatkannya. Kamu telah mengetahui bahwa yang 
paling dekat dan mudah diterima adalah bahwa kata ganti itu kembali kepada jual 
beli. Dengan ini berarti boleh 
memanfaatkan najis secara 
mutlak, sedangkan memperjualbelikannya adalah haram. Lebih menguatkan lagi sabda 
beliau tatkala mencela perilaku orang Yahudi, "Mereka 
memprosesnya (mencairkannya) kemudian menjualnya 
dan memakan hasilnya." Ini sangat jelas 
mengarah pada larangan jual beli yang berdampak pada memakan hasil penjualannya. 
Dan apabila telah jelas bahwa yang diharamkan adalah memperjualbelikannya, maka 
memanfaatkan lemak dari bangkai dan minyak yang bernajis untuk semua keperluan 
hukumnya adalah boleh. Kecuali digunakan untuk makanan manusia dan meminyaki 
badan, keduanya diharamkan karena ada dalil yang 
mengharamkan memakan bangkai dan memakai minyak yang bernajis untuk badan. Dan 
boleh memberi makan anjing dengan lemak dari bangkai, memberi makan lebah dengan 
madu yang bernajis dan juga untuk hewan ternak. Hukum boleh melakukan itu semua 
adalah merupakan madzhab Imam Asy-Syafi'i dan dinukil oleh Al-Qadhi Iyadh dari 
Imam Malik beserta mayoritas pengikutnya dan Abu Hanifah beserta pengikutnya, 
juga Al-Laits.
Perihal bolehnya memanfaatkan najis diperkuat oleh hadits 
yang diriwayatkan oleh Ath-Thahawi bahwa Nabi Shallallahu 
Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang seekor tikus yang 
jatuh ke dalam minyak samin, beliau menjawab, 
إنْ كَانَ 
جَامِدًا فَأَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا وَإِنْ كَانَ مَائِعًا فَاسْتَصْبِحُوا بِهِ 
وَانْتَفِعُوا بِهِ
"Bila minyak itu beku, maka buanglah 
(tikus itu) dan buang minyak di sekeliling tikus itu, 
tapi bila ia cair maka gunakanlah untuk menyalakan lampu 
dan manfaatkanlah." [Musykil Al-Atsar (5354)]
Ath-Thahawi mengatakan bahwa para 
perawinya adalah tsiqat (terpercaya). Dan hadits ini juga diriwayatkan 
dari beberapa orang sahabat seperti Ali Radiyallahu Anhu, Ibnu Umar dan 
Abu Musa serta beberapa orang Tabi'in seperti Al-Qasim bin Muhammad dan Salim 
bin Abdullah. Ini jelas-jelas merupakan dalil yang kuat. Adapun 
membedakan penggunaan antara satu dengan yang lainnya tidak ada 
dalilnya, hanya pendapat semata. Adapun barang yang terkena najis, jika 
bisa dibersihkan maka tidak ada bantahan atas bolehnya diperjualbelikan. Jika 
tidak mungkin dibersihkan, maka haram memperjualbelikannya. Itulah yang 
dikatakan oleh Al-Hadawiyah dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa 
apabila sesuatu haram diperjualbelikan maka hasil jual belinya juga diharamkan. 
Dan setiap tipu muslihat yang bertujuan menghalalkan sesuatu yang haram 
merupakan kebatilan.