Laman

Selasa, 28 Mei 2019

Mohon Ampun atas Segala Dosa

Hasil gambar untuk muslimah.or.id tarawih

Nasehat Muslim

وَعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ الْعَبْدُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ خَلَقْتنِي، وَأَنَا عَبْدُك، وَأَنَا عَلَى عَهْدِك وَوَعْدِك مَا اسْتَطَعْت، أَعُوذُ بِك مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْت، أَبُوءُ لَك بِنِعْمَتِك عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَك بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ» أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.

1455. Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sayyidul Istighfar adalah seorang hamba mengucapkan: “Ya Allah, engkau adalah,Rabbku, tiada Ilah yang benar selain Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan- Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku. Dan aku mengakui dosa-dosaku, oleh karena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau." (HR. Al-Bukhari)
[Shahih: Al Bukhari 5947]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sayyidul Istighfar adalah seorang hamba mengucapkan: "Ya Allah, engkau adalah Rabbku, tiada Ilah yang benar selain Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada- Mu dari kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui hikmat-Mu kepadaku. Dan aku mengakui dosa-dosaku, oleh karena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tidah ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau." Hadits riwayat Al-Bukhari. Lafazh selengkapnya adalah sebagai berikut,

«مَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ»
"Barangsiapa mengucapkannya dengan keyakinan pada siang hari lantas ia meninggal pada hari itu sebelum sore hari maka ia termasuk penduduk surga. Dan barangsiapa mengucapkannya dengan yakin pada malam hari, lalu ia meninggal pada malam itu sebelum masuk waktu Subuh maka ia termasuk penduduk surga."

Ath-Thibbi berkata, "Karena doa mengandung makna taubat yang komplek, maka ia disebut dengan sebutan sayyid yang makna asalnya adalah pemimpin yang menjadi tumpuan kebutuhan dan tempat kembalinya segala urusan.
Dalam riwayat At-Tirmidzi tercantum:
أَلَا أَدُلُّك عَلَى سَيِّدِ الِاسْتِغْفَارِ
"Maukah kamu aku tunjukkan sayyid istighfar?"
Dalam riwayat An-Nasa'i dari hadits Jabir Radhiyallahu Anhu:
«تَعَلَّمُوا سَيِّدَ الِاسْتِغْفَارِ»
"Pelajarilah sayyidul istighfar!"
Sabda beliau "laa ilaaha illaa anta khalaqtani..." dalam riwayat lain, "Allahumma lakal hamd laa ilaaha illaa anta khalaqtani..." Pada riwayat ini terdapat tambahan: "aamantu laka mukhlishal lahu diini..."
Sabda beliau "aku adalah hamba-Mu," adalah kalimat yang mempertegas sabda beliau "Engkau adalah Rabb-ku." Kata "aku adalah hamba-Mu" bisa diartikan aku adalah penyembah-Mu. Jika demikian tidak disebut sebagai kalimat penegas. Dikuatkan lagi dengan sabda beliau, "aku akan tetap setia pada janjiku," maknanya sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Khaththabi, "Aku akan tetap setia menepati janjiku yang telah aku nyatakan kepada-Mu, yaitu dengan mengimani-Mu, mengikhlaskan ketaatan kepada-Mu sesuai dengan kemampuanku dan aku akan tetap berpegang dengan perjanjianku itu seraya mengharapkan taubat dan pahala dari-Mu.

Sabda beliau, "sesanggupku" menunjukkan pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan dalam melaksanakan kewajiban yang merupakan hak Allah Ta'ala. Ibnu Baththal berkata, "Maksudnya perjanjian para hamba yang pernah diberikan kepada Allah di saat mengeluarkan mereka laksana semut-semut halus, lalu Allah Ta'ala meminta persaksian mereka dengan firman-Nya:
 {أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ}
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" (QS. Al-'Araaf: 172)
Lantas para hamba tersebut mengakui kerububiyahan-Nya dan meyakini akan ke-Esaan-Nya dengan perjanjian sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
«أَنَّ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِي شَيْئًا أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ»
"Barangsiapa yang meninggal sementara ia tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia akan masuk ke dalam surga."

Makna sabda beliau "aku meyakini dan mengakui.”Abuu-u adalah bentuk mahmuuz asalnya bawaa-u artinya: keharusan atau menempatkan. Contoh kalimatnya: bawwa-a hullaahu manzilan artinya Allah menempatkannya di suatu tempat, seakan-akan Allah mengharuskannya untuk tetap tinggal di tempat tersebut.
Abuu-u bidzambi artinya aku mengakui akan dosa yang aku lakukan.
Sabda beliau, "oleh karena itu ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau," yang pertama pengakuan akan dosa-dosa dan yang kedua permohonan ampun. Ini merupakan cara penuturan yang terbaik dalam meminta belas kasihan, sama seperti perkataan Adam Alaihissalam,
{رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raaf: 23)

Tafsir Hadits
Hadits ini mencakup pengakuan terhadap kerububiahan Allah Ta'ala, penghambaan diri seorang hamba, ke-Maha Esa-an Allah, mengakui bahwa Dia adalah Maha Pencipta, mengakui perjanjian yang dulu pernah diambil seluruh umat manusia, mengakui keterbatasan dalam memenuhi perjanjian tersebut, permohonan agar Allah melindungi dari keburukan dosa-dosa seperti ucapan: "dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan kejelekan amalan kami", mengakui kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada hamba-Nya, hanya memohon kepada-Nya, mengakui dosa-dosa, memohon ampunan dan mengakui hanya Allah-lah yang dapat mengampuni segala dosa-dosa.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa sepantasnya permohonan diajukan setelah kata pengantar seperti ini. Adapun pertanyaan apa faedahnya Nabi Shallalldhu Alaihi wa Sallam memohon ampunan atas segala dosa-dosa, padahal dosa beliau yang lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah Ta'ala dan beliau juga terpelihara dari segala kesalahan? Istighfar yang beliau lakukan adalah sebagai amalan yang lebih, karena beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam mengabarkan kepada kita bahwa beliau beristighfar dan bertaubat kepada Allah sebanyak tujuh puluh kali selama satu hari dan mengajarkan istighfaar kepada kita agar kita mencontoh beliau dan mengikuti jejak beliau serta tidak pernah ada pertanyaan dan tidak juga menjadi permasalahan. Beliau juga mengetahui kepada siapa beliau berbicara dan juga tidak pernah ada pertanyaan dan permasalahan. Cukup bagi kita sebagai tauladan bahwa beliau senantiasa berdzikir kepada Allah pada setiap keadaan. Contohnya beliau mengajarkan kita untuk memohon rezeki dan menyuruh kita untuk melakukannya, yakni:
«وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ»
"Beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki yang paling utama". (QS. Al-Maaidah: 114)
Semua itu merupakan bentuk penghambaan diri dan dzikir kepada Allah Ta'ala

[سبل السلام]
Subulus Salam, Syarah Bulughul Maram






nasehat-muslim blogpsot co id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar