Laman

Jumat, 01 November 2019

Tinggalkan Berdebat

Hasil gambar untuk muslimah.or.id meninggalkan karena allah


Nasehat Muslim

وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «أَبْغَضُ الرِّجَالِ إلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
1418. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penentangannya lagi lihai bersilat lidah." (HR. Muslim)
[shahih, Muslim (2668)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penentangannya lagi lihai bersilat lidah."
Aladdu diambil dari kata ladiidi al-waadi artinya menghindarkannya. Al-khashim artinya sangat bermusuhan dan berusaha untuk menghujat lawannya. Letak kaitannya adalah setiap kali ia berhujjah dengan sebuah argumen, ia pun akan mengambil sisi lainnya. Banyak hadits-hadits yang mencantumkan celaan terhadap pertengkaran. Di antaranya hadits berikut,
«مَنْ جَادَلَ فِي خُصُومَةٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَمْ يَزَلْ فِي سُخْطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ»
"Barangsiapa yang mendebat lawannya dengan tanpa ilmu maka Allah akan senantiasa marah pada dirinya hingga ia meninggalkan perdebatan tersebut." [Shahih: Abi Dawud (3597)]
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia berkata, "Hadits gharib."
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallaahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
كَفَى بِك إثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُخَاصِمًا
"Cukuplah menjadi dosa untukmu selama kamu terus menjadi pendebat.”[Dhaif: At Tirmidzi 1994]
Dari konteks hadits-hadits tersebut dapat diketahui bahwa perdebatan adalah perbuatan tercela walaupun ia berada pada kebenaran.
An-Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Adzkaar, "Apabila engkau katakan: seorang manusia harus melakukan perdebatan untuk mendapatkan haknya. Maka jawabannya adalah sebagaimana yang dijawab oleh Al-Ghazali bahwa celaan tersebut ditujukan hanya kepada orang yang berdebat untuk membela kebatilan tanpa didasari oleh ilmu seperti layaknya seorang wakil hakim. Artinya ia ditugaskan memutuskan suatu kasus, sementara ia belum mengetahui pihak mana yang benar. Termasuk juga seorang yang menuntut haknya, namun tidak terbatas hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhannya saja. Tetapi ia menampakkan permusuhan, berdusta, dan menyakiti lawannya. Demikian halnya dengan perdebatan yang dilakukan hanya untuk mengalahkan dan menjatuhkan lawan debatnya.
Contoh lain seperti seorang yang mengucapkan kalimat-kalimat yang menyakiti lawan debat, padahal untuk mendapatkan hakiiya, ucapan-ucapan tersebut tidak diperlukan. Perdebatan-perdebatan seperti ini dicela oleh syar'i. Berbeda halnya dengan seorang yang terzhalimi, ia mempertahankan argumentasinya dengan aturan syar'i, tidak keras kepala dan tidak pula terlalu menghujat hingga di luar batas kebutuhan dan juga tidak menyakitkan lawannya dengan tindakan yang ia lakukan. Debat seperti ini tidaklah tercela dan tidak pula diharamkan. Hanya saja sebaiknya meninggalkan perdebatan jika ada cara lain yang dapat ditempuh. Di dalam sebagian buku-buku madzhab Asy-Syafi'i tertera bahwa tidak diterima persaksian orang-orang yang banyak melakukan perdebatan. Karena hal itu terlihat buruk dalam pandangan masyarakat, bukan di karenakan perdebatan termasuk perbuatan maksiat.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar