Laman

Minggu, 29 September 2019

Malu Sebagian dari Iman

Hasil gambar untuk muslim.or.id malu


Nasehat Muslim

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
1424. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Malu termasuk sebagian dari iman." (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (24) dan Muslim (36)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Al-Haya' (malu) secara bahasa berarti perubahan perasaan yang terjadi pada seseorang karena takut dirinya dicela. Dalam syariat, malu adalah akhlak yang mendorong seseorang untuk menjauhi perbuatan buruk dan mencegahnya dari hal-hal yang dapat melanggar hak orang lain. Meskipun malu itu adalah naluri namun penggunaannya menurut konteks syariat perlu disertai ilmu dan niat. Oleh karena itu, rasa malu disebut bagian dari iman -kadang kala rasa malu itu muncul dari sebuah usaha (muktasib), bukan naluri belaka-. Makna rasa malu sebagai bagian dari iman adalah seorang yang memiliki rasa malu, maka rasa malu itu akan mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, sehingga fungsinya sama seperti iman yang dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat.
Ibnu Qutaibah berkata, "Maknanya adalah rasa malu yang ada pada diri seseorang akan mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, sebagaimana keimanan yang dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat. Malu juga disebut sebagai iman karena malu menempati posisi iman dan berfungsi seperti layaknya iman. Perasaan malu merupakan gabungan dari sifat takut dan menjaga kehormatan. Di dalam hadits yang lain disebutkan:
«الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ وَلَا يَأْتِي إلَّا بِخَيْرٍ»
"Perasaan malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan."
Saya katakan, "Pernyataan ini dijawab dengan pernyataan bahwa maksud perasaan malu yang tercantum dalam hadits adalah sifat malu yang syar'i. Sebab perasaan malu yang mengakibatkan seseorang tidak melakukan kewajiban tidak termasuk dalam kategori malu menurut istilah syar'i. Bahkan, itu merupakan sifat yang lemah dan terhina. Hanya saja tetap dikatakan sebagai rasa malu karena ada kemiripan dengan sifat malu menurut istilah syar'i.
Jawaban lain: bahwa kebaikan itu lebih banyak terdapat pada diri seorang pemalu. Atau jika seseorang memiliki sifat pemalu berarti ia memiliki sifat yang baik, walaupun terkadang ia melakukan kekeliruan.
Al-Qurthubi berkata dalam kitab Al-Mufhim fi Syarhi Muslim, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memiliki dua sifat malu: Malu muktasib (malu melakukan perbuatan maksiat) dan malu ghariizi (tabiat atau naluri). Sifat malu ghariizi yang ada pada diri beliau menyebabkan beliau lebih pemalu daripada seorang perawan yang berada di tempat pingitannya. Sedangkan sifat malu muktasib membawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada derajat yang paling tinggi.

Subulussalam, Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar