Laman

Selasa, 16 Agustus 2016

Haram Jual Beli Minuman Keras, Bangkai, Babi dan Patung

















Nasehat Muslim


وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ، وَهُوَ بِمَكَّةَ «إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ، وَالْمَيْتَةِ، وَالْخِنْزِيرِ، وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْت شُحُومَ الْمَيْتَةِ، فَإِنَّهَا تُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَتُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ: لَا، هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ، إنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا 
جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

725. Dari Jabir bin Abdullah Radiyallahu Anhu bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda di saat hari penaklukan kota Mekah, "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi dan patung." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai karena ia bisa digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?" Beliau menjawab, "Tidak, ia haram", Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka (jual beli) lemak bangkai tetapi mereka memprosesnya (mencairkannya) kemudian menjualnya dan memakan hasilnya." (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (2236) dan Muslim (1581)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Jabir bin Abdullah Radiyallahu Anhu bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda di saat hari penaklukan kota Makkah: (peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriah) Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai" (yakni binatang yang mati tapi bukan karena disembelih dengan cara yang sesuai syariat) babi dan patung" (Al-Jauhari berkata: ia adalah berhala. Sedangkan yang lainnya mengatakan, "Berhala adalah sesuatu yang berbentuk tiga dimensi sedangkan patung hanya sekadar berwujud dan berbentuk.") Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai karena ia bisa digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?" Beliau menjawab, "Tidak, ia haram", Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka (jual beli) lemak bangkai tetapi mereka memprosesnya (mencairkannya) kemudian menjualnya dan memakan hasilnya." (Muttafaq Alaihi)

Tafsir Hadits
Dalam hadits ini terdapat dalil pengharaman jual beli barang-barang yang disebutkan di atas. Ada yang berpendapat bahwa illat (sebab) diharamkannya tiga hal tersebut adalah Najis, akan tetapi dalil-dalil yang menunjukkan najisnya minuman keras tidak spesifik, begitu pula dalil yang menunjukkan najisnya bangkai dan babi. Barang siapa yang berpendapat illat pengharamannya adalah najis, berarti telah menyamakan hukum haram pada jual beli seluruh bentuk najis. Padahal, jamaah ulama berpendapat boleh menjual sampah yang najis. Namun ada juga yang berpendapat bahwa hal itu boleh bagi pembeli, tetapi tidak bagi penjual, karena si pembeli butuh. Illat ini sangat lemah. Ini semua untuk mereka yang menganggap illatnya adalah najis. Yang nampak adalah bahwa tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa najis itulah illat diharamkannya hal-hal tersebut. Justru illatnya adalah pengharaman itu sendiri. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Diharamkan atas mereka lemak", beliau menjadikan sebab haramnya barang-barang tersebut adalah lafazh pengharaman itu sendiri tanpa menyebutkan suatu illat apapun selainnya. Demikianlah dan tidak termasuk dalam kategori bangkai, rambut dan bulu karena asalnya memang tidak hidup sehingga tidak layak disebut sebagai bangkai. Ada yang mengatakan bahwa bulu adalah najis namun dapat dibersihkan dengan dicuci. Madzhab jumhur ulama membolehkan untuk memperjualbelikannya.

Di antara jumhur ada yang mengecualikan bulu dari bangkai yang memang najis dzatnya (tidak boleh diperjual belikan). Adapun Illat pengharaman jual beli patung, ada yang mengatakan karena tidak ada manfaatnya. Ada yang mengatakan bahwa dikarenakan apabila ia dipotong-potong bisa bermanfaat, maka memperjualbelikannya pun boleh. Yang lebih tepat adalah bahwa tidak boleh memperjualbelikannya dalam keadaan masih berbentuk patung karena dilarang. Dan boleh memperjualbelikan potongannya karena sudah bukan lagi patung dan sama sekali tidak ada larangan memper­jualbelikan potongan patung.

Saat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengungkapkan perihal haramnya jual beli bangkai, pendengar beranggapan ada sebagian yang dikecualikan dari hal yang disebutkan secara umum. Maka dari itu dia bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai", lalu dia menyebutkan tiga manfaat dari lemak itu. Seakan dia bermaksud mengatakan, "Beritahu saya mengenai lemak, apakah dikecualikan dari pengharaman atau tidak karena ia bermanfaat?" Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab bahwa hal tersebut juga haram dan beliau menjelaskan bahwa hal itu tidak keluar dari hukum tersebut. Kata ganti "Ia" pada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam "Tidak, ia haram", kembali kepada jual beli, yakni jual beli lemak bangkai (haram hukumnya). Itulah yang tampak. Karena pembicaraan mengarah kepada hal tersebut. Dan juga karena Imam Ahmad mengeluarkan hadits yang di dalamnya disebutkan, "Bagaimana pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai?" (Hadits)

Dan bisa juga kata ganti itu kembali kepada pemanfaatan yang diisyaratkan dalam ucapannya, "Karena ia bisa digunakan untuk mengecat perahu" sampai akhir hadits. (Maksudnya jika kata ganti itu kembali kepada pemanfaatannya, maka berarti memanfaatkan hal itu haram hukumnya -ed.) Sebagian besar ulama berpendapat demikian, mereka berkata, "Bangkai tidak boleh dimanfaatkan kecuali kulitnya bila telah disamak." Ini berdasarkan dalil yang telah disebutkan sebelumnya pada permulaan kitab ini. Ini termasuk pengecualian dari hal yang umum. Ini adalah apabila kata ganti itu kembali kepada pemanfaatan­nya. Sedang orang yang mengatakan bahwa kata ganti tersebut kembali kepada jual beli berdalih dengan ijma' (Konsensus/kesepakatan ulama) tentang bolehnya memberikan makan anjing dengan bangkai walaupun anjing berburu, untuk orang yang memanfaatkannya. Kamu telah mengetahui bahwa yang paling dekat dan mudah diterima adalah bahwa kata ganti itu kembali kepada jual beli. Dengan ini berarti boleh memanfaatkan najis secara mutlak, sedangkan memperjualbelikannya adalah haram. Lebih menguatkan lagi sabda beliau tatkala mencela perilaku orang Yahudi, "Mereka memprosesnya (mencairkannya) kemudian menjualnya dan memakan hasilnya." Ini sangat jelas mengarah pada larangan jual beli yang berdampak pada memakan hasil penjualannya. Dan apabila telah jelas bahwa yang diharamkan adalah memperjualbelikannya, maka memanfaatkan lemak dari bangkai dan minyak yang bernajis untuk semua keperluan hukumnya adalah boleh. Kecuali digunakan untuk makanan manusia dan meminyaki badan, keduanya diharamkan karena ada dalil yang mengharamkan memakan bangkai dan memakai minyak yang bernajis untuk badan. Dan boleh memberi makan anjing dengan lemak dari bangkai, memberi makan lebah dengan madu yang bernajis dan juga untuk hewan ternak. Hukum boleh melakukan itu semua adalah merupakan madzhab Imam Asy-Syafi'i dan dinukil oleh Al-Qadhi Iyadh dari Imam Malik beserta mayoritas pengikutnya dan Abu Hanifah beserta pengikutnya, juga Al-Laits.
Perihal bolehnya memanfaatkan najis diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thahawi bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang seekor tikus yang jatuh ke dalam minyak samin, beliau menjawab,
إنْ كَانَ جَامِدًا فَأَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا وَإِنْ كَانَ مَائِعًا فَاسْتَصْبِحُوا بِهِ وَانْتَفِعُوا بِهِ
"Bila minyak itu beku, maka buanglah (tikus itu) dan buang minyak di sekeliling tikus itu, tapi bila ia cair maka gunakanlah untuk menyalakan lampu dan manfaatkanlah." [Musykil Al-Atsar (5354)]

Ath-Thahawi mengatakan bahwa para perawinya adalah tsiqat (terpercaya). Dan hadits ini juga diriwayatkan dari beberapa orang sahabat seperti Ali Radiyallahu Anhu, Ibnu Umar dan Abu Musa serta beberapa orang Tabi'in seperti Al-Qasim bin Muhammad dan Salim bin Abdullah. Ini jelas-jelas merupakan dalil yang kuat. Adapun membedakan penggunaan antara satu dengan yang lainnya tidak ada dalilnya, hanya pendapat semata. Adapun barang yang terkena najis, jika bisa dibersihkan maka tidak ada bantahan atas bolehnya diperjualbelikan. Jika tidak mungkin dibersihkan, maka haram memperjualbelikannya. Itulah yang dikatakan oleh Al-Hadawiyah dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa apabila sesuatu haram diperjualbelikan maka hasil jual belinya juga diharamkan. Dan setiap tipu muslihat yang bertujuan menghalalkan sesuatu yang haram merupakan kebatilan.

Lihat:
Subulussalam syarah Bulughul Maram








Nasehat Muslim : www.nasehat-muslim.blogpsot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar