Laman

Sabtu, 16 November 2019

Sombong adalah Menolak Kebenaran dan Merendahkan Orang Lain

Hasil gambar untuk sombong muslim.or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ، وَاخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللَّهَ، وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ» أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ.
1411. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa merasa dirinya besar dan sombong gaya berjalannya niscaya ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan Dia marah kepadanya." (HR. Al-Hakim dan para perawinya tsiqah)
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Di antara makna timbangan tafaa'ala adalah faa'ala, seperti kata tawaanaitu artinya wanaitu dan di dalam makna tersebut mengandung arti mubaalaghah (sangat). Inilah makna yang dimaksud oleh hadits. Yakni barangsiapa yang menganggap dirinya besar karena ada perasaan lebih berhak untuk diagungkan melebihi pengagungan yang diberikan kepada orang lain. Padahal sepantasnya orang tersebut mendapatkan penghinaan dan tidak pantas untuk mendapatkan pengagungan. Boleh jadi makna kata ta'aazhama adalah ta'azhzhama dengan mentasydidkan huruf zha', artinya seseorang yang merasa dirinya agung. Seperti kata takabbara artinya merasa dirinya besar. Atau bisa juga sesuai dengan timbangan tafa'ala yang berarti istafala, artinya minta agar dirinya diagungkan. Makna ini sepadan dengan makna takabbara. Menurut Al-Mahdi dalam Kitab Takmilatul Ahkaam: kibr artinya merasa kalau dirinya berhak untuk diagungkan melebihi pengagungan yang diberikan kepada orang lain. Padahal sepantasnya orang tersebut mendapatkan penghinaan dan tidak pantas untuk mendapatkan pengagungan.

Diriwayatkan oleh Muslim, Al-Hakim dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنًا قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ»
"Tidak akan masuk surga seorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Seorang lelaki bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sepatu yang bagus?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan suka akan keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain." [Shahih: Muslim 91]
Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah bersikap sombong terhadap kebenaran sehingga ia tidak menganggap hal itu sebagai suatu kebenaran. Pendapat lain mengatakan bahwa maknanya adalah bersikap sombong terhadap kebenaran sehingga ia enggan menerima kebenaran tersebut.

An-Nawawi Rahimahullah berkata, "Merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain dan memandang sebelah mata terhadap mereka, menolak dan ingkar terhadap kebenaran karena yakin kalau dirinya lebih tinggi dan dikarenakan kesombongan yang ada pada dirinya.

Dalam riwayat Al-Hakim tercantum dengan lafazh,
بَطَرَ الْحَقَّ وَازْدَرَى النَّاسَ
"Menolak kebenaran dan suka menghina orang lain."
Makna batharal haq adalah menolak dan membangkang terhadap kebenaran.
Ghamthun naas dengan menfathahkan huruf ghain, mensukunkan huruf mim dan diikuti dengan huruf tha', artinya menghina dan meremehkan orang lain. Demikian tafsiran yang dicantumkan oleh Al-Hakim sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Mundziri.
Lafazh man diriwayatkan dengan mengkasrahkan huruf mim yang berarti huruf jar dan dengan memfathahkan huruf mim berarti termasuk dalam isim maushul. Penjelasan yang disebutkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwa kesombongan yang dimaksud hadits tidak berkaitan dengan keyakinan, tetapi hanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap kebenaran karena perasaan sombong dan merasa dirinya lebih agung serta meremehkan orang lain.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Az-Zawaajir, "Kesombongan itu boleh jadi muncul di dalam batin dan sifat ini sudah ada pada jiwa seseorang. Sifat ini lebih tepat disebut dengan istilah kibr. Atau kesombongan adalah sikap angkuh yang muncul dalam tindak-tanduk seseorang dan merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam batin seseorang. Jadi, apabila kesombongan ini terlihat dalam tindak-tanduk, maka disebut dengan istilah takabbur. Akan tetapi, jika tidak terlihat atau hanya terpendam di dalam batin saja, maka disebut kibr. Pada asalnya sombong merupakan tabiat hawa nafsu yang akan merasa puas jika ia memperlihatkan dirinya lebih tinggi dibandingkan orang yang ia rendahkan. Oleh karena itu, sikap takabbur ini akan terwujud jika ada sesuatu yang disombongkan dan ada orang yang direndahkan. Kriteria ini yang membedakan antara takabbur dengan 'ujub (kagum terhadap diri sendiri) karena 'ujub tidak butuh kepada orang lain. Sebab boleh jadi sifat 'ujub itu senantiasa ada walaupun sedang sendirian. Berbeda halnya dengan sikap takabbur. 'Ujub hanyalah perasaan yang menganggap besar sesuatu yang ada pada dirinya. Apabila ia merasa sesuatu yang ia anggap besar itu lebih besar dibandingkan sesuatu yang ada pada orang lain maka ini disebut kibr.” Berjalan dengan gaya yang angkuh juga termasuk dalam kategori takabbur. Gaya jalan yang angkuh di-athaf-kan sifat 'ujub merupakan peng-athaf-an satu jenis kesombongan terhadap jenis kesombongan yang lain, seperti ucapan: barangsiapa yang memiliki dua sifat sombong ini, maka ia berhak mendapat ancaman yang tercantum dalam hadits. Akan tetapi, tidak berarti jika seseorang hanya memiliki satu jenis saja, ia tidak mendapat ancaman. Sebab ada hadits lain yang mencela sikap takabbur secara mutlak. Hadits di atas menunjukkan haramnya bersikap takabbur karena hal itu akan mengundang kemurkaan Allah Ta'ala.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar