1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi.
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi.
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
Allah subhanahu wata'ala berfirman,
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan
(Surat Al-An'am: 164)
Dan tidaklah manusia melakukan hal yang buruk kecuali dosanya akan menjadi tanggungannya. Dan sesorang tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada tuhan kalian tempat kembali kalian pada hari kiamat, lalu Dia memberitahukan kepada kalian apa yang kalian perselisihkan dalam perkara agama.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Dan orang yang tidak bersalah tidak akan menanggung dosa orang lain. Kemudian hanya kepada Allah-lah kalian akan dikembalikan di hari Kiamat. Lalu Dia akan memberitahu kalian perihal urusan agama yang kalian perselisihkan di dunia.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
Dan tidaklah seseorang melakukan kemaksiatan melainkan dialah yang akan menanggung dosanya; dan orang yang tidak berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. Dan seseorang tidak akan disiksa akibat kejahatan orang lain. Kemudian kalian akan dikumpulkan menuju Pencipta kalian pada hari kiamat, kemudian Dia akan mengabarkan dengan kabar yang jelas, tentang perkara-perkara agama yang dulu kalian perselisihkan.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا ۚ
(Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri)
Maka tidak ada orang yang bisa memberi dosa kepada orang lain.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ
( dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain)
Maka orang yang tidak berdosa tidak akan menanggung dosa orang yang berdosa. Dan dalam ayat ini terdapat bantahan atas apa yang orang-orang jahiliyah lakukan, yang menghukum seseorang karena dosa yang dilakukan kerabatnya, atau menghukum suatu kabilah karena dosa yang dilakukan kabilah lain.
Dan dalam ayat lain disebutkan:
ليحملوا أوزارهم كاملة يوم القيامة ومن أوزار الذين يضلونهم بغير علم
“agar mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan”
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
Tidak ada seorang pun yang berbuat dosa melainkan kemudharatannya berupa siksa dan akibatnya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Tidak ada orang yang disiksa sebab kesalahan orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali pada hari kiamat, dan akan Allah beritakan kepadamu apa yang kamu perselisihkan dalam hal keyakinan dan amal, kemudian kalian akan diberi balasan atas perbuatan kalian.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
Semua makhluk berada di bawah rububiyahNya dan tunduk kepada perintahNya, maka wajib atasku dan atas selainku menjadikan Allah sebagai TUhan, ridha kepadaNya dan agar tidak bergantung kepada para makhluk yang miskin lagi lemah. Kemudian Allah mendorong dan memperingatkan kita dengan balasan itu. Dia berfirman, “Dan tidaklah seseorang membuat sesuatu,” yang baik dan yang buruk “melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri.” Sebagaimana Firman Allah, Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri (Fushilat: 46). “Dan seorang yang berdoosa tidak akan memikul dosa orang lain.” Akan tetapi masing-masing memikul dosanya sendiri-sendiri. Jika seseorang menjadi penyebab kesesatan dan dosa orang lain, maka dia memikul dosa sebagai penyebab tanpa mengurangi dosa pelaku sedikit pun. “Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali,” pada Hari Kiamat. “Dan akan diberitakanNya kepadamu apa yang kamu persilahkan.” Baik dan buruk, dan membalasmu dengan itu dengan sempurna.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
Katakanlah, wahai nabi Muhammad, dengan penuh keheranan, apakah patut aku mencari tuhan selain Allah, padahal dialah tuhan bagi segala sesuatu, pencipta jagat raya dan seisinya, pengatur, dan pemelihara bagi semua makhluk-Nya. Karena segala sesuatu selain Allah tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, maka tidak patut untuk disembah. Setiap perbuatan dosa seseorang, pelanggaran ketentuan agama, baik besar maupun kecil, dirinya sendiri yang bertanggung jawab di hadapan Allah pada hari kiamat nanti. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain, kecuali jika orang itu mengajak orang lain berbuat dosa. Kemudian kepada tuhanmulah kamu kembali, karena semua makhluk adalah milik Allah, Allah-lah pewaris makhluk-Nya pada hari kiamat. Dan, akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan, dengan menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya. Pada akhir surah ini dijelaskan bahwa hidup adalah cobaan dari Allah. Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi, setiap generasi digantikan oleh generasi berikutnya sampai hari kiamat, untuk meramaikan bumi di atas dasar nilai-nilai ilahi. Dan dia mengangkat derajat sebagian kamu di atas yang lain'ada yang kaya, miskin, lemah, kuat, sehat, sakit, dan sebagainya'untuk menguji kesyukuranmu atas karunia yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhanmu sangat cepat memberi hukuman bagi mereka yang durhaka dan sungguh, dia maha pengampun bagi yang taat dan bertobat dari dosadosanya, maha penyayang kepada makhluk-Nya.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Kode Etik Integritas Akuntan Profesional
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam
Perspektif Islam
Ibnu Haitam, M.Si (ibnu.haitam@sttkd.ac.id)
Abstrak
Skandal akuntansi di Indonesia
banyak terjadi baik yang melibatkan akuntan publik, auditor internal maupun
akuntan pemerintah. Akuntan profesional yang memiliki
idealistik menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk membuat keputusan etis
dalam situasi yang melibatkan dilema etika daripada mereka yang cenderung
memiliki arah orientasi relativistik. Salah satu kasus skandal akuntansi besar dekade ini yaitu ketika Menteri Keuangan menjatuhkan sanksi kepada auditor
laporan keuangan garuda Indonesia Akuntan Publik Kasner Sirumapea dan Kantor
Akuntan Publik Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan
keuangan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Entitas Anak Tahun Buku
2018. Sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) c.q. Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan memeriksa AP/KAP terkait permasalahan laporan
keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018, khususnya pengakuan pendapatan atas
perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak
sesuai dengan standar akuntansi. Etika sebagai
salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab
untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik IAI yang merupakan
amanah dari AD/ART IAI dan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri
Keuangan No. 263/ KMK.01/2014
tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Organisasi Profesi Akuntan. Akuntan
profesional menjalankan perintah Allah berlaku
jujur yang telah disebutkan dalam
Alqur’an dan Hadist. Muslim yang beriman senantiasa bertakwa kepada Allah
dengan menjadi orang yang jujur dan benar. Akuntan muslim bersikap dan berlaku
jujur kepada Allah yang merupakan bentuk ketaatan dan pelaksanaan
perintah Allah dan rasul. Akuntansi muslim menggunakan perkataan dan perbuatan
yang baik serta mulia menunjukkan kebaikan. Akuntan muslim profesional
menjalankan perintah Allah dengan keimanan benar-benar teguh.
Kata kunci: Kode Etik, Akuntan
Profesional, Integritas, Perspektif Islam
Pendahuluan
Sejak terkuaknya skandal besar etika
akuntan moral hazard yang dilakukan Arthur Andersen salah satu kantor
akuntan publik terbesar dunia yang masuk kategori the big five accounting
firm dengan melibatkan Enron salah satu perusahaan terkemuka dunia dan
paling inovatif dalam bidang energi ternyata setelah itu skandal yang lain
banyak bermunculan terjadi baik melibatkan akuntan dan perusahaan global,
regional, nasional maupun lokal. Pengawasan
terhadap kode etik akuntan perlu untuk terus dikembangkan sesuai dengan pertimbangan
semakin meluasnya bidang akuntansi profesional[1].
Setelah terkuaknya skandal besar tersebut etika profesi akuntan menjadi bahan
kajian yang menarik dan penting untuk terus menerus dilakukan dan dikembangkan
dalam dunia akuntansi agar tidak muncul skandal-skandal lain yang sangat
merugikan kepentingan publik[2]. Akuntan Islam bertanggung jawab secara etika dan sosial
dalam berbagai bidang aktivitas profesionalnya[3].
Pembuat kebijakan regulasi akuntansi perlu memahami perkembangan tatanan
interaksi lokal maupun global dalam pembentukan regulasi akuntansi[4]. Konsep
akuntabilitas dalam akuntansi Islam menekankan pertanggungjawaban secara penuh
kejujuran[5]. Perumusan
standar akuntansi Islam memberi implikasi signifikan bagi perkembangan praktik
akuntansi dan perekonomian negara Islam
masa depan maka perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan[6].
Skandal akuntansi di negeri Indonesia juga banyak terjadi baik yang
melibatkan akuntan publik, auditor internal maupun akuntan pemerintah. Akuntan profesional yang memiliki idealistik menunjukkan
kecenderungan lebih tinggi untuk membuat keputusan etis dalam situasi yang
melibatkan dilema etika daripada mereka yang cenderung memiliki arah orientasi
relativistik[7]. Salah satu kasus skandal akuntansi besar
dekade ini yaitu ketika Menteri Keuangan menjatuhkan
sanksi kepada auditor laporan keuangan garuda Indonesia Akuntan Publik Kasner
Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan, auditor laporan keuangan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan
Entitas Anak Tahun Buku 2018. Sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) c.q. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan memeriksa AP/KAP terkait
permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018, khususnya
pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi
yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Sanksi yang dijatuhkan berupa pembekuan
Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap AP
Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh
signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan peringatan
Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem
Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited (Surat
No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019) kepada KAP Tanubrata, Sutanto,
Fahmi, Bambang & Rekan. Dasar pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat
(1) UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017[8]. Akuntan
Islam perlu memberikan kontribusi dalam penyusunan seperangkat standar
akuntansi Islam dalam suatu negara[9]. Pengesampingan standar dan
regulasi akuntansi (true and fair view override) tidak dapat diterapkan aturan syariah[10]. IFRS dan AAOIFI memiliki beberapa celah kesenjangan yang mungkin sulit
untuk dihilangkan sepenuhnya karena perbedaan prinsip dasar yang mendasari
pengembangan kedua standar[11].
Standar akuntansi Islam penting bagi para praktisi di perusahaan secara umum
maupun dan di perusahaan audit secara khsusus[12].
Pembuat kebijakan berkontribusi dalam perdebatan tentang standar pengungkapan seragam
di seluruh dunia diterapkan untuk memastikan
tingkat pengungkapan yang sama[13].
Profesional dan akademisi perlu menciptakan perubahan yang diperlukan dalam
budaya bisnis dan menciptakan perubahan mendasar dalam perilaku profesional
dengan penggunaan budaya Islami[14].
Kementerian keuangan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), regulator
terkait, dan Institut Akuntan Publik Indonesia. Adapun hasil pemeriksaan adalah
AP Kasner Sirumapea belum sepenuhnya mematuhi Standar
Audit (SA) - Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yaitu
SA 315 pengidentifikasian
dan penilaian
risiko
kesalahan
penyajian
material
melalui
pemahaman
atas Entitas dan Lingkungannya, SA 500 Bukti Audit, dan SA 560, peristiwa
kemudian KAP
belum menerapkan Sistem Pengendalian Mutu KAP secara optimal terkait konsultasi
dengan pihak eksternal.
Pemeriksaan dan pengenaan sanksi administratif dilakukan
dalam rangka pembinaan terhadap profesi keuangan dan perlindungan terhadap
kepentingan publik. Sanksi yang ditetapkan, telah mempertimbangkan tanggung
jawab AP/KAP dan Emiten secara proporsional. Kemenkeu dan OJK berkomitmen mengembangkan dan meningkatkan
integritas sistem keuangan dan kualitas profesi keuangan, khususnya profesi AP.
Profesi ini berperan sebagai penjaga kualitas pelaporan keuangan yang digunakan
oleh publik/(stakeholders) sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) mempunyai
kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik (AP) dan
Kantor Akuntan Publik(KAP) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011
tentang Akuntan Publik (Pasal 49), Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2015
tentang Praktik Akuntan Publik, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik.
Skandal akuntansi selain terjadi di sektor swasta juga terjadi di sektor
pemerintahan dengan laporan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) terungkap
ada 4.094 temuan yang memuat 5.480 permasalahan dalam pemeriksaan BPK di
semester II tahun 2019, 1.725 atau 31 persen permasalahan ketidakpatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp 6,25 triliun. BPK
menemukan 2.784 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan dan
ketidakefektifan sebesar Rp1,35 triliun; serta 971 permasalahan kelemahan
sistem pengendalian intern. Permasalahan sebesar Rp
7,6 triliun, atas permasalahan ketidakpatuhan yang
mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp
6,25 triliun tersebut, pada saat pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah
menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara, daerah,
atau perusahaan sebesar Rp449,45 miliar atau 7 persen dari total. Persoalan
ketidakpatuhan sebesar Rp 6,25 triliun sebanyak 709 kasus merupakan masalah
yang dapat mengakibatkan kerugian sebesar Rp1,29 triliun sebanyak 263 kasus
merupakan masalah yang dapat mengakibatkan potensi kerugian sebesar Rp1,87
triliun, dan sebanyak 298 kasus merupakan masalah yang dapat mengakibatkan
kekurangan penerimaan sebesar Rp3,09 triliun, jumlah tersebut dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
(IHPS) II Tahun 2019. Ikhtisar memuat ringkasan hasil pemeriksaan
BPK dalam periode 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Desember 2019. Sesuai dengan UU,
BPK telah menyampaikan secara tertulis laporan IHPS II Tahun 2019 pada 31 Maret
2020. IHPS II Tahun 2019 merupakan ikhtisar dari
488 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada pemerintah pusat, pemerintah
daerah, BUMN dan badan lainnya yang meliputi hasil pemeriksaan atas 1
laporan keuangan, 267 hasil pemeriksaan kinerja, dan 220 hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu (DTT). IHPS Semester II tahun 2019 memuat hasil
pemeriksaan kinerja tematik pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
badan[15].
Kode Etik Akuntan Profesional Ikatan Akuntan Indonesia
Etika sebagai
salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab
untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik IAI yang merupakan
amanah dari AD/ART IAI dan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri
Keuangan No. 263/ KMK.01/2014
tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Organisasi Profesi Akuntan. Kode etik tersebut perlu untuk dimutakhirkan dengan
perkembangan saat ini dan ketentuan
kode etik akuntan profesional yang berlaku secara internasional. Kode Etik Akuntan Profesional ini merupakan adopsi dari Handbook
of the Code of Ethics for
Professional Accountants 2016 Edition yang
dikeluarkan oleh International Ethics Standards Board for Accountants of The International
Federation of Accountants (IESBA-IFAC). Proses penyusunannya IAI melakukan koordinasi dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Institut Akuntan
Manajemen Indonesia (IAMI) sesuai
Nota Kesepahaman antara IAI, IAPI dan IAMI tentang Kerjasama Pengembangan Profesi Akuntan di Indonesia. Tujuannya supaya terjadi
sinergi antar organisasi
profesi akuntan dan menciptakan keseragaman ketentuan etika bagi seluruh akuntan di Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia yang
selanjutnya disebut IAI, adalah organisasi profesi yang menaungi seluruh
Akuntan Indonesia. Sebutan IAI dalam Bahasa Inggris adalah Institute of
Indonesia Chartered Accountants. IAI menjadi satu-satunya wadah yang mewakili profesi akuntan Indonesia
secara keseluruhan, baik yang berpraktik sebagai akuntan sektor publik, akuntan
sektor privat, akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan
pajak, akuntan forensik, dan lainnya. IAI didirikan pada tanggal 23
Desember 1957 dengan dua tujuan yaitu membimbing perkembangan akuntansi
serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan; dan mempertinggi mutu pekerjaan
akuntan. IAI
bertanggungjawab menyelenggarakan ujian sertifikasi akuntan profesional (ujian
Chartered Accountant-CA Indonesia), menjaga kompetensi melalui penyelenggaraan
pendidikan profesional berkelanjutan, menyusun dan menetapkan kode etik,
standar profesi, dan standar akuntansi, menerapkan penegakan disiplin anggota,
serta mengembangkan profesi akuntan Indonesia. IAI merupakan anggota International
Federation of Accountants (IFAC), organisasi profesi akuntan dunia yang
merepresentasikan lebih 3 juta akuntan yang bernaung dalam 170 asosiasi profesi
akuntan yang tersebar di 130 negara. Sebagai anggota IFAC, IAI memiliki
komitmen untuk melaksanakan semua standar internasional yang ditetapkan demi
kualitas tinggi dan penguatan profesi akuntan di Indonesia. IAI juga merupakan
anggota sekaligus pendiri ASEAN Federation of Accountants (AFA). Saat
ini IAI menjadi sekretariat permanen AFA.
Visi Ikatan Akuntan Indonesia adalah menjadi organisasi
profesi terdepan dalam pengembangan pengetaan dan praktek akuntansi, manajemen
bisnis dan publik, yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial,
serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional. Adapun misi IAI adalah memelihara integritas, komitmen,
dan kompetensi anggota dalam pengembangan manajemen bisnis dan publik yang
berorientasi pada etika, tanggung jawab, dan lingkungan hidup; mengembangkan
pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi, non-atestasi, dan akuntan
bagi masyarakat; dan berpartisipasi
aktif di dalam mewujudkan good governance melalui upaya yang sah dan
dalam perspektif nasional dan internasional. Tujuan dan
fungsi IAI
bermaksud menghimpun potensi akuntan Indonesia untuk menjadi penggerak
pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. IAI bertujuan mengembangkan dan
mendayagunakan potensi akuntan Indonesia sehingga terbentuk suatu cipta dan
karya akuntan Indonesia untuk didarmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan
negara. IAI berfungsi sebagai wadah komunikasi
yang menjembatani berbagai latar belakang tugas dan bidang pengabdiannya untuk
menjalin kerjasama yang bersifat sinergi secara serasi, seimbang, dan selaras.
Landasan hukum Berita
Negara Pendirian IAI yaitu Berita Negara Republik Indonesia
tanggal 24 Maret 1959 Nomor 24. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor
17. Daftar
Penetapan menteri Kehakiman RI yaitu Daftar Penetapan Menteri
Kehakiman RI No. J.A.5/13/16 tanggal 11 Pebruari 1959. Adapun Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga yaitu Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku saat ini
adalah Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2018, yang telah melalui
pengesahan pada Sidang Pleno Tetap Kongres Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia
tanggal 13 Desember 2018. Anggara
Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku saat ini adalah Anggaran
Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2019, yang telah melalui pengesahan
pada SIdang Pleno Tetap Kongres Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 13
Desember 2018. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 263 (KMK.01/2014) tanggal
17 Juni 2014 tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Asosiasi
Profesi Akuntan Akuntan[16]. Susunan Organisasi IAI terdiri atas Dewan Pengurus Nasional,
Majelis Kehormatan dan Dewan Penasehat. Dewan Pengurus Nasional IAI yang
selanjutnya disingkat DPN adalah struktur kepengurusan di tingkat Nasional. DPN IAI mengorganisasi dan
membawahi badan dan alat Kelengkapan Kepengurusan, Kompartemen dan Pengurus
Wilayah. Majelis
Kehormatan adalah badan peradilan tingkat banding yang bertanggung jawab kepada
Kongres.Dewan Penasehat adalah badan yang memberikan arahan dan nasehat kepada
DPN IAI, serta bertanggungjawab kepada Kongres. Badan-badan dan alat
kelengkapan kepengurusan terdiri
dari Dewan
Standar Profesi; b.
Dewan Konsultatif Standar; Dewan Sertifikasi Akuntan
Profesional; d.
Dewan Penegakan Disiplin Anggota; Komite Etika; dan Badan Khusus. Manajemen Eksekutif adalah
kelengkapan organisasi IAI yang secara permanen melaksanakan fungsi
administratif dan operasional IAI secara keseluruhan dalam rangka mengemban
amanah anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Kompartemen adalah bagian
organisasi IAI yang dibentuk berdasarkan bidang kerja anggota IAI untuk
meningkatkan profesionalisme, menjalankan kegiatan profesional, dan fungsi
ilmiah di dalam suatu bidang kerja. Kompartemen IAI mengorganisasikan
anggota IAI berdasarkan klasifikasi latar belakang tugas dan bidang pengabdiannya. IAI Wilayah adalah kelengkapan
organisasi yang merupakan perpanjangan tangan DPN dalam menjalankan kegiatan
dan fungsi organisasi IAI di Daerah-daerah. Pengurus Wilayah adalah struktur
organisasi di tingkat Daerah dan mengorganisasi seluruh anggota IAI di wilayah
kerjanya. Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang disahkan pada kongres IAI VIII
tahun terdiri atas delapan prinsip, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan public, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional
dan standar teknis[17].
Pembahasan
Prinsip dasar kode etik akutan profesional yang diterbitkan
Ikatan Akutan Indonesia (IAI) Nomor 100.5 poin (a) disebutkan bahwa akuntan
profesional perlu untuk mematuhi
prinsip dasar etika integritas
yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan professional dan bisnis[18]. Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan
bahwa integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang
memancarkan kewibawaan; kejujuran; wujud keutuhan prinsip
moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan
bahwa lugas adalah mengenai yang
pokok-pokok (yang perlu-perlu) saja: pembicaraannya selalu yang penting,
tidak pernah menyimpang ke sana-sini; bersifat seperti apa adanya; lugu;
serba bersahaja; serba sederhana: cara berdandannya, tidak
mencolok; tidak berbelit-belit: kalimatnya, tidak berbunga-bunga; tidak
bersifat pribadi; objektif: masalah itu dapat diselesaikan secara;
kelugasan yaitu hal mengenai yang pokok (yang penting, yang
perlu): pembicaraan dilakukan dengan bertolak dari asas kehematan, dan
keefisienan; kesederhanaan; keluguan; kepolosan: dalam sikap dan dalam
berpakaian merupakan daya tarik tersendiri; perihal tidak berbelit-belit
(tentang bahasa, kalimat): setiap kalimat yang diutarakannya memudahkan
pemahaman bagi yang mendengarkannya; tidak bersifat pendapat pribadi;
keobjektifan; yaitu mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau
pandangan pribadi[19].
Akuntan profesional mematuhi prinsip dasar etika integritas yaitu menjadikan sifat kejujuran dalam semua
hubungan kinerja profesionalnya. Akuntan profesional bekerja dalam dunia bisnis
profesional yang penuh dengan dinamika keuangan. Akuntan muslim berlaku
jujur sebagaimana diperintahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist. Akuntan
sebagai pebisnis muslim yang jujur amanah akan dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiq
dan para syuhada pada hari kiamat[20]. Akuntan sebagai pebisnis
muslim yang memiliki sifat kejujuran akan mendapatkan keutamaan dengan mendapat
kedudukan tinggi di sisi Allah ta’ala serta dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiqin
serta syuhada pada hari akhirat yang mana mereka adalah teman yang terbaik. Akuntan
muslim profesional sebagai pebisnis muslim dalam perniagaan yang mengutamakan
sifat jujur amanah akan termasuk golongan yang taat kepada Allah ta’ala. Orang
yang memilih bersifat dusta dan khianat maka akan termasuk dalam golongan mereka
yang durhaka kepada Allah ta’ala. Para pendusta dan khianat serta suka
bermaksiat akan termasuk dalam golongan
fasik[21]. Pebisnis muslim dalam
kegiataan perniagaannya senantiasa bersifat jujur dalam memberikan penjelasan
tentang kekurangan pada produk yang ditawarkan jika memang ada cacatnya[22]. Penjual dan pembelia
dalam transaksi bisnis akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan dalam kejujuran
perniagaan sebagaimana dalam hadist. Pebisnis muslim yang berdusta dan
menyembunyikan catat produk maka akan mendapatkan kehilangan berkah dalam
perniagaan tersebut[23]. Muslim yang senantiasa mentaati
Allah dan Rasul-Nya akan dikumpulkan bersama muslim yang dianugerahi nikmat
oleh Allah. Akuntansi memahami bahwa Allah mengetahui aktivitas yang mereka
kerjakan. Akuntan muslim senantiasa menjalankan apa yang diperintahkan Allah
dan Rasul-Nya serta meninggalkan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah menempatkan
akuntan muslim yang jujur dalam surga berteman dengan mukmin yang shalih lahir
dan batinnya[24].
Akuntan profesional menjalankan perintah
Allah berlaku jujur yang telah disebutkan dalam Alqur’an dan
Hadist. Muslim yang beriman senantiasa bertakwa kepada Allah dengan
menjadi orang yang jujur dan benar. Akuntan muslim bersikap dan berlaku jujur kepada
Allah yang merupakan bentuk ketaatan dan pelaksanaan perintah
Allah dan rasul. Akuntansi muslim menggunakan perkataan dan perbuatan yang baik
serta mulia menunjukkan kebaikan. Akuntan muslim profesional menjalankan perintah
Allah dengan keimanan benar-benar teguh[25]. Akuntan muslim mengutamakan sikap jujur
dan menjauhi dusta. Akuntan berlaku jujur karena kejujuran mengantarkan
pada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan pada surga. Akuntan muslim yang senantiasa
berlaku dan berusaha jujur maka dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur.Akuntan
bersikap berhati-hati dalam tindakan dan senantiasa menjauhi berbuat dusta karena
tindakan tersebut akan mengantarkan kepada kejahatan yang akan mengantarkan
pada neraka. Orang yang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta maka akan dicatat di
sisi Allah sebagai pendusta[26]. Akuntan berbuat kejujuran karena
hal tersebut akan menenangkan. Akuntan muslim meninggalkan hal yang meragukan kepada apa yang
tidak meragukanmu. Akuntan bersikap kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan
menipu akan menggelisahkan jiwa[27].
Akuntan profesional tidak bisa dipisahkan
dengan dunia bisnis. Penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan produk merupakan
tindakan yang haram. Jujur menjadi hal yang penting bagi para pelaku perniagaan
dan bisnis. Jujur dalam dunia perniagaan terdapat
perintah khusus sebagaimana dalam hadist sesungguhnya para pedagang akan
dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali
pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur[28]. Perilaku jujur merupakan bentuk keberkahan
yang menjadikan kebaikan tetap dan terus bertambah sebagaimana dalam hadist
disebutkan bahwa kedua orang penjual dan pembeli
masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah jika
keduanya berlaku jujur dan saling terus terang maka keduanya akan memperoleh
keberkahan dalam transaksi sebaliknya jika mereka berlaku dusta dan saling
menutup-nutupi niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu[29]. Keberkahan sikap jujur akan menjadi sarana mudah mendapatkan
berbagai jalan keluar dan kelapangan. Berlaku jujur dan terus berpegang dengan
sikap jujur, bersungguh-sungguh menjadi orang yang jujur, jauhi perilaku dusta yang dapat mengantarkan pada kebinasaan
sehingga mendapati kelapangan dan jalan keluar atas perilaku jujur[30].
Akuntan
profesional harus senantiasa menjauhkan diri dari perilaku yang merupakan aib
buruk. Akuntan menjauhi perilaku dusta yang merupakan bentuk
dosa serta aib yang teramat buruk. Akuntan muslim tidak melakukan perbuatan dusta
yang haram sebagaimana diterangkan Al-Qur’an Assunnah. Munafik melakukan perbuatan dusta dalam perkataan, menyelisihi janji dalam
perjanjian serta khianat dalam amanah padahal dalil
tegas menunjukkan haramnya dusta[31]. Akuntan muslim yang bersikap jujur akan mendapat kebaikan dunia akhirat, adapun akuntan yang bersikap dusta terbawa kepada jurang
kehancuran dunia akhirat. Akuntan yang menjalankan jasa profesionalya dengan
tindakan bersumpah dusta akan mendapat di hari kiamat. Hadist menyebutkan bahwa
ada tiga golongan yang Allah tidak berbicara pada mereka pada hari kiamat,
tidak melihat mereka, tidak mensucikan mereka dan mereka akan mendapatkan
siksaan yang pedih yaitu mereka yang menjual barangnya dengan sumpah dusta[32]. Akuntan muslim dan umat
Islam yang berbuat kejujuran akan dibangkitkannya bersama
para Nabi, orang yang mati
syahid dan
orang shalih sebagain bentuk kemuliaan yang tinggi. Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul akan bersama orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu Nabi, orang jujur, orang yang mati syahid dan orang shalih yang mereka itulah teman yang sebaik-baiknya[33].
Prinsip dasar kode etik
akutan profesional menyebutkan bahwa akuntan profesional bersikap [lugas] yaitu mengenai yang pokok-pokok (yang perlu-perlu)
saja: pembicaraannya selalu yang penting. Akuntan muslim profesional
hendaknya senantiasa berkata dan berbuat yang
pokok, yang perlu dan yang penting saja. Akuntan muslim profesional yang
baik meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Akuntan profesional
senantiasa mengisi waktunya hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia akhiratnya
sebagaimana hadist yang menyebutkan bahwa tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan
hal yang tidak bermanfaat[34]. Hadits ini mengandung makna bahwa di antara
kebaikan Islam akuntan muslim adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat
baik berupa perkataan atau perbuatan[35]. Tanda
baiknya akuntan muslim melakukan tiap kewajiban yang telah diperintahkan oleh
Allah serta meninggalkan yang haram sebagaimana hadist bahwa muslim
yang baik adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain[36]. Akuntan muslim yang baik maka sudah tentu meninggalkan perkara yang haram, rancu secara hukum syariat (syubhat), makruh dan berlebihan dalam hal mubah yang tidak dibutuhkan. Muslim yang meninggalkan perkara tidak bermanfaat semisal hal tersebut menunjukkan kebaikannya[37].
Ibnu Rajab mengatakan
bahwa mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yang tidak
dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia[38]. Malaikat mengawasi perbuatan hamba yang dilakukan oleh lisan maupun perbuatan. Allah berfirman sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang
duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri, tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir[39]. Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dicatat adalah setiap
perkataan yang baik atau buruk. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan
tersebut akan dihadapkan kepada Allah[40]. Tanda kebaikan Islam seseorang
adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat[41]. Abu Ishaq Al Khowwash berkata sesungguhnya Allah mencintai
sedikit makan dan sedikit bicara[42]. Umar bin Abdul Aziz berkata siapa
yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit
bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat[43]. Ibnu Rajab berkata ketika seorang
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dan kemudian menyibukkan diri dengan
hal yang bermanfaat maka tanda baik Islamnya[44]. Akuntan
muslim perlu mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar karena
hal itu termasuk perkara yang bermanfaat. Golongan umat yang beruntung senantiasa menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[45].
Akuntan muslim yang profesional
senantiasa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat dalam aktivitas
profesionalnya maupun aktivitas sehari-hari sebagai bentuk karakter dirinya. Rasulullah Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam bersabda tanda kebaikan keIslaman seseorang meninggalkan
hal-hal yang tidak bermanfaat baginya[46], hadits
ini merupakan salah satu dasar pokok bidang akhlak dalam agama Islam. adab
kebaikan terhimpun dan bersumber dari empat hadist yaitu barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam, pertanda
kebaikan Islam seseorang jika meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya, janganlah
engkau marah, mukmin mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana mencintai
kebaikan bagi dirinya sendiri[47]. Kalimat pertanda
kebaikan seseorang irabnya adalah khabar yang didahulukan, sedangkan kata
meninggalkan adalah mubtada yang diakhirkan[48]. Huruf min dalam
hadits ini jenisnya tab’idhiyyah atau sebagian maka
makna hadits ini adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat merupakan
sebagian dari hal yang bisa mendatangkan baiknya keislaman seseorang[49].
Kebaikan Islam akuntan profesional dicapai
dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-laranga yang
merupakan tingkatan golongan pertengahan sebagaimana disitir dalam Alqur’an.
Alquran
diwariskan pada orang yang dipilih di antara hamba yaitu ada yang menganiaya
diri mereka sendiri, ada yang pertengahan dan ada yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah[50]. Akuntan profesional yang baik keislamannya adalah golongan
pertengahan yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjalankan amalan sunnah serta meninggalkan semua hal-hal yang
diharamkan. Pertanda kebaikan
Islam seseorang akuntan profesional jika telah mencapai tingkatan ihsan sebagaimana
yang disebutkan dalam hadits yang menyebutkan bahwa ihsan adalah beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, Seandainya tidak mampu melihat-Nya,
maka ketahuilah bahwasanya Dia itu melihat manusia[51]. Kebaikan keislaman
bertingkat masing-masing orang akan berbeda-beda tingkatannya. Besarnya pahala
dan keutamaan seseorang tergantung tingkatan kebaikan keislaman dia sebagaimana
dalam hadist jika Islam seorang baik maka tiap amal kebaikannya
akan dicatat pahalanya sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat[52].
Ulama ahli penelitian mengatakan
bahwa kebaikan keislaman itu bertingkat-tingkat, tidak hanya satu level saja. Agama
Islam telah menjelaskan segala macam bentuk amal kebaikan. Kebaikan ajaran
Islam terhimpun dalam dua kata yang disebutkan dalam Al-qur’an yaitu sesungguhnya
Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan[53]. Segala sesuatu yang tidak
bermanfaat bagi pemerhatinya dan tidak ada maslahat baginya barus ditinggalkan[54]. Sesuatu yang tidak
bermanfaat bagi seorang muslim bisa berbentuk perkataan maupun perbuatan. Tiap
perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya untuk kepentingan ukhrawi
muslim ataupun duniawinya seharusnya meninggalkannya agar keislamannya menjadi
baik[55]. Cara mengetahui sesuatu
bermanfaat atau tidak sesuai standar dan patokan yaitu syariat dan bukan hawa
nafsu. Akuntan perlu menjadikan hadist meninggalkan suatu hal yang tidak bermanfaat sebagai
tanda dari kebaikan keislaman seseorang. Patokan yang harus kita gunakan
dalam menilai bermanfaat tidaknya suatu perbuatan adalah syariat Islam. Hal ini
perlu ditekankan karena banyak orang yang salah paham dalam memahami hadits
ini, sehingga dia meninggalkan hal-hal yang diwajibkan syariat atau disunahkan,
dengan alasan bahwa hal-hal itu tidak bermanfaat baginya[56].
Akuntan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat yaitu maksiat yang diharamkan dalam syariat. Akuntan profesional wajib
hukumnya meninggalkan maksiat sebagaimana hukumnya wajib ditinggalkan oleh setiap manusia[57]. Maksiat tidak
bermanfaat juga membahayakan diri sendiri di dunia maupun di akhirat. Bahaya yang ditimbulkan maksiat di dunia yaitu mengerasnya hati dan menghitam hingga cahaya
yang ada di dalamnya padam akibatnya menjadi buta tidak bisa membedakan
yang benar dan yang batil[58]. Akibat buruk yang
dijelaskan dalam hadist jika hamba berbuat dosa maka akan ditorehkan sebuah
noktah hitam dalam hati[59], namum jika meninggalkan
dosa dan beristigfar niscaya hati akan dibersihkan dari noktah hitam itu, sebaliknya
jika terus berbuat dosa maka noktah hitam akan terus bertambah hingga menutup
hati[60]. Akuntan yang gemar
berbuat maksiat akan diancam oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam neraka.
Akuntan profesional meninggalkan hal
yang dimakruhkan dalam agama dan berlebih-lebihan dalam mengerjakan hal yang
diperbolehkan agama Islam yang sama sekali tidak mengandung manfaat namun
justru menghalangi dari berbuat amal kebajikan[61]. Akuntan menjaga
perkataan dan perbuatan dari maksiat. Imam an-Nawawi menasihatkan bahwa hendaknya
tiap muslim berusaha untuk selalu menjaga lisan dari segala macam bentuk ucapan
maksiat. Akuntan hendaknya memberikan ucapan hanya yang mengandung maslahat. Akuntan ketika bertemu dengan kondisi
bahwa kemaslahatan untuk mengucapkan dan untuk meninggalkannya adalah sebanding
maka yang disunnahkan adalah meninggalkan ucapan tersebut karena perkataan yang
diperbolehkan terkadang membawa kepada perkataan yang diharamkan atau yang
dimakruhkan. Padahal keselamatan dari hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan
adalah sebuah mutiara yang tidak ternilai harganya[62]. Pengalaman membuktikan
bahwa perkataan baik yang telah dipertimbangkan secara bijak atau mencukupkan
diri dengan diam akan mendatangkan kewibawaan dan kedudukan dalam kepribadian muslim.
Banyak bicara tanpa dipikir panjang dan gemar ikut campur perkara yang tidak
bermanfaat akan menodai kepribadian muslim, mengurangi kewibawaan dan
menjatuhkan kedudukannya di mata orang lain. Imam Ibnu Hibban berpetuah orang
yang berakal akan lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada
mulutnya. Akuntan muslim perlu menyadari bahwa telah diberi telinga dua buah
sedangkan mulut hanya satu agar lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seorang
yang berbicara maka perkataan akan menguasai dirinya, namun jika tidak
berbicara maka akan mampu mengontrol perkataannya[63]. Akuntan tidak akan meremehkan perkataan yang terlepas dari
lisannya namun senantiasa mempedulikan
dampak baik buruk perkataannya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan seringkali hamba mengucapkan perkataan yang tidak dipikirkan dampaknya padahal ternyata perkataan akan
menjerumuskannya kedalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak
timur dengan barat[64]. Tiap muslim sebelum menyibukkan
diri dengan kekurangan orang lain hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh membenahi
diri dengan berupaya merealisasikan keselamatan dan menjauhkan segala yang
membinasakan dirinya. Alqur’an menyebutkan bahwa sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih,
nasihat-menasihati untuk menetapi kebenaran, serta nasihat-menasihati supaya
menetapi kesabaran[65]. Karakteristik golongan
orang yang selamat dari kerugian yaitu merealisasikan keimanan dan amal shalih
dalam diri mereka sendiri sebelum mendakwahi orang lain untuk berpegang kepada
kebenaran dan bersabar. Celaan kepada Bani Israil karena meminta orang lain
berbuat kebaikan tetapi melupakan kewajiban diri sendiri sebagaimana dalam
Alqur’an bahwa mengapa kalian suruh orang lain mengerjakan
kebaikan sedang kalian melupakan dirim kalian sendiri padahal kalian membaca
al-Kitab Taurat, maka tidakkah kalian berpikir[66].
Akuntan hendaknya senantiasa berusaha membenahi diri
sendiri sebelum berusaha membenahi orang lain. Akuntan muslim
beristiqamah dalam kebaikan lantas berusaha untuk memadukan antara penerapan
ajaran agama Islam dalam diri sendiri dengan usaha untuk mendakwahi orang lain
agar bermanfaat bagi umat. Akuntan yang berhasil
mencapai penerapan syariat Islam secara kafah maka ia termasuk
hamba Allah yang tinggi kedudukannya kelak di hari akhir[67].
Allah ta’ala berfirman siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri[68]. Akuntan meninggalkan hal
yang diwajibkan agama dengan alasan tidak berguna baginya karena kekeliruan dalam
pemahaman dan ini merupakan kekeliruan yang nyata sebab amar ma’ruf dan nahi
munkar merupakan perkara yang amat penting bagi muslim[69]. Alqur’an menyampaikan
bahwa hendaklah
ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar[70]. Tiap yang diperintahkan
Allah adalah penting dan bermanfaat bagi manusia. Pengabaian nasihat bagi umat tidak diragukan lagi bertentangan dengan syariat Islam yang memerintahkan untuk membudayakan nasihat[71].
Nasihat yang sering
diabaikan yaitu menerangkan kesalahan mereka yang melakukan ibadah tanpa dalil
agar pada umat dengan tujuan agar umat tidak terjerumus ke dalam kesalahan dan
kesesatan. Ulama bersepakat tentang disyariatkannya memberikan nasiha kepada
mereka yang membuat ibadah tanpa dalil bagi umat lebih besar dari segala bentuk
marabahaya[72]. Nasihat kepada
kesesatan bukanlah termasuk menggunjing yang diharamkan[73]. Ibnu Taimiyah
menerangkan bahwa tidak dibenarkan menghindari kerusakan kecil dengan melakukan
kerusakan yang lebih besar juga tidak dibenarkan mencegah kerugian yang ringan
dengan melakukan kerugian yang lebih berat. Syariat Islam bertujuan
merealisasikan maslahat dan menyempurnakannya juga melenyapkan kerusakan dan
menguranginya serta jika tidak mungkin untuk memadukan antara dua kebaikan maka
syariat Islam mengajarkan untuk memilih yang terbaik, begitu pula dengan dua
kerusakan, jika tidak dapat dihindarkan kedua-duanya, maka kerusakan
terbesarlah yang harus dihindarkan[74]. Fenomena kekurangpahaman
terhadap as-sunnah menyebabkan berbagai kesalahan bersikap[75]. Akuntan berkewajiban
menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat tidak menyia-nyiakan hal penting
berkenaan dengan perkara agama maupun dunia. Muslim berusaha keras semampunya untuk menggapai
ridha Allah dan meraih tujuan yang digariskan-Nya sambil memohon
pertolongan dari-Nya serta meminta taufik
dan kebenaran[76].
Hadist menyebutkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah dan masing-masing memiliki
kebaikan serta bersungguh-sungguh
mengerjakan hal yang bermanfaat dan memohon
pertolongan dari Allah serta tidak bersikap lemah[77]. Campur tangan
dalam perkara-perkara yang tidak bermanfaat akan mengakibatkan timbulnya
perpecahan[78].
Penutup
Penelitian mengkaji prinsip dasar kode etik integritas akuntan
profesional dalam perspektif Islam. Akuntan profesional bersikap lugas yaitu semua aktivitas hanya dalam aktivitas yang
bermanfaat. Akuntan muslim profesional hendaknya senantiasa berkata dan
berbuat yang perlu dan penting serta menjauhkan dari semua aktivitas yang tidak
memberikan nilai manfaat. Akuntan profesional yang baik meninggalkan hal yang
sia-sia tanpa memiliki faidah. Akuntan profesional senantiasa mengisi waktunya
hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia akhiratnya sebagaimana hadist yang
menyebutkan bahwa tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan
hal yang tidak bermanfaat, Akuntan
Islam profesional senantiasa mempergunakan waktunya dalam aktivitas
profesi dalam hal yang mendatangkan manfaat bagi diri dan publik secara
luas dalam kepentingan di dunia dan
akhirat. Akuntan
muslim berusaha keras menjauhkan dirinya dari semua perkara dan tindakan yang tidak
memberikan manfaat. Akuntan profesional mematuhi
prinsip dasar etika integritas
yang menjadikan sifat kejujuran dalam semua hubungan kinerja
profesionalnya. Akuntan profesional bekerja dalam dunia bisnis profesional yang
penuh dengan dinamika keuangan. Akuntan muslim berlaku jujur sebagaimana
diperintahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist.
Daftar Pustaka
Neu, D., Friesen, C. and Everett, J. The changing internal market for ethical
discourses in the Canadian CA profession.
2003. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,
Vol. 16 No. 1, pp. 70-103
Risqifani
dan Suwarno. Persepsi Persepsi Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika Profesi
Akuntan Publik Perspektif Islam. 2018. Journal of Islamic Accounting and Tax
Husein, U.M. Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and Business
Research. Vol. 9 No. 2, pp.
138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-0008
Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants
perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205
Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred
context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash
awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
Vol. 2 No. 2
Velayutham,
S. Conventional Accounting vs Islamic Accounting: The Debate
Revisited. 2014. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026
Collins
SO, etc. Ethical
decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting
Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri
Keuangan (KMK) No.312/KM.1/2019; 27
Juni 2019
Mohammed,
N.F. The need for
Islamic accounting standards: the Malaysian Islamic financial institutions
experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No.
1, pp. 115-133.
Salihin,
A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the true and
fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
pp. 142-157
Ahmed,
H., etc. Diverse
accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions:
Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 32 No. 3
Ben
Abd El Afou, R. Knowledge of
Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3,
pp. 304-325.
Aribi,
Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability
in Islamic financial institution: The role of the Shari’ah supervisory board
reports. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1
Sayyadi
Tooranloo, H, etc. An analysis of causal relationships of ethical values in
auditing from Islam’s perspective: Using fuzzy DEMATEL approach. 2018.
International Journal of Ethics and Systems, Vol. 34 No. 3
Badan
Pemeriksa Keuangan. 2019. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)
Ikatan Akuntan Indonesia, Penetapan IAI sebagai Asosiasi Profesi Akuntan
Etika Profesi Akuntansi dalam Perspektif
Islam. Al-Masharif. Vol 3 No 2 Th 2015
Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Profesional, 2016. Jakarta, Indonesia
Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa BP-RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2016
Al-Hakim, Sunan Al-Hakim (No.2142)
Ath-Thiibi, Syarhu
Sunani Ibni Majah (Hal. 155)
As-Syauqani, Kitab
Faidhul Qadiir (3/278)
Al-Bukhari, Shahihul Jami (no. 1973)
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an
Al-Adhim, Surat An-Nisaa (69)
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wajiz, Suriah
Muslim, Shahih Muslim (no. 2607).
At-Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidi (no. 2518) dan Ahmad, Musnad 1/200
Ibnu
Majah, Sunan Ibnu Majah (no. 2146)
Muslim, Shahih Muslim (no. 1532)
Ibnu Katsir, Al Qur’an Al ‘Azhim, Attaubah 119, Muassasah Al Qurthubah
(7/313)
Al-Bukhari,
Shahihul Jami (no. 2682)
Muslim, Shahih Muslim (no. 106)
Al-Qur’an, Surat an-Nisa (ayat 69)
Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidzi,
(no. 2317)
Ibnu Rajab Al-Hambali, Kitab Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288
Al-Bukhari, Kitab Shahihul
Jami Shahih Al-Bukhari, no. 10
Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1:
289
Ibnu
Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290
Al-Qur’an, Surat Qaaf: 16-18
Ibnu
Katsir, Kitab Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 13: 187
Ahmad, Musnad Ahmad 1: 201
Al-Baihaqi,
Syu’abul Iman, 5: 48
Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291
Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295
Nawawi, Al
Arba’in An Nawawiyah
Attarmidzi, Sunan at-Tirmidzi no. 2318
Ibnu
Rajab Alhambali, Jami’ al-Ulum
wa Al-Hikam, hal 208
Ibnu Shalih Al-Utsaimin, Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, hal
181
Ibnu
Rajab Alhambali, Jami’ al-‘Ulum, hal 208
Al-Qur’an, Surat Fathir: 32
Muslim, Shahih Muslim no: 93
Al-Bukhari, Shahihul Jami no: 42
Ibnu
Shahih Al-Utsaimin, Syarah
al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 158
Shalih Alu Syaikh, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal: 78
An-Nawawi, Syarh al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyah, hal: 40
Salim al-Hilaly, Bahjah an- Nadzirin Syarh Riyadh ash-Shalihin I/142
Assady, Bahjah al-Qulub al-Abrar, hal: 137
Yusri As-Sayyid M, Badai’ at-Tafsir al-Jami’ li Tafsiri al-Qayyim,V/153-155
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah
Al-Qur’an, Surat Al-Muthaffifin: 14
Assady, Bahjah Al-Qulub Al-Abrar, hal: 137
An-Nawawi, Riyadh Ash-Shalihin
Abdul Muhsin al-‘Abbad, Rifqan
Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah, hal 31
Muslim, Shahih Muslim no: 7407
Al-Qur’an, Surat Al-Ashr: 1-3
Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah: 44
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li asy-Syabab
Al-Qur’an, Surat Fushilat: 33
Syarh al-Arba’in, Syaikh al-Utsaimin, hal: 182
Al-Qur’an, Surat Ali Imran: 104
Qawa’id wa Fawa’id, hal: 123-124
Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly, Aal-Mahajjah
al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa
Zaighi ahl al-Ahwa, hal: 55-74
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Mauqif
Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa’ wa al-Bida’, I/496-509
Al-Masail al-Mardiniyah, hal: 63-64
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li
asy-Syabab, hal: 6-8
Bandar al-‘Abdaly, Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid alArba’in AnNawawiyah, hal: 55
Muslim,
Shahih Muslim, no: 6716
Qawaid wa Fawaid, hal: 124
[1] Neu, D., Friesen, C. and Everett, J. The changing internal market for ethical
discourses in the Canadian CA profession.
2003. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,
Vol. 16 No. 1, pp. 70-103
[2] Risqifani dan Suwarno. Persepsi Persepsi
Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika Profesi Akuntan Publik
Perspektif Islam. 2018. Journal
of Islamic Accounting and Tax
[3]
Husein, U.M. Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and Business
Research. Vol. 9 No. 2, pp.
138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-0008
[4] Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants
perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205
[5] Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred
context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash
awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
Vol. 2 No. 2
[6] Velayutham, S. Conventional Accounting vs Islamic Accounting: The Debate Revisited. 2014. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026
[7]
Collins SO, etc. Ethical
decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting
[9]
Mohammed, N.F. The need for
Islamic accounting standards: the Malaysian Islamic financial institutions
experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No.
1, pp. 115-133.
[10]
Salihin, A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the
true and fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
pp. 142-157
[11]
Ahmed, H., etc. Diverse
accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions:
Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 32 No. 3
[12] Ben
Abd El Afou, R. Knowledge of
Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3,
pp. 304-325.
[13]
Aribi, Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability in Islamic financial institution: The role of the
Shari’ah supervisory board reports. 2019. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1
[14] Sayyadi Tooranloo, H, etc. An analysis of
causal relationships of ethical values in auditing from Islam’s perspective:
Using fuzzy DEMATEL approach. 2018. International Journal of Ethics and
Systems, Vol. 34 No. 3
[72] Rabi’
bin Hadi al-Madkhaly, Aal-Mahajjah al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah
al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa Zaighi ahl al-Ahwa, hal:
55-74