Laman

Rabu, 27 November 2019

Siapa Mencelakakan Muslim niscaya Allah akan Mencelakakanya dan Siapa Menyusahkan Muslim niscaya Allah akan Membuatnya Susah

Hasil gambar untuk muslim.or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي صِرْمَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ شَاقَّ مُسْلِمًا شَقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ» أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ، وَحَسَّنَهُ.
1402. Dan Abu Shirmah Radhiyallahu Anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa mencelakakan seorang muslim niscaya Allah akan mencelakakan dirinya. Dan barangsiapa menyusahkan seorang muslim niscaya Allah akan membuatnya susah." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia menghasankannya)
[Hasan: Abu Daud 3635]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
Dari Abu Shirmah (dengan mengkasrahkan huruf shad dan mensukunkan huruf ra’, ia dikenal dengan kuniyahnya dan para ulama berselisih pendapat dalam menentukan namanya. Ia berasal dari Bani Mazin bin An-Najjar dan ikut dalam perang Badar serta perang-perang berikutnya). Ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa mencelakakan seorang muslim niscayaAllah akan mencelakakan dirinya. Dan barangsiapa menyusahkan seorang muslim niscaya Allah akan membuatnya susah." Hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia menghasankannya.

Tafsir Hadits
Barangsiapa yang merusak harta seorang muslim, atau dirinya dan kehormatannya tanpa alasan syar'i, maka Allah akan mencelakakannya. Yakni akan membalasnya dengan perbuatan yang sama. Al-masyaqqatu artinya Al-munaaza'ah yakni barangsiapa menentang seorang muslim dengan cara yang zhalim dan melampaui batas, maka Allah akan mencelakakannya dan menyusahkannya sebagai balasan atas perbuatannya. Hadits di atas merupakan peringatan keras terhadap orang yang menyakiti seorang muslim dengan cara apa pun.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Selasa, 26 November 2019

Allah Membenci Orang yang Keji dan Kotor Katanya

Hasil gambar untuk muslim.or.id puasa

Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ» أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
1403. Diriwayatkan dari Abu Darda' Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah membenci orang yang keji dan kotor kata-katanya." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan olehnya)
[Shahih: At-Tirmidzi (2002)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Al-bughdhu (kebencian) lawan dari mahabbah (kecintaan). Maksud Allah membenci hamba-Nya adalah Allah akan menurunkan siksaan-Nya dan tidak memuliakan si hamba. Al-badzii-i dengan timbangan fa'il dari kata al-badzaa-u artinya perkataan kotor yang mana hal ini bukanlah sifat seorang mukmin.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Jumat, 22 November 2019

Mukmin Tidak Mencela, Mengutuk, Berbuat Keji dan Berkata Kotor

Hasil gambar untuk muslim.or.id orang tua


Nasehat Muslim


وَلَهُ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - رَفَعَهُ «لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ، وَلَا اللَّعَّانِ، وَلَا الْفَاحِشِ، وَلَا الْبَذِيءِ» وَحَسَّنَهُ. وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ، وَرَجَّحَ الدَّارَقُطْنِيُّ وَقْفَهُ.
1404. Diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu secara marfu'dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela dan suka mengutuk serta bukan pula orang yang keji dan kotor kata-katanya.” (Hadits ini dihasankan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Hakim. Akan tetapi, Ad-Daraquthni menguatkan riwayat mauqufhya -dari perkataan Ibnu Mas'ud-)
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Ath-Tha'nu artinya as-sabbu (mencela), dikatakan: tha'na fi 'irdhihi artinya mencela kehormatannya. Al-li'aan: isim fa'il dengan bentuk mubaalaghah (menunjukkan arti: sering) dengan timbangan fa'aal artinya banyak mengutuk. Bukan berarti dapat diambil kesimpulan dari hadits tersebut bahwa mencaci sekali-sekali hukumnya boleh. Sebab melaknat itu tetap diharamkan, baik dilakukan sekali-sekali maupun sering.
Hadits ini mengabarkan bahwa mencaci dan melaknat bukanlah sifat seorang muslim. Terkecuali laknat tersebut ditujukan kepada orang kafir, peminum khamar dan orang-orang yang telah dilaknat Allah dan rasul-Nya.


Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Jangan Kalian Mencaci Orang yang Sudah Mati

Hasil gambar untuk muslim.or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إلَى مَا قَدَّمُوا» أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.
1405. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha ia berkata: "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Janganlah kalian mencaci orang-orang yang sudah mati. Karena mereka telah mendapatkan ganjaran atas apa yang telah mereka lakukan." (HR. Al-Bukhari)
[Shahih: Al Bukhari 6056 dan Muslim 105]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Larangan mencela mayit ini bersifat umum, yang mencakup mayat orang kafir maupun yang lainnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan alasannya karena mereka telah mendapatkan ganjaran atas apa yang telah mereka lakukan. Dengan demikian urusan mereka sepenuhnya diserahkan kepada Allah Ta'ala. Lafazh hadits ini telah berlalu penjelasannya dalam kitab jenazah.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Rabu, 20 November 2019

Tidak akan Masuk Surga Orang yang Suka Mengadu Domba

Hasil gambar untuk muslim.or.id shalat malam


Nasehat Muslim

وَعَنْ حُذَيْفَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
1406. Dari Hudzaifah Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba." (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (6056) dan Muslim (105)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Hudzaifah Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba."
Qattaat artinya yaitu orang yang suka melakukan namimah atau adu domba. Ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan tipis antara qattaat dan nammaam. Nammam (tukang namimah) adalah orang yang bergabung dengan satu kaum yang sedang berbincang, lalu ia beberkan pembicaraan tersebut, padahal mereka tidak suka pembicaraan itu dibeberkan. Adapun qattaat adalah orang yang menguping pembicaraan satu kaum, sementara mereka tidak mengetahuinya kemudian ia beberkan pembicaraan tersebut kepada orang lain.
Tafsir Hadits
Makna namiimah yang sebenarnya adalah menceritakan ucapan seseorang kepada orang lain untuk merusak hubungan mereka.
Al-Ghazali berkata, "Definisi namiimah adalah membeberkan sesuatu yang dibenci jika dibeberkan, baik berita yang tidak disukai oleh yang mendapat berita maupun yang dibenci oleh orang yang punya sumber berita. Baik pembeberan tersebut berupa kode-kode, isyarat, tulisan ataupun dengan anggukan. Ghazali juga berkata, "Makna namiimah adalah membeberkan rahasia dan menyingkap sesuatu tentang seseorang yang tidak ia senangi. Jika ada yang melihat seseorang menyembunyikan harta pribadinya lantas rahasia itu diungkap kepada orang lain, maka hal ini termasuk namiimah.
Saya katakan, "Boleh jadi kasus yang di atas tidak termasuk dalam katagori namiimah, akan tetapi termasuk menyebarkan rahasia seseorang dan ini juga hukumnya haram.
Ada beberapa hadits yang berbicara tentang namiimah, seperti yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang marfu' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«لَيْسَ مِنَّا ذُو حَسَدٍ وَلَا نَمِيمَةٍ وَلَا كِهَانَةٍ وَلَا أَنَا مِنْهُ، ثُمَّ تَلَا قَوْله تَعَالَى: {وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا} [الأحزاب: 58] »
"Tidak termasuk golongan kami orang yang memiliki perasaan dengki, pengadu domba, tukang tenung dan aku tidak termasuk kelompok orang seperti ini." Kemudian beliau membaca firman Allah Ta'ala, "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat...”
Diriwayatkan oleh Ahmad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ إذَا رُءُوا ذُكِرَ اللَّهُ، وَشَرُّ عِبَادِ اللَّهِ الْمَشَّاءُونَ بِالنَّمِيمَةِ الْبَاغُونَ لِلْبُرَآءِ الْعَيْبَ وَيَحْشُرُهُمْ اللَّهُ مَعَ الْكِلَابِ»
"Sebaik-baik hamba Allah adalah jika ia diperlihatkan sesuatu, ia akan ingat kepada Allah dan seburuk-buruk hamba Allah adalah orang yang suka mengadu domba dan berbuat aniaya terhadap orang yang tidak bersalah. Mereka ini akan dibangkitkan oleh Allah dengan wajah seperti wajah anjing.” 
Dan hadits-hadits lainnya.
Terkadang namimah berhukum wajib apabila ia mendengar seseorang berniat hendak mencelakakan orang lain, atau hendak bertindak zhalim dan dendam terhadap seseorang, maka wajib baginya untuk mengingatkan orang yang menjadi target perbuatan jahat tersebut agar ia waspada. Jika memungkinkan, ia boleh mengabarkannya tanpa menyebutkan orangnya. Akan tetapi, jika hal itu tidak mungkin, maka ia wajib menyebutkan namanya.
Hadits di atas menunjukkan besarnya dosa pelaku namiimah. Al-Hafizh Al-Mundziri berkata, "Umat Islam sepakat bahwa namiimah hukumnya haram dan termasuk salah satu dosa besar di sisi Allah Ta'ala. Menurat Al-Ghazaali, namiimah tidak dianggap sebagai dosa besar kecuali jika dilakukan dengan niat merusak hubungan."

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Minggu, 17 November 2019

Penguping pembicaraan Kaum yang Mereka Tidak Menyukainya, akan Dituang Timah ke Telinganya di Hari Kiamat

Hasil gambar untuk muslim.or.id shalat malam


Nasehat Muslim

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ تَسَمَّعَ حَدِيثَ قَوْمٍ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، صُبَّ فِي أُذُنَيْهِ الْآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» يَعْنِي: الرَّصَاصَ. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ
1409. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa menguping pembicaraan satu kaum sementara mereka tidak suka kepadanya maka akan dituangkan aanuk (timah) ke dalam dua telinganya pada hari kiamat. Aanuk artinya timah." (HR. Al-Bukhari)
[Shahih: Al-Bukhari (7042)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa menguping pembicaraan satu kaum sementara mereka tidak suka kepadanya maka akan dituangkan aanuk (menfathahkan dan memanjangkan huruf hamzah dan mendhammahkan huruf nun) ke dalam dua telinganya pada hari kiamat. Aanuk artinya timah." (Kalimat Aanuk artinya timah, ia merupakan kalimat mudraj atau kalimat yang disisipkan di dalam hadits untuk menafsirkan kata tersebut). HR. Al-Bukhari. Demikian yang tercantum dalam naskah kitab Bulughul Maram dengan kata tasamma' dengan huruf ta' dan mentasydidkan huruf mim. Adapun Lafazh yang tercantum dalam riwayat Al-Bukhari adalah manistama'a.
Tafsir Hadits
Hadits di atas menunjukkan haramnya menguping pembicaraan seseorang yang tidak suka didengar percakapannya. Hal ini dapat diketahui dari gerak-geriknya ketika berbicara atau diketahui langsung dari penyataannya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufraad dari Sa'id Al-Maqbari, ia berkata, "Ketika aku berpapasan dengan Ibnu Umar Radhiyallaahu Anhuma yang pada saat itu sedang berbicara dengan seorang laki-laki, aku datang mendekati mereka berdua. Lantas ia menepuk dadaku seraya berkata, "Apabila kamu melihat dua orang sedang berbicara, maka kamu jangan dekati mereka hingga kamu meminta izin kepada keduanya."
Ibnu Abdil Barr Rahimahullah berkata, "Tidak boleh bagi seseorang ikut nimbrung dengan dua orang yang sedang berbicara empat mata."
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Tidak boleh ikut nimbrung mendengar pembicaraan mereka walaupun ia duduk jauh dari mereka kecuali jika mereka berdua mengizinkan. Sebab memulai pembicaraan dengan cara rahasia menunjukkan bahwa mereka tidak suka kalau ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka berdua. Terkadang sebagian orang memiliki pemahaman yang tajam, dengan mendengar sedikit saja dari pembicaraan mereka, ia dapat memahami isi pembicaraan mereka. Oleh karena itu, ia harus mengetahui apakah mereka ridha ataukah tidak. Terkadang karena sungkan mereka terpaksa memberikan izin, padahal sebenarnya mereka tidak suka kalau pembicaraan mereka terdengar oleh orang lain. Termasuk dalam kategori menguping pembicaraan orang lain; seperti mencium-cium bau, menyentuh kain dan mencari berita dari anak-anak kecil tentang apa yang diucapkan dan yang dilakukan sebuah keluarga atau jiran tetangga. Adapun apabila orang yang bertakwa membawa berita tentang sebuah kemungkaran, maka ia boleh menyergapnya dan boleh juga nguping sebuah pembicaraan untuk mencegah perbuatan mungkar tersebut.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Sabtu, 16 November 2019

Sombong adalah Menolak Kebenaran dan Merendahkan Orang Lain

Hasil gambar untuk sombong muslim.or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ، وَاخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللَّهَ، وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ» أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ.
1411. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa merasa dirinya besar dan sombong gaya berjalannya niscaya ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan Dia marah kepadanya." (HR. Al-Hakim dan para perawinya tsiqah)
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Di antara makna timbangan tafaa'ala adalah faa'ala, seperti kata tawaanaitu artinya wanaitu dan di dalam makna tersebut mengandung arti mubaalaghah (sangat). Inilah makna yang dimaksud oleh hadits. Yakni barangsiapa yang menganggap dirinya besar karena ada perasaan lebih berhak untuk diagungkan melebihi pengagungan yang diberikan kepada orang lain. Padahal sepantasnya orang tersebut mendapatkan penghinaan dan tidak pantas untuk mendapatkan pengagungan. Boleh jadi makna kata ta'aazhama adalah ta'azhzhama dengan mentasydidkan huruf zha', artinya seseorang yang merasa dirinya agung. Seperti kata takabbara artinya merasa dirinya besar. Atau bisa juga sesuai dengan timbangan tafa'ala yang berarti istafala, artinya minta agar dirinya diagungkan. Makna ini sepadan dengan makna takabbara. Menurut Al-Mahdi dalam Kitab Takmilatul Ahkaam: kibr artinya merasa kalau dirinya berhak untuk diagungkan melebihi pengagungan yang diberikan kepada orang lain. Padahal sepantasnya orang tersebut mendapatkan penghinaan dan tidak pantas untuk mendapatkan pengagungan.

Diriwayatkan oleh Muslim, Al-Hakim dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنًا قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ»
"Tidak akan masuk surga seorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Seorang lelaki bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sepatu yang bagus?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan suka akan keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain." [Shahih: Muslim 91]
Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah bersikap sombong terhadap kebenaran sehingga ia tidak menganggap hal itu sebagai suatu kebenaran. Pendapat lain mengatakan bahwa maknanya adalah bersikap sombong terhadap kebenaran sehingga ia enggan menerima kebenaran tersebut.

An-Nawawi Rahimahullah berkata, "Merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain dan memandang sebelah mata terhadap mereka, menolak dan ingkar terhadap kebenaran karena yakin kalau dirinya lebih tinggi dan dikarenakan kesombongan yang ada pada dirinya.

Dalam riwayat Al-Hakim tercantum dengan lafazh,
بَطَرَ الْحَقَّ وَازْدَرَى النَّاسَ
"Menolak kebenaran dan suka menghina orang lain."
Makna batharal haq adalah menolak dan membangkang terhadap kebenaran.
Ghamthun naas dengan menfathahkan huruf ghain, mensukunkan huruf mim dan diikuti dengan huruf tha', artinya menghina dan meremehkan orang lain. Demikian tafsiran yang dicantumkan oleh Al-Hakim sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Mundziri.
Lafazh man diriwayatkan dengan mengkasrahkan huruf mim yang berarti huruf jar dan dengan memfathahkan huruf mim berarti termasuk dalam isim maushul. Penjelasan yang disebutkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwa kesombongan yang dimaksud hadits tidak berkaitan dengan keyakinan, tetapi hanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap kebenaran karena perasaan sombong dan merasa dirinya lebih agung serta meremehkan orang lain.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Az-Zawaajir, "Kesombongan itu boleh jadi muncul di dalam batin dan sifat ini sudah ada pada jiwa seseorang. Sifat ini lebih tepat disebut dengan istilah kibr. Atau kesombongan adalah sikap angkuh yang muncul dalam tindak-tanduk seseorang dan merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam batin seseorang. Jadi, apabila kesombongan ini terlihat dalam tindak-tanduk, maka disebut dengan istilah takabbur. Akan tetapi, jika tidak terlihat atau hanya terpendam di dalam batin saja, maka disebut kibr. Pada asalnya sombong merupakan tabiat hawa nafsu yang akan merasa puas jika ia memperlihatkan dirinya lebih tinggi dibandingkan orang yang ia rendahkan. Oleh karena itu, sikap takabbur ini akan terwujud jika ada sesuatu yang disombongkan dan ada orang yang direndahkan. Kriteria ini yang membedakan antara takabbur dengan 'ujub (kagum terhadap diri sendiri) karena 'ujub tidak butuh kepada orang lain. Sebab boleh jadi sifat 'ujub itu senantiasa ada walaupun sedang sendirian. Berbeda halnya dengan sikap takabbur. 'Ujub hanyalah perasaan yang menganggap besar sesuatu yang ada pada dirinya. Apabila ia merasa sesuatu yang ia anggap besar itu lebih besar dibandingkan sesuatu yang ada pada orang lain maka ini disebut kibr.” Berjalan dengan gaya yang angkuh juga termasuk dalam kategori takabbur. Gaya jalan yang angkuh di-athaf-kan sifat 'ujub merupakan peng-athaf-an satu jenis kesombongan terhadap jenis kesombongan yang lain, seperti ucapan: barangsiapa yang memiliki dua sifat sombong ini, maka ia berhak mendapat ancaman yang tercantum dalam hadits. Akan tetapi, tidak berarti jika seseorang hanya memiliki satu jenis saja, ia tidak mendapat ancaman. Sebab ada hadits lain yang mencela sikap takabbur secara mutlak. Hadits di atas menunjukkan haramnya bersikap takabbur karena hal itu akan mengundang kemurkaan Allah Ta'ala.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Jumat, 15 November 2019

Pelaknat Tidak akan Menjadi Saksi dan Ahli Syafaat pada Hari Kiamat

Hasil gambar untuk muslim.or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إنَّ اللَّعَّانِينَ لَا يَكُونُونَ شُفَعَاءَ، وَلَا شُهَدَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
1414. Diriwayatkan dari Abu Darda' Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang suka melaknat tidak akan menjadi saksi dan tidak akan menjadi ahli syafaat pada hari kiamat." (HR. Muslim)
[shahih, Muslim (2598)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Telah berlalu pembicaraan tentang laknat. Orang yang sering melaknat tidak akan mendapatkan izin untuk memberikan syafaat pada hari kiamat kelak. Yakni, mereka tidak diizinkan memberikan syafaat di saat orang-orang mukmin lainnya memberikan syafaat kepada saudara-saudara mereka.
Makna, "Tidak menjadi saksi" artinya tidak akan menjadi saksi atas para rasul yang telah menyampaikan risalah kepada umat-umat mereka. Ada yang mengatakan: tidak diterima persaksiannya semasa di dunia karena kefasikannya. Sebab banyak melaknat membuktikan bahwa ia menganggap remeh urusan agama. Ada juga yang berpendapat: mereka tidak mendapatkan anugerah pahala mati syahid, padahal ia tewas di medan jihad fi sabilillah. Menurut sebagian ulama, Lafazh hari kiamat dikaitkan dengan izin memberikan syafaat saja. Mungkin juga berkaitan dengan syafaat dan syahadah. Maksudnya persaksiannya tidak diterima semasa di dunia dan di akhirat kelak ia tidak tertulis sebagai orang yang mendapatkan pahala atas persaksian benar yang ia berikan. Demikian juga ia tidak mendapatkan pahala mati syahid.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Rabu, 13 November 2019

Celakalah Orang yang Bercerita lalu Berdusta agar Orang Lain tertawa

Hasil gambar untuk muslim.or.id



Nasehat Muslim

وَعَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، ثُمَّ وَيْلٌ لَهُ» أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ، وَإِسْنَادُهُ قَوِيٌّ
1416. Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Celakalah orang yang bercerita lalu berdusta supaya orang-orang yang mendengarnya tertawa. Celakalah atas mereka kemudian celakalah atas mereka!" (HR. Ats-Tsalasah dengan sanad yang kuat)
[hasan, Dawud (4990)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu Anhu (Mu'awiyah bin Haidah sebagaimana yang pernah disinggung) bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Celakalah orang yang bercerita lalu berdusta supaya orang-orang yang mendengarnya tertawa. Celakalah atas mereka kemudian celakalah atas mereka!" Diriwayatkan oleh imam yang tiga dengan sanad yang kuat (Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi dan dihasankan oleh At-Tirmidzi)

Al-wail artinya halaak (celaka) dirafa'kan karena posisinya sebagai mubtada' dan khabarnya adalah jar majrur. Boleh juga mubtada'nya dinakirahkan karena sama seperti kalimat salaamun 'alaikum. Banyak hadits-hadits lain yang mengharamkan dusta secara mutlak seperti hadits yang akan datang. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«إيَّاكُمْ، وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إلَى الْفُجُورِ، وَالْفُجُورَ يَهْدِي إلَى النَّارِ»
"Dan jauhilah perkataan dusta, karena dusta dapat menyeret kepada kejahatan dan kejahatan dapat menyeret pelakunya ke neraka."
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Kitab Shahihnya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«إيَّاكُمْ، وَالْكَذِبَ، فَإِنَّهُ مَعَ الْفُجُورِ وَهُمَا فِي النَّارِ»
"Jauhilah perkataan dusta karena perkataan dusta itu seiring dengan perbuatan jahat dan keduanya tempatnya di neraka."
Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan hadits yang sama.
Ahmad meriwayatkan dari hadits Ibnu Luhai'ah:
«مَا عَمَلُ أَهْلُ النَّارِ؟ قَالَ الْكَذِبُ، فَإِنَّ الْعَبْدَ إذَا كَذَبَ فَجَرَ، وَإِذَا فَجَرَ كَفَرَ، وَإِذَا كَفَرَ دَخَلَ النَّارَ»
"Apakah amalan penduduk neraka?" Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "(Amalan penduduk neraka) adalah berkata dusta,-jika ia berdusta maka akan diiringi dengan perbuatan jahat Jika ia berbuat jahat maka akan membuatnya menjadi kafir dan apabila ia kafir maka ia akan masuk ke dalam neraka.”
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam sebuah hadits yang cukup panjang tentang mimpi yang dilihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Di antaranya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«رَأَيْت اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي قَالَا لِي الَّذِي رَأَيْته يَشُقُّ شَدْقَهُ فَكَذَّابٌ يَكْذِبُ الْكَذِبَةَ تُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ»
"Pada suatu malam aku dibawa oleh dua orang laki-laki yang telah mendatangi aku dan keduanya berkata, "Lelaki yang kamu lihat mulutnya robek itu adalah seorang pendusta. Ia berdusta dan dustanya tersebut dibawa hingga mencapai ufuq.” 
Banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan tentang masalah ini.

Tafsir Hadits
Hadits di atas menunjukkan haramnya berkata dusta hanya untuk membuat orang lain tertawa. Ini adalah larangan yang bersifat khusus dan hukum mendengarkannya juga haram apabila ia mengetahui bahwa orang tersebut berdusta. Karena sikap ini termasuk mendiamkan kemungkaran. Bahkan ia wajib untuk mengingkari perbuatan tersebut atau paling tidak ia harus beranjak dari tempat itu karena dusta termasuk salah satu perbuatan dosa besar.
Ar-Rauyani dari kalangan ulama yang bermadzhab Asy-Syafi'i berkata, "Dusta termasuk salah satu perbuatan dosa besar. Barangsiapa dengan sengaja berdusta, maka persaksiannya tidak akan diterima walaupun dustanya itu tidak berbahaya bagi orang lain. Karena bagaimanapun kondisinya, dusta itu tetap diharamkan."
Al-Mahdi berkata, "Dusta tidak termasuk salah satu perbuatan dosa besar."
Saya katakan, "Penetapan secara umum bahwa dusta bukan termasuk salah satu perbuatan dosa besar merupakan pendapat yang kurang tepat. Sebab berdusta atas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, atau memudharatkan seorang muslim atau memudharatkan orang kafir mu'ahad merupakan dosa besar.
Di dalam kitab Al-lhya', Al-Ghazali membagi hukum dusta kepada wajib, mubah dan haram. Apabila sebuah niat yang baik dapat dicapai dengan dua cara, yakni dengan cara yang jujur dan dengan cara dusta maka menggunakan cara dusta hukumnya adalah haram. Jika tidak ada cara lain selain berdusta maka hukumnya, boleh apabila tujuan tersebut hukumnya boleh. Namun, apabila tujuan itu hukumnya wajib maka berdusta hukumnya juga wajib, misalnya: dengan berdusta dapat menyelamatkan jiwa seseorang. Atau khawatir terhadap benda titipan orang dari jamahan penguasa yang zhalim, maka wajib hukumnya untuk mengatakan tidak tahu dan bersumpah walaupun dusta. Apabila target peperangan tidak akan tercapai kecuali dengan cara berdusta, atau tidak ada cara lain untuk mendamaikan dua orang yang bersengketa atau untuk menarik hati pelaku jahat kecuali dengan cara berdusta, maka dusta di sini hukumnya mubah. Demikian juga jika seseorang melakukan perbuatan zina, atau minum khamar lantas penguasa menanyakan hal itu kepadanya maka ia boleh menjawab, "Aku tidak melakukannya."
Kemudian ia juga berkata, "Dalam kasus seperti ini selayaknya dipertimbangkan mana mudharat yang lebih besar antara bersikap jujur dan berdusta. Apabila dengan bersikap jujur akan menimbulkan mudharat yang lebih besar, maka ia boleh berkata dusta. Namun, apabila sebaliknya atau ada keraguan mana mudharat yang lebih besar, maka haram hukumnya berkata dusta. Apabila kasus tersebut berkaitan dengan dirinya sendiri, maka sebaiknya ia berkata jujur. Apabila hal ini berkaitan dengan orang lain, maka tidak baik jika ia bersikap toleran terhadap hak orang lain dan sikap yang bijak adalah tidak berbohong selagi hal itu dibolehkan.
Ketahuilah bahwa para ulama telah sepakat bolehnya berbohong pada tiga hal, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya. Ibnu Syihab berkata, "Aku tidak pernah mendengar adanya dispensasi dalam perkataan dusta, kecuali pada tiga hal: ketika berperang, untuk mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa, pembicaraan seorang suami dengan isterinya dan pembicaraan isteri terhadap suaminya."
Iyadh berkata, "Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang tiga hal ini." Diriwayatkan oleh Ibnu Najjar dari An- Nawas bin Sam'an dengan sanad yang marfu', Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«الْكَذِبُ يُكْتَبُ عَلَى ابْنِ آدَمَ إلَّا فِي ثَلَاثٍ: الرَّجُلُ يَكُونُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ لِيُصْلَحَ بَيْنَهُمَا، وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا بِذَلِكَ، وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ»
"(Dosa) dusta dituliskan pada anak Adam kecuali dalam tiga hal: 1) Seorang yang sedang mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa. 2) Seorang suami yang berbicara dengan isterinya untuk menyenangkan hati isterinya. 3) Dan dusta yang dilakukan di medan pertempuran."
Ketahuilah bahwa ketiga hal di atas dibolehkan demi untuk meraih persatuan dan untuk mencapai kemaslahatan. Perhatikan bagaimana hikmah dan kecintaan Allah terhadap persatuan hati sehingga Dia mengharamkan namimah (adu domba) walaupun isi namimah itu benar. Sebab perbuatan namimah akan merusak hati, menimbulkan permusuhan dan persengketaan. Allah membolehkan dusta walaupun hukum asalnya adalah haram untuk menyatukan hati, menumbuhkan kecintaan dan memberantas permusuhan

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Jumat, 01 November 2019

Tinggalkan Berdebat

Hasil gambar untuk muslimah.or.id meninggalkan karena allah


Nasehat Muslim

وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «أَبْغَضُ الرِّجَالِ إلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
1418. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penentangannya lagi lihai bersilat lidah." (HR. Muslim)
[shahih, Muslim (2668)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penentangannya lagi lihai bersilat lidah."
Aladdu diambil dari kata ladiidi al-waadi artinya menghindarkannya. Al-khashim artinya sangat bermusuhan dan berusaha untuk menghujat lawannya. Letak kaitannya adalah setiap kali ia berhujjah dengan sebuah argumen, ia pun akan mengambil sisi lainnya. Banyak hadits-hadits yang mencantumkan celaan terhadap pertengkaran. Di antaranya hadits berikut,
«مَنْ جَادَلَ فِي خُصُومَةٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَمْ يَزَلْ فِي سُخْطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ»
"Barangsiapa yang mendebat lawannya dengan tanpa ilmu maka Allah akan senantiasa marah pada dirinya hingga ia meninggalkan perdebatan tersebut." [Shahih: Abi Dawud (3597)]
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia berkata, "Hadits gharib."
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallaahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
كَفَى بِك إثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُخَاصِمًا
"Cukuplah menjadi dosa untukmu selama kamu terus menjadi pendebat.”[Dhaif: At Tirmidzi 1994]
Dari konteks hadits-hadits tersebut dapat diketahui bahwa perdebatan adalah perbuatan tercela walaupun ia berada pada kebenaran.
An-Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Adzkaar, "Apabila engkau katakan: seorang manusia harus melakukan perdebatan untuk mendapatkan haknya. Maka jawabannya adalah sebagaimana yang dijawab oleh Al-Ghazali bahwa celaan tersebut ditujukan hanya kepada orang yang berdebat untuk membela kebatilan tanpa didasari oleh ilmu seperti layaknya seorang wakil hakim. Artinya ia ditugaskan memutuskan suatu kasus, sementara ia belum mengetahui pihak mana yang benar. Termasuk juga seorang yang menuntut haknya, namun tidak terbatas hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhannya saja. Tetapi ia menampakkan permusuhan, berdusta, dan menyakiti lawannya. Demikian halnya dengan perdebatan yang dilakukan hanya untuk mengalahkan dan menjatuhkan lawan debatnya.
Contoh lain seperti seorang yang mengucapkan kalimat-kalimat yang menyakiti lawan debat, padahal untuk mendapatkan hakiiya, ucapan-ucapan tersebut tidak diperlukan. Perdebatan-perdebatan seperti ini dicela oleh syar'i. Berbeda halnya dengan seorang yang terzhalimi, ia mempertahankan argumentasinya dengan aturan syar'i, tidak keras kepala dan tidak pula terlalu menghujat hingga di luar batas kebutuhan dan juga tidak menyakitkan lawannya dengan tindakan yang ia lakukan. Debat seperti ini tidaklah tercela dan tidak pula diharamkan. Hanya saja sebaiknya meninggalkan perdebatan jika ada cara lain yang dapat ditempuh. Di dalam sebagian buku-buku madzhab Asy-Syafi'i tertera bahwa tidak diterima persaksian orang-orang yang banyak melakukan perdebatan. Karena hal itu terlihat buruk dalam pandangan masyarakat, bukan di karenakan perdebatan termasuk perbuatan maksiat.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id