Nasehat Muslim
وَعَنْ ابْنِ
عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ» مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
1424. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Malu termasuk sebagian
dari iman." (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (24) dan Muslim
(36)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Al-Haya' (malu) secara bahasa berarti perubahan perasaan yang
terjadi pada seseorang karena takut dirinya dicela. Dalam syariat, malu adalah
akhlak yang mendorong seseorang untuk menjauhi perbuatan buruk dan mencegahnya
dari hal-hal yang dapat melanggar hak orang lain. Meskipun malu itu adalah
naluri namun penggunaannya menurut konteks syariat perlu disertai ilmu dan niat.
Oleh karena itu, rasa malu disebut bagian dari iman -kadang kala rasa malu itu
muncul dari sebuah usaha (muktasib), bukan naluri belaka-. Makna rasa malu
sebagai bagian dari iman adalah seorang yang memiliki rasa malu, maka rasa malu
itu akan mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, sehingga fungsinya sama
seperti iman yang dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat.
Ibnu Qutaibah berkata, "Maknanya adalah rasa malu yang ada
pada diri seseorang akan mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, sebagaimana
keimanan yang dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat. Malu juga disebut
sebagai iman karena malu menempati posisi iman dan berfungsi seperti layaknya
iman. Perasaan malu merupakan gabungan dari sifat takut dan menjaga kehormatan.
Di dalam hadits yang lain disebutkan:
«الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ وَلَا يَأْتِي إلَّا
بِخَيْرٍ»
"Perasaan malu itu tidak mendatangkan kecuali
kebaikan."
Saya katakan, "Pernyataan ini dijawab dengan pernyataan bahwa
maksud perasaan malu yang tercantum dalam hadits adalah sifat malu yang syar'i.
Sebab perasaan malu yang mengakibatkan seseorang tidak melakukan kewajiban tidak
termasuk dalam kategori malu menurut istilah syar'i. Bahkan, itu merupakan sifat
yang lemah dan terhina. Hanya saja tetap dikatakan sebagai rasa malu karena ada
kemiripan dengan sifat malu menurut istilah syar'i.
Jawaban lain: bahwa kebaikan itu lebih banyak terdapat pada
diri seorang pemalu. Atau jika seseorang memiliki sifat pemalu berarti ia
memiliki sifat yang baik, walaupun terkadang ia melakukan kekeliruan.
Al-Qurthubi berkata dalam kitab Al-Mufhim fi Syarhi
Muslim, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memiliki dua sifat malu:
Malu muktasib (malu melakukan perbuatan maksiat) dan malu ghariizi
(tabiat atau naluri). Sifat malu ghariizi yang ada pada diri beliau
menyebabkan beliau lebih pemalu daripada seorang perawan yang berada di tempat
pingitannya. Sedangkan sifat malu muktasib membawa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam kepada derajat yang paling tinggi.
Subulussalam, Syarh Bulughul Maram
nasehat-muslim blogpsot co id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar