Laman

Sabtu, 24 Agustus 2019

Membela Kehormatan Saudara tanpa Diketahui niscaya Allah Menghindarkan Wajahnya dari Neraka

Hasil gambar untuk muslim.or.id ikhlas

Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ بِالْغَيْبِ رَدَّ اللَّهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَحَسَّنَهُ
1428. Diriwayatkan dari Abu Ad-Darda' Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa membela kehormatan saudaranya tanpa diketahui olehnya niscaya Allah akan menghindarkan wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti." (HR. At-Tirmidzi dan dihasankan olehnya)
[Shahih: At Tirmidzi 1931]
وَلِأَحْمَدَ مِنْ حَدِيثِ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ نَحْوُهُ.
1429. Dan menurut riwayat Ahmad dari hadits Asma' binti Yazid yang semakna dengannya.
[shahih, Shahih Al-Jami' (6420)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Kedua hadits di atas menunjukkan keutamaan membela kehormatan saudaranya yang sedang digunjing oleh orang yang ada di dekatnya dan tindakan pembelaan ini hukumnya wajib. Sebab perkara ini termasuk dalam bab mengingkari perbuatan yang mungkar. Oleh karena itu, bagi yang tidak melakukannya akan mendapatkan ancaman sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Dunya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ مِنْ عِرْضِهِ إلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ»
"Tidak ada seorang pun yang membiarkan muslim yang lain yang sedang dicoreng kehormatan dan dirusak nama baiknya kecuali Allah akan membiarkannya juga pada saat-saat ia sangat butuh pertolongan dari-Nya. Dan tidak ada seorang pun yang menolong seorang muslim yang sedang dicoreng kehormatan dan dirusak nama baiknya kecuali Allah juga akan menolongnya pada saat-saat ia sangat butuh pertolongan dari-Nya.” [Dha'if: Abu Dawud (4884)]
Diriwayatkan oleh Abu Syaikh bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللَّهُ عَنْهُ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَتَلَا رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: {وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
"Barangsiapa yang  membela kehormatan saudaranya maka Allah  akan membelanya dari api neraka pada hari kiamat kelak." Lantas Rasulullah SAW membaca firman Allah SWT: “Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
Diriwayatkan Abu Daud dan Abu Syaikh bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
«مَنْ حَمَى عِرْضَ أَخِيهِ فِي الدُّنْيَا بَعَثَ اللَّهُ لَهُ مَلَكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِيهِ مِنْ النَّارِ»
"Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya semasa di dunia dan pada hari kiamat kelak Allah akan mengutus malaikat untuk melindunginya dari siksaan api neraka.' [Hasan: Abu Daud 4883]
Diriwayatkan oleh Al-Ashbahani bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«مِنْ اُغْتِيبَ عِنْدَهُ أَخُوهُ فَاسْتَطَاعَ نُصْرَتَهُ فَنَصَرَهُ نَصَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَإِنْ لَمْ يَنْصُرْهُ أَذَلَّهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ»
"Barangsiapa yang mendengar saudaranya sedang digunjing oleh orang yang ada di dekatnya sementara ia mampu membelanya lantas ia bela, maka Allah akan membelanya di dunia dan di akhirat. Akan tetapi, jika ia mampu membelanya namun ia tidak melakukannya maka Allah akan menghinakannya di dunia dan di akhirat.{Dhaif: Dhaif Al Jami' 5458]
Bahkan di dalam hadits-hadits yang lain tercantum bahwasanya orang yang mendengarkan gunjingan termasuk dalam kelompok orang-orang yang melakukan gunjingan itu sendiri. Oleh karena itu, bagi yang mengetahui saudaranya digunjing, sementara ia berada di tempat tersebut, maka wajib baginya untuk melakukan salah satu dari tindakan berikut:
1.      Membela kehormatan saudaranya walaupun dengan cara mengalihkan ke pembicaraan lain.
2.      Atau pergi meninggalkan tempat bergunjing tersebut. 
3.      Atau mengingkarinya di dalam hati.
4.      Atau membenci pembicaraan tersebut.
Sebagian ulama mengategorikan sikap diam ketika mendengar gunjingan berlangsung termasuk salah satu dari dosa besar karena adanya hadits yang mengancam sikap seperti ini dan juga termasuk dalam ancaman orang yang tidak mengingkari kemungkaran. Secara hukum ia termasuk dalam kelompok orang yang sedang melakukan gunjingan itu sendiri, walaupun dari segibahasa dan syar'i tidak disebut bergunjing.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Senin, 19 Agustus 2019

Sedekah Tidak Mengurangi Harta, Memaafkan akan Ditambah Kemuliaan & Tawadhu akan Ditinggikan Derajat

Hasil gambar untuk muslim.or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
1430. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sedekah tidak akan mengurangi harta. Tidaklah Allah tambahkan bagi seorang hamba yang suka memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu' terhadap orang lain karena Allah melainkan Allah Ta'ala akan meninggikan derajatnya." (HR. Muslim)
[shahih, Muslim (2588)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Para ulama menafsirkan kalimat "tidak mengurangi harta" dengan dua tafsiran:
1.      Allah akan memberkati hartanya, akan menghindarkannya dari kerugian sehingga kekurangan yang terjadi dalam bentuk kongkrit ditutupi oleh Allah dengan keberkahan yang abstrak.
2.      Si pelaku akan mendapatkan ganjaran pahala dari sedekah sebagai pengganti berkurangnya harta yang ia sedekahkan. Jadi, seolah-olah sedekah itu tidak pernah mengurangi hartanya, karena Allah akan menuliskan untuknya kebaikan yang dilipatgandakan mulai dari sepuluh kali lipat hingga lipat ganda yang lebih banyak. Menurut saya (Ash-Shan'ani): ada makna yang ketiga yaitu:
3.      Atau Allah akan menggantikan kembali harta yang telah ia sedekahkan sehingga hartanya tidak terlihat berkurang. Bahkan boleh jadi hartanya akan bertambah- banyak dari yang semula. Ini semua berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya...."(QS.Saba':39). Hal ini dapat dibuktikan dari realita dan pengalaman.
Sabda beliau, "Tidaklah Allah tambahkan bagi seorang hamba yang suka memaafkan melainkan kemuliaan," merupakan dorongan untuk senantiasa memberikan maaf kepada orang yang menyakiti dirinya dan tidak membalasnya dengan perbuatan jelek yang sama, walaupun hal itu dibolehkan. Allah Ta'ala berfirman,
{فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
"Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (QS. Asy-Syuura': 40)
Demikian juga Allah akan memasukkan rasa hoimat dan mulia di hati masyarakat terhadap seorang yang pemaaf. Karena dengan penilaian yang adil dapat diperkirakan bahwa orang seperti ini akan dihormati dan terjaga serta dimuliakan. Di samping itu, ada kemungkinan juga tidak akan membuat seseorang bertambah mulia. Untuk menampik kemungkinan-kemungkinan tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menegaskan bahwa memberikan maaf pasti akan menambah kemuliaan seseorang.
Sabda beliau, "Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu' terhadap orang lain karena Allah," yakni karena mengharap sesuatu yang telah disiapkan Allah untuk orang-orang yang tawadhu'.”Melainkan Allah Ta'ala akan meninggikan derajatnya," Ini merupakan dalil bahwa sikap tawadhu' atau rendah hati adalah yang menjadikan sebab naiknya derajat seseorang secara mutlak, baik di dunia maupun di akhirat.
Hadits ini memberikan dorongan untuk banyak bersedekah, memberikan maaf dan bersikap rendah hati karena sikap-sikap ini merupakan inti dari akhlak yang mulia

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Jumat, 16 Agustus 2019

Tebar Salam, Sambunglah Silaturahim, Berilah Makan, Shalat Malam niscaya Masuk Surga dengan Selamat

Hasil gambar untuk muslim.or.id syukur


Nasehat Muslim

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ» أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
1431. Dari Abdullah bin Sallam Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, sambunglah hubungan silaturahim, berilah makan, shalatlah pada malam hari sewaktu orang-orang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan olehnya)
[Shahih: At-Tirmidzi (2485)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Makna ifsyaa' dari segi bahasa adalah memperlihatkan. Maksudnya menyebarkan salam kepada orang yang dikenal dan orang yang tidak dikenal.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Amr:
«أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْت وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ»
bahwasanya seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Wahai Rasulullah, amalan apa dalam Islam yang paling baik?" Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "Kamu memberikan makanan kepada orang lain dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal. [shahih, Al-Bukhari (12) dan Muslim (39)]
Dalam memberikan salam hendaknya ucapan tersebut terdengar oleh orang yang diberi salam. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Adab Al-Mufrad dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, "Apabila kamu mengucapkan salam maka perdengarkanlah ucapan salammu, sebab hal itu merupakan penghormatan yang datang dari Allah."
An-Nawawi berkata, "Paling tidak orang yang mengucapkan salam harus memperdengarkan ucapannya tersebut kepada orang yang diberi salam. Jika tidak, berarti ia belum melaksanakan sunnah. Jika ia ragu apakah suaranya sudah terdengar ataukah belum, maka ia harus memperjelas ucapan salamnya. Apabila ia memasuki tempat yang penghuninya sebagian sedang teijaga dan sebagian lagi sedang tidur, maka sunnahnya ia mengucapkan salam dengan suara yang dapat didengar oleh orang yang sedang terjaga dan tidak sampai membangunkan orang yang sedang tidur sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Al-Miqdaad: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah datang pada malam hari, lalu beliau mengucapkan salam dengan suara yang dapat didengar oleh orang yang sedang terjaga dan tidak sampai membangunkan orang yang sedang tidur. Jika beliau berpapasan dengan sekelompok orang maka beliau mengucapkan salam kepada mereka semua. Makruh hukumnya mengucapkan hanya untuk orang-orang tertentu saja, karena itu akan menimbulkan persengketaan. Islam mensyariatkan ucapan salam untuk menumbuhkan perasaan cinta dan untuk mempersatukan hati.
Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam!"
Disyariatkan mengucapkan salam ketika hendak bangkit dari majlis sebagaimana disy ariatkannya mengucapkan salam ketika masuk dalam suatu majlis. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An- Nasa'i dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
 «إذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فَلْيُسَلِّمْ وَإِذَا قَامَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتْ الْأُولَى أَحَقَّ مِنْ الْآخِرَةِ»
"Apabila salah seorang kalian duduk (di suatu majlis) hendaklah ia mengucapkan salam dan jika ia bangkit (hendak meninggalkan majlis) maka hendaklah ia mengucapkan salam. Tidaklah salam yang pertama lebih utama dari pada salam yang kedua."
Makruh hukumnya atau haram hukumnya mengucapkan salam hanya dengan memberikan isyarat atau dengan anggukan kepala berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa'i dengan sanad yang baik dari Jabir Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«لَا تُسَلِّمُوا تَسْلِيمَ الْيَهُودِ فَإِنَّ تَسْلِيمَهُمْ بِالرُّءُوسِ وَالْأَكُفِّ»
"Janganlah kalian memberikan salam seperti salamnya orang Yahudi. Karena orang Yahudi memberikan salam dengan isyarat tangan dan anggukan kepala.” [hasan, Shahih Al-Jami' (3727)]
Hukum ini dikecualikan ketika mengerjakan shalat. Dalam beberapa hadits tercantum bahwa apabila ada yang mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sementara beliau sedang shalat, maka beliau menjawabnya dengan isyarat. Pembahasan masalah ini telah kami jelaskan pada Bab Syarat Sahnya Shalat. Jika tempatnya berjauhan, tidak mungkin untuk memperdengarkan ucapan salam, maka dibolehkan dengan menggunakan isyarat.
Ibnul Daqiq berkata, "Perintah untuk menyebarkan salam dijadikan dalil bagi pendapat yang mengatakan bahwa memulai ucapan salam itu hukumnya wajib. Pendapat ini dibantah: jika memulai ucapan salam itu hukumnya fardhu 'ain, maka akan menyulitkan kaum muslimin, sementara syariat itu ringan dan mudah untuk diamalkan. Atas alasan ini, maka hukum memulai salam hukumnya mustahab."
An-Nawawi berkata, "Mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal menunjukkan keikhlasan amal karena Allah dan menunjukkan sikap rendah hati. Menyebarkan salam merupakan salah satu dari syiar dari umat Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam."
Ibnu Baththal berkata, "Mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal merupakan pembuka percakapan guna menciptakan suasana akrab, sehingga menumbuhkan persaudaraan di antara sesama orang-orang mukmin dan untuk menghapuskan kerenggangan antara yang satu dengan yang lainnya.
Mengenai silaturrahmi dan memberikan makanan telah dibicarakan secara panjang lebar. Memberi makan di sini mencakup semua orang yang wajib ia beri nafkah dan orang yang harus ia beri makan walaupun kebiasaan itu ditmjau dari sisi adat dan tradisi masyarakat. Seperti memberi sedekah kepada orang yang meminta makanan dan lain-lain. Makna perintah di dalam hadits adalah melakukannya lebih utama daripada meninggalkannya. Dengan demikian hukumnya mencakup hukum wajib dan mandub (sunnah).
Perintah untuk melaksanakan shalat malam pada sabda beliau, "laksanakanlah shalat malam," ada yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah shalat Isya' dan yang dimaksud dengan sabda beliau, "sewaktu orang-orang tidur," adalah orang Yahudi dan Nashrani, karena mereka tidak shalat pada saat itu. Di samping itu, shalat malam di sini juga mencakup shalat sunnah pada malam hari.
Sabda beliau, "niscaya kalian akan masuk jannah dengan selamat," adalah pemberitahuan bahwa semua ini merupakan amalan yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga. Dan shalat malam merupakan sebab seorang hamba mendapatkan taufiq dari Allah Ta'ala dan sebab terhindarnya dari perbuatan-perbuatan yang dapat membuatnya celaka serta mendapatkan husnul khatimah (menutup usia dengan cara yang baik).

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Sabtu, 10 Agustus 2019

Nasehat pada Umat Islam Muslim adalah Membimbing Mereka Meraih Kemaslahatan Agama dan Dunia

Hasil gambar untuk muslim.or.id alquran


Nasehat Muslim

وَعَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «الدِّينُ النَّصِيحَةُ - ثَلَاثًا قُلْنَا: لِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُولِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
1432. Dari Tamim Ad-Dari Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Agama adalah nasehat" -tiga kali- Kami bertanya, "Untuk siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin dan segenap kaum muslimin." (HR. Muslim)
[Shahih: Muslim 55]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Tamim Ad-Dari Radhiyallahu Anhu (ia adalah Abu Ruqayyah Tamim bin Aus bin Kharijah. Ia dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama Dar. Dikatakan Ad-Dairi nisbat kepada Dair sebelum datangnya agama Islam. Sebelum memeluk agama Islam, ia beragama Nasrani dan tidak ada disebutkan nama Daari atau Dairi di dalam Kitab Shahihain dan Kitab Al-Muwaththa', kecuali Tamiim. Ia masuk Islam pada tahun ke sembilan Hijriyah. Ia mampu mengkhatamkan Al-Qur'an dalam satu rakaat dan terkadang ia mengulang-ulang satu ayat dalam satu malam hingga subuh menjelang. Ia tinggal di Madinah, lalu pindah ke Syam. Ia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang kisah bertemunya dengan al-jassaasah dan jaddal yang ia alami sendiri. Kisah ini termasuk kisah yang diriwayatkan oleh shahabat senior dari shahabat junior. Haditsnya tidak tercantum dalam riwayat Muslim kecuali hadits ini dan Al-Bukhari tidak ada meriwayatkan haditsnya), ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Agama adalah nasehat" -tiga kali- (yakni beliau ucapkan tiga kali). Kami bertanya: "Untuk siapa wahai Rasulullah?" (yakni siapa yang berhak mendapat nasehat tersebut, wahai Rasulullah?) Beliau menjawab: "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin dan segenap kaum muslimin." Hadits riwayat Muslim)
Tafsir Hadits
Hadits ini sangat agung dan para ulama berkomentar, "Hadits ini adalah salah satu dari empat hadits yang menjadi prinsip agama Islam. An-Nawawi berkata, "Tidak seperti yang mereka sebutkan, akan tetapi hadits ini merupakan poros tempat beredarnya kaidah-kaidah agama Islam."
Al-Khaththabi berkata, "Nasehat adalah kata yang mengandung makna yang cukup komplek. Artinya, memberikan keberuntungan kepada orang yang diberi nasehat. Beliau memberitahukan bahwa agama ini seluruhnya adalah nasehat karena nasehatlah yang menjadi tiang dan pilar bagi agama."
Maksud, "nasehat untuk Allah" adalah mengimani-Nya, menampik semua sekutu bagi Allah, tidak mengingkari sifat-sifat-Nya, mensifatkan Allah dengan sifat-sifat yang sempurna dan mulia, menyucikan-Nya dari segala sifat kurang, menyucikan-Nya dari penisbatan kepada hal-hal yang buruk, menaati-Nya, tidak berbuat maksiat, cinta dan benci karena Allah, memberi loyalitas hanya kepada orang yang menaati-Nya, memusuhi orang yang mendurhakai-Nya dan sifat lainnya yang wajib pada Dzat Allah. Al-Khaththabi berkata, "Semua nasehat ini akan bermanfaat untuk diri hamba itu sendiri. Karena Allah tidak membutuhkan nasehat makhluk-Nya."
Maksud, "Nasehat untuk kitab-Nya," adalah mengimani bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah yang berasal dari Allah, menghalalkan apa yang disebutkan halal dalam Al-Qur'an dan mengharamkan apa yang disebutkan haram dalam Al-Qur'an, menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk, merenungi makna-maknanya, membacanya sesuai dengan kaidahnya, mengambil peringatan-peringatannya, memikirkan ancaman-ancamannya, dan memahami isinya.
Maksud, "Nasehat kepada rasul," adalah mempercayai apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, mengikuti segala perintah dan larangan beliau, mengagungkan hak beliau, menghormati beliau, baik ketika masih hidup maupun setelah wafat, mencintai apa saja yang beliau perintahkan untuk dicintai seperti perintah beliau agar mencintai keluarga dan shahabat-shahabat beliau, mempelajari, dan mengamalkan sunnah-sunnah beliau serta menyebarkan, mendakwahkan, dan membela sunnah beliau.
Maksud, "Nasehat kepada pemimpin kaum muslimin," adalah membantu mereka dalam menegakkan kebenaran, mematuhi mereka dalam perkara yang benar, memberikan saran kepada mereka dengan cara yang baik serta mempraktekkannya, mengingatkan mereka akan kebutuhan kaum muslimin, menasehati mereka agar bersikap lembut dan adil serta meninggalkan perbuatan batil dan zhalim, menghapuskan tindak kekerasan dan. anarkis.
Al-Khaththabi berkata, "Di antara bentuk nasehat terhadap pemimpin kaum muslimin adalah shalat di belakang mereka dan jihad bersama mereka."
Sebab-sebab kebaikan dari masing-masing pembagian ini terlalu banyak dan tidak mungkin untuk dibatasi. Ada pendapat yang mengatakan: jika yang dimaksud pemimpin umat Islam di sini adalah para ulama, maka cara menasehati mereka adalah dengan menerima fatwa mereka, menghormati, dan menjadikan mereka sebagai panutan. Pemimpin yang dimaksud dalam hadits mencakup penguasa dan ulama, karena sebutan pemimpin yang sebenarnya ditujukan kepada penguasa dan ulama.
Maksud, "Nasehat kepada segenap kaum muslimin," adalah membimbing mereka untuk meraih kemaslahatan agama dan dunia mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan apa saja yang tidak mereka ketahui, menyuruh mereka berbuat makruf dan melarang mereka berbuat mungkar dan Lain-lain.
Pembicaraan tentang masing-masing bagian ini kemungkinan akan terlalu panjang dan apa yang telah kita singgung itu sudah cukup. Pembahasan panjang lebar tentang masalah ini telah kami cantumkan dalam kitab Syarh Al-Jaami' Ash-Shaagir.
Ibnu Baththal berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa nasehat juga disebut sebagai din dan Islam. Din disebutkan untuk amalan dan perkataan." Ia juga berkata, "Nasehat itu hukumnya fardhu kifayah, jika ada orang yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban tersebut. Dan nasehat itu merupakan suatu keharusan yang disesuaikan dengan kesanggupan masing-masing individu. Jika seseorang mengetahui bahwa nasehatnya akan diterima, perintahnya akan dipatuhi dan dirinya aman dari hal-hal yang tidak ia inginkan maka ia harus memberikan nasehatnya. Akan tetapi, jika ia khawatir akan disakiti, maka ia boleh memilih antara menasehati atau tidak. Allahu a'lam.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Kamis, 08 Agustus 2019

Perkara Paling Banyak Memasukkan ke Surga adalah Takwa dan Akhlak Terpuji

Hasil gambar untuk muslim.or.id alquran

Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ» أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ.
1433. DariAbuHurairahRadhiyallahuAnhuberkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi zva Sallam bersabda, "Perkara yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang terpuji." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
[Hasan: At Tirmidzi 2001]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini menunjukkan betapa agungnya ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang mulia. Takwa kepada Allah adalah melaksanakan kewajiban dan menghindarkan diri dari perbuatan buruk. Barangsiapa melaksanakan kewajiban tersebut dan tidak melakukan perbuatan maksiat, maka hal itu merupakan sebab terbesar masuknya seseorang ke dalam surga. Adapun berkenaan dengan akhlak yang mulia, telah berlalu penjelasannya.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Rabu, 07 Agustus 2019

Yahudi Mengetahui Kebenaran namun Tidak Mengamalkannya

Hasil gambar untuk muslim,or.id


Nasehat Muslim

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
"Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan yang dimurkai dan bukan yang sesat" (Surat Al-Fatihah: 7)

Jalan orang yang dimurkai Allah adalah orang yahudi karena mengetahui kebenaran namun tidak mengamalkannya.

مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ ۚ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ 
"Orang-orang (yahudi) yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi dan orang yang menyembah thaghut, mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus"  (Surat Al-Maidah: 60)


تفسير القرآن العظيم — ابن كثير
Tafsir Alqur'an Al'adzim, Ibnu Katsir





nasehat-muslim blogpsot co id

Mukmin Berbaur dengan Manusia dan Bersabar Menghadapi Gangguan Mereka

Hasil gambar untuk muslim,or.id


Nasehat Muslim

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ، وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنْ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ» أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ، وَهُوَ عِنْدَ التِّرْمِذِيِّ إلَّا أَنَّهُ لَمْ يُسَمِّ الصَّحَابِيَّ
1436. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Mukmin yang berbaur dengan manusia dan sabar menghadapi gangguan mereka lebih baik daripada mukmin yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar menghadapi gangguan mereka." (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi hanya saja beliau tidak menyebutkan nama shahabat yang meriwayatkannya)
[Shahih: Ibnu Majah 3273]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini menunjukkan keutamaan seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat hingga ia mampu menyuruh mereka berbuat makruf dan melarang mereka berbuat mungkar serta bergaul dengan mereka dengan cara yang baik. Mukmin seperti ini lebih baik dari pada mukmin yang mengasingkan diri dan tidak sabar bergaul dengan masyarakat. Hanya saja hukum ini tergantung pada kondisi dan situasi masing-masing individu. Bagi siapa yang merasa mengasingkan diri itu lebih selamat untuk agamanya maka ia juga memperoleh keutamaan sebagaimana yang ditunjukkan dalam sebuah hadits. 

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Pahala Berakhlaq Mulia

Hasil gambar untuk muslim.or.id akhlaq

Nasehat Muslim

وَعَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْت خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي» رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
1437. Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya Allah, elokkanlah perangaiku sebagaimana engkau mengelokkan wajahku." (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
[Shahih: Mawarid Zhaman 2473]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya Allah, elokkanlah perangaiku (kata khalqi dengan memfathahkan huruf kha' dan mensukunkan huruf lam) sebagaimana engkau mengelokkan wajahku (kata khalqi dengan mendhamahkan huruf kha' dan lam). HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.  

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah hamba Allah yang paling elok wajahnya dan paling mulia akhlaknya. Permohonan seperti ini dipanjatkan sebagai tanda syukur terhadap anugerah yang telah diberikan Allah serta permohonan agar nikmat tersebut tetap berkesinambungan. Permohonan ini juga berfungsi untuk memberi pengajaran terhadap umat.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Selasa, 06 Agustus 2019

Mentaati Allah dan Rasul akan Bersama Nabi

Hasil gambar untuk muslim.or.id nikmat

Nasehat Muslim

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
"Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan yang dimurkai dan bukan yang sesat" (Surat Al-Fatihah: 7)


Allah ta'ala memberikan nikmat kepada Nabi, Shidiqin, orang yang mati syahid, orang shalih dan orang yang mentaati Allah dan Rasul.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (Surat Annisa: 69)

تفسير القرآن العظيم — ابن كثير
Tafsir Alqur'an Al'adzim, Ibnu Katsir





nasehat-muslim blogpsot co id

Allah Menyertai Hamba yang Mengingat-Nya dan Bergerak Bibirnya Menyebut-Nya

Hasil gambar untuk muslim.or.id kekayaan

Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا مَعَ عَبْدِي مَا ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ» أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ، وَذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا.

1438. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman, "Aku selalu menyertai hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan bergerak kedua bibirnya menyebut-Ku." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan disebutkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq)
[Shahih: Ibnu Majah (3074)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Allah Ta'ala berkata, "Aku selalu menyertai hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan bergerak kedua bibirnya menyebut-Ku.”Hadits riwayat Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan disebutkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq. Dalam hadits riwayat Al-Bukhari tercantum dengan lafazh, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: «أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْته فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْته فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْت إلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْت إلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْته هَرْوَلَةً»
"Allah Ta'ala berfirman, "Aku akan bersikap seperti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia menyebut nama-Ku di hadapan khalayak ramai maka Aku akan menyebutnya di hadapan khalayak yang lebih baik dari itu. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku akan mendekat kepada-Nya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dengan cara berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan cara berlari."
Kebersamaan di sini adalah kebersamaan yang sifatnya khusus. Hal ini menunjukkan betapa agungnya keutamaan dzikir kepada Allah. Allah akan senantiasa bersama orang yang mengingat-Nya dengan cara menurunkan rahmat dan kasih sayang-Nya, memberikan pertolongan-Nya dan ridha terhadap apa yang dilakukan hamba-Nya.
Ibnu Abi Jumrah berkata, "Aku dekat dengannya sesuai dengan kadar keikhlasan niatnya ketika berdzikir kepada-Ku." Kemudian ia juga berkata, "Dapat juga ditafsirkan dengan dzikir di dalam hati atau dengan lisan atau keduanya sekaligus, atau maksudnya melaksanakan perintahnya dan menjauhkan larangannya. Menurut keterangan hadits, dzikir itu terbagi menjadi dua macam:
1.      Yang diucapkan dan pahalanya diberikan kepada si pelaku, sebagaimana yang terkandung dalam hadits.
2.      Mengingat Allah di dalam hati.
Adapun yang pertama berdasarkan firman Allah Ta'ala:
{فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ}
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Az-Zalzalah: 7)
Dan yang kedua berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
«مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلَاتُهُ عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ لَمْ يَزْدَدْ مِنْ اللَّهِ إلَّا بُعْدًا»
"Barangsiapa yang shalatnya tidak dapat menghalanginya dari perbuatan keji dan mungkar maka hal itu akan membuatnya bertambah jauh dari Allah.”
Akan tetapi, ketika ia melakukan maksiat lantas ia teringat kepada Allah kemudian timbul rasa cemas dan takutnya kepada Allah, maka diharapkan hal itu akan mendekatkan dirinya kepada Allah. 

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Minggu, 04 Agustus 2019

Tidaklah Bani Adam Mengerjakan Amalan yang Lebih Menyelamatkan dari Azab Allah selain Dzikrullah Mengingat Allah

Gambar terkait


Nasehat Muslim

وَعَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ عَمَلًا أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ» أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَالطَّبَرَانِيُّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ.
1439. Dari Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah bani Adam mengerjakan suatu amalan yang lebih mampu menyelamatkan dirinya dari azab Allah selain daripada dzikrullah." (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Ath-Thabrani dengan sanad hasan)
[shahih, Shahih Al-Jami' (5644)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini merupakan salah satu dalil yang menunjukkan tentang keutamaan dzikir, yang dzikir adalah penyebab terkuat yang dapat menyelamatkan seorang hamba dari siksaan hari akhirat dan juga akan menyelamatkannya dari siksaan dunia serta semua perkara yang menakutkan. Oleh karena itu, Allah Ta'ala menggabungkan perintah untuk tetap teguh dalam menghadapi pertempuran dan berjihad melawan musuh dengan perintah untuk berdzikir kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
{إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا}
"Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Anfaal: 45)

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Kaum Duduk dalam Majelis Mengingat Allah melainkan Rahmat akan Tercurah atas Mereka

Hasil gambar untuk muslim.or.id taqwa


Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ، إلَّا حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ، وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
1440. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah suatu kaum duduk dalam majelis, mereka berdzikir mengingat Allah di dalamnya melainkan para malaikat akan menaungi mereka, rahmat akan tercurah atas mereka dan Allah akan memuji mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya." (HR. Muslim)
[shahih, Muslim (2700)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini menunjukkan tentang keutamaan majelis dzikir dan orang-orang yang berdzikir serta keutamaan berkumpul untuk mengingat Allah Ta'ala.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda:
«أَنَّ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا»
"Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari-cari orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan kaum yang berdzikir mengingat Allah, mereka saling memanggil, "Kemarilah kalian semua, inilah yang kalian cari." Maka mereka pun menaunginya dengan sayap-sayap mereka hingga mencapai langit dunia.” [Shahih: Al Bukhari 6045]
Hadits ini menunjukkan keutamaan majlis dzikir yang akan dihadiri oleh para malaikat, yang sebelumnya mereka berkeliling mencari majelis tersebut.
Yang dimaksud dengan dzikir adalah tasbih, tahlil, tahmid, takbir, tahmid, tilawah Al-Qur'an dan lain-lain. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«إنَّهُ تَعَالَى يَسْأَلُ مَلَائِكَتَهُ مَا يَصْنَعُ الْعِبَادُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ فَيَقُولُونَ يُعَظِّمُونَ آلَاءَك، وَيَتْلُونَ كِتَابَك وَيُصَلُّونَ عَلَى نَبِيِّك وَيَسْأَلُونَك لِآخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ»
"Sesungguhnya Allah Ta'ala bertanya kepada malaikatnya, "Apa yang sedang dilakukan para hamba?" Sebenarnya Allah lebih mengetahui tentang para hamba. Para malaikat berkata, "Mereka mengagungkan segala nikmat-Nya, membaca kitab-Mu, bershalawat kepada Nabi-Mu dan memohon untuk kepentingan akhirat dan dunia mereka."
Sebenarnya makna hakiki dari dzikir adalah dzikir dengan lisan, sehingga lidah pun mendapatkan pahala dan tidak harus dipahami maknanya. Yang menjadi syarat penting adalah keikhlasan niat kepada Allah. Akan lebih baik apabila diseimbangkan antara dzikir hati dan lidah. Kemudian, di. samping adanya keseimbangan antara lisan dan hati, akan lebih sempurna lagi jika ia memahami makna dzikir yang mencakup semua pengagungan Allah dan menafikan semua sifat-sifat kurang bagi Allah. Demikian juga halnya jika terjadi pada amalan-amalan lainnya seperti shalat, jihad, puasa dan Lain-lain. Jadi, apabila semua itu benar dan dilakukan ikhlas karena Allah, berarti sudah mencapai kesempurnaan yang tinggi.

Al-Fakhrur Razi berkata, "Maksud berdzikir dengan lisan adalah mengucapkan lafazh tasbih dan tahmid. Dan yang dimaksud dengan dzikir dengan hati adalah memikirkan keagungan dzat dan sifat-sifat Allah serta berfikir tentang dalil-dalil hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan sehingga dapat disimpulkan suatu hukum. Termasuk juga memikirkan rahasia-rahasia ciptaan Allah Ta'ala.

Maksud dzikir dengan anggota badan adalah menyibukkan diri dengan melakukan berbagai ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, Allah Ta'ala menyebutkan ibadah shalat sebagai dzikir. Allah Ta'ala berfirman,
{فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ}
"Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah...." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Sebagian orang-orang arif berpendapat bahwa dzikir itu dilakukan dari tujuh sisi: dzikir mata dengan menangis, dzikir lisan dengan mengucapkan pujian-pujian kepada Allah Ta'ala, dzikir telinga dengan mendengar (perkara-perkara yang baik), dzikir kedua tangan dengan cara memberi, dzikir badan dengan cara memenuhi kewajiban, dzikir hati dengan perasaan takut dan harap, dzikir ruh dengan berserah diri dan ridha. Ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa dzikir adalah sebaik-baik amalan dan amalan yang paling komplek, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Abu Darda' bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا: بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ»
"Maukah kamu aku beritahu amalan yang terbaik dan yang paling suci di sisi Tuhan kalian, yang dapat meninggikan derajat kalian, lebih baik dari pada berinfaq emas dan perak dan lebih baik dari pada bertemu dengan musuh kalian lantas kalian penggal leher mereka dan mereka penggal leher kalian?" Para shahabat menjawab, "Tentu!"Beliau menjawab, "Dzikrullah."
Hadits shahih ini tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang mencantumkan tentang keutamaan jihad dan menunjukkan bahwa jihad lebih utama daripada dzikir. Sebab dzikir yang dimaksud adalah dzikir lisan dan hati, merenungkan maknanya dan merasakan keagungan Allah Ta'ala. Ini semua lebih utama daripada jihad, sementara jihad itu sendiri lebih utama daripada dzikir yang hanya dilakukan dengan lidah.

Ibnul 'Arabi berkata, "Tidak ada satu amalan shalih pun kecuali dzikir menjadi syarat sahnya amalan tersebut. Barangsiapa yang tidak mengingat Allah ketika bersedekah, berpuasa, shalat dan haji berarti amalannya tidaklah sempurna. Dari sisi ini dzikir lebih baik dari amalan itu sendiri dan hal ini diisyaratkan oleh hadits:
«نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ»
"Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalan yang ia lakukan."

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Sabtu, 03 Agustus 2019

Duduk di Majelis tanpa Dzikir Mengingat Allah dan Tanpa Shalawat melainkan jadi Penyesalan di Hari Kiamat

Hasil gambar untuk muslim.or.id

Nasehat Muslim

عَنْهُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَا قَعَدَ قَوْمٌ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ» أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَقَالَ: حَسَنٌ.
1441. Darinya (Abu Hurairah) Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah suatu kaum duduk di sebuah majelis tanpa berdzikir mengingat Allah di dalamnya dan tidak bershalawat atas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melainkan akan menjadi penyesalan atas mereka pada hari Kiamat nanti." (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, "Hadits ini hasan.")
[shahih: At Tirmidzi 3380]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Darinya (Abu Hurairah) Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah suatu kaum duduk di sebuah majelis tanpa berdzikir mengingat Allah di dalamnya dan tidak bershalawat atas nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melainkan akan menjadi penyesalan atas mereka pada hari Kiamat nanti." Hadits riwayat At-Tirmidzi dan ia berkata: "Hadits ini hasan." (....jika Allah mau, Dia akan mengadzabnya atau mengampuni dosanya). Diriwayatkan oleh Ahmad dengan lafazh,
«مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ تَعَالَى فِيهِ إلَّا كَانَ عَلَيْهِ تِرَةً، وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَمْشِي طَرِيقًا فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ تَعَالَى إلَّا كَانَ عَلَيْهِ تِرَةً، وَمَا مِنْ رَجُلٍ أَوَى إلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إلَّا كَانَ عَلَيْهِ تِرَةً»
"Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majlis sedangkan mereka tidak mengingat Allah di dalamnya melainkan akan menjadi penyesalan bagi mereka. Dan tidaklah seorang berjalan sementara ia tidak mengingat Allah Azza wa Jalla melainkan akan menjadi penyesalan bagi dirinya. Dan tidaklah seorang laki-laki beranjak ke peraduannya tanpa mengingat Allah kecuali akan menjadi penyesalan bagi dirinya."
Dalam riwayat lain tercantum,
إلَّا كَانَ عَلَيْهِ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَإِنْ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"... kecuali akan menjadi penyesalan bagi dirinya pada hari kiamat kelak, walaupun mereka masuk surga dikarenakan pahalanya."
At-tirah dengan huruf ta' yang berbaris kasrah lalu diikuti oleh huruf ra' artinya hasrah (penyesalan). Ibnu Atsir berpendapat: at-tirah artinya kekurangan.
Tafsir Hadits
Hadits di atas menunjukkan wajibnya berdzikir kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika berada di suatu majlis karena adanya ancaman terhadap orang yang tidak mengerjakannya. Apalagi ada yang menafsirkan kata at-tiirah tersebut dengan makna api neraka atau azab, bahkan ada yang mentafsirkan dengan kedua makna tersebut sekaligus. Ancaman azab tidak akan mungkin ditimpakan kecuali dikarenakan seseorang telah meninggalkan perkara yang wajib atau karena melanggar sesuatu yang diharamkan.
Jadi, zhahir hadits menunjukkan bahwa dzikir kepada Allah dan shalawat terhadap Nabi hukumnya wajib. Para ulama pernah menghitung tempat-tempat dibacakannya shalawat Nabi sebanyak 46 tempat. Abul Aliyah berkata, "Maksud Allah bershalawat kepada Nabi-Nya adalah Allah memujinya di hadapan para, malaikat. Dan makna shalawat malaikat kepada Nabi adalah mendoakannya untuk mendapatkan pujian dan kemuliaan. Memang ada pendapat lainnya, hanya saja pendapat inilah yang terbaik."
Ada pendapat lain: Shalawat Allah kepada' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah memuliakannya dan memberikan tambahan kehormatan untuk beliau, sementara shalawat Allah terhadap selain Nabi adalah memberikan rahmat-Nya kepada mereka. Adapun makna ucapan kita, "Allaahumma shalli 'ala Muhammad maknanya, "Ya Allah, berilah keagungan kepada Muhammad. Makna keagungan di sini adalah meninggikan sebutannya, menjayakan agamanya, memberi kesinambungan terhadap syariat yang dibawanya semasa di dunia dan memberikan ganjaran kepada beliau di akhirat nanti, memberinya izin untuk memberikan syafaat kepada umatnya dan syafaat terbesar kepada seluruh umat manusia pada tempat yang terpuji.
Adapun keikutsertaan para keluarga dan isteri beliau dalam penyebutan shalawat maksudnya agar mereka diberi kehormatan yang layak untuk mereka. Dengan ini, jelaslah adanya sisi pengkhususan shalawat kepada para Nabi yang tidak diberikan kepada yang lain. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas Radhiyallaahu Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«إذَا صَلَّيْتُمْ عَلَيَّ فَصَلُّوا عَلَى أَنْبِيَاءِ اللَّهِ تَعَالَى بَعَثَهُمْ كَمَا بَعَثَنِي»
"Apabila kalian bershalawat kepadaku maka ucapkan juga terhadap para Nabi Allah, karena Allah telah mengutus mereka sebagaimana Allah mengutusku.”
Dalam hadits ini, beliau menyebutkan bahwa shalawat tersebut diberikan karena tugas mereka sebagai utusan Allah. Ini artinya shalawat tersebut khusus untuk orang-orang yang diutus oleh Allah saja.
Diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, "Aku tidak mengetahui ada orang yang berhak mendapatkan shalawat kecuali Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam." Dikatakan bahwa penyataan ini juga dipegang oleh Malik dan ia berkata, "Kita melakukannya sebagai ibadah." Al-Qadhi Iyadh berkata, "Mayoritas ulama berpendapat boleh mengucapkan shalawat untuk selain para nabi dan aku sendiri lebih condong kepada pendapat Malik." Ini juga pendapat para muhaqqiq dari ahli kalam dan para pakar ilmu fikih. Mereka berkata, "Untuk selain para nabi disebutkan dengan ucapan Radhiyallahu Anhu, tidak dengan ucapan shalawat. Ucapan shalawat kepada selain para nabi tidak diketahui sebelumnya. Ucapan ini muncul pada masa Daulah Bani Hasyim, yakni ditujukan khusus untuk para ahli ibadah.
Adapun shalawat yang ditujukan kepada para malaikat, aku tidak mengetahui ada hadits yang menyinggung masalah tersebut, kecuali hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dengan alasan karena Allah Ta'ala juga menamakan mereka dengan sebutan rasul (utusan).
Berkenaan dengan shalawat untuk orang-orang mukmin, sekelompok ulama berkata, "Tidak boleh bershalawat khusus untuk mereka." Kelompok yang membolehkan berdalil dengan nas-nas yang menyinggung tentang masalah tersebut seperti shalawat terhadap keluarga beliau, isteri-isteri beliau dan anak cucu beliau. Tidak ada nas yang menyebutkan selain itu dan tidak pula diqiyaskan kepada para shahabat dan lain-lain. Sebagaimana yang telah kita singgung bahwa para shahabat didoakan dengan ucapan Radhiyallahu Anhum dan mendoakan keampunan untuk mereka, sebagaimana perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada firman Allah Ta'ala,
{وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}
 "Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin...." (QS. Muhammad: 19)
Tidak ada satu hadits pun yang menunjukkan adanya ucapan shalawat kepada para shahabat. Masalah ini sudah menjadi ikhtilaf ulama yang terkenal. Al-Bukhari berpendapat bolehnya mengucapkan shalawat kepada para shahabat. Dalam sebuah hadits tercantum bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan shalawat kepada keluarga Sa'id bin Ubadah. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa'i dengan sanad yang bagus. Demikian juga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengucapkan shalawat kepada keluarga Abu Aufa. Demikianlah dalil yang dipegang oleh pendapat yang membolehkan mengucapkan shalawat kepada para Shahabat. Di antara dalil yang mereka sebutkan adalah firman Allah Ta'ala:
{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ}
"Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu)..." (QS. Al-Ahzaab: 43)
Kelompok yang berpendapat tidak boleh mengucapkan shalawat kepada para shahabat mengatakan, "Shalawat tersebut berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Adapun kita tidak mendapatkan izin untuk melakukannya.
Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata, "Boleh mengucapkan shalawat kepada selain para nabi, malaikat, isteri-isteri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, anak keturunan beliau dan terhadap orang-orang yang menaati beliau secara global. Akan tetapi, merupakan perbuatan yang dibenci jika shalawat tersebut ditujukan kepada orang tertentu selain nabi telah menjadikannya sebagai syi'ar. Apalagi jika hal itu sampai meninggalkan shalawat terhadap orang lain yang sejajar dengannya atau orang yang lebih baik darinya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Syi'ah. Kalaupun ada yang berpendapat bolehnya memberikan shalawat kepada orang-orang tertentu, hanya saja hal itu tidak boleh dijadikan sebagai syi'ar.
Para ulama juga berselisih pendapat tentang ucapan salam terhadap selain para Nabi (yang sudah meninggal), setelah adanya kesepakatan bolehnya disyariatkan ucapan salam kepada orang-orang yang masih hidup. Jumhur ulama berpendapat bahwa hal itu disyariatkan secara mutlak. Pendapat lain: dibolehkan tetapi tidak untuk orang tertentu karena hal itu merupakan syiar orang-orang Rafidhah (Syi'ah). Demikian yang dinyatakan oleh An-Nawawi yang ia nukil dari Al-Juwaini.
Saya katakan, "Alasan tidak dibolehkannya hal itu karena khawatir akan dijadikan sebagai syi'ar, tidak dapat dijadikan dalih untuk melarangnya. Ucapan salam kepada orang yang sudah meninggal juga telah disyariatkan Allah Ta'ala melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam (ketika masuk ke pekuburan),
«السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ»
"Salam atas kalian perkampungan kaum mukminin."
Hal ini juga sudah ada pada zaman jahiliyah sebagaimana yang tertera dalam sebuah sya'ir:
عَلَيْك سَلَامُ اللَّهِ قَيْسُ بْنُ عَاصِمٍ ... وَرَحْمَتُهُ مَا شَاءَ أَنْ يَتَرَحَّمَا
وَمَا كَانَ قَيْسُ مَوْتُهُ مَوْتَ وَاحِدٍ ... وَلَكِنَّهُ بُنْيَانُ قَوْمٍ تَهَدَّمَا
Salam dan rahmat menurut kehendak Allah senantiasa tercurah kepadamu wahai Ashim bin Qais,
Tidaklah Qais meninggal seorang diri, Akan tetapi dengan kepergiannya berarti telah meruntuhkan bangunan suatu kaum.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id