Laman

Senin, 30 November 2020

Berlindung kepada Allah dari Setan

1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.

2. Raja manusia. 

3. Sembahan manusia. 

4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. 

5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.


[Surat Annas]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah
(HR. Al-Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175)


Ringkasan Tafsir Al-Qur'an Al-Adhim, Imam Ibnu Katsir







nasehat-muslim blogpsot co id

Minggu, 29 November 2020

Tanggung Jawab dalam Perspektif Ulama Islam

 Allah subhanahu wata'ala berfirman, 

وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan 

(Surat Al-An'am: 164)

Dan tidaklah manusia melakukan hal yang buruk kecuali dosanya akan menjadi tanggungannya. Dan sesorang tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada tuhan kalian tempat kembali kalian pada hari kiamat, lalu Dia memberitahukan kepada kalian apa yang kalian perselisihkan dalam perkara agama.

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Dan orang yang tidak bersalah tidak akan menanggung dosa orang lain. Kemudian hanya kepada Allah-lah kalian akan dikembalikan di hari Kiamat. Lalu Dia akan memberitahu kalian perihal urusan agama yang kalian perselisihkan di dunia.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

Dan tidaklah seseorang melakukan kemaksiatan melainkan dialah yang akan menanggung dosanya; dan orang yang tidak berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. Dan seseorang tidak akan disiksa akibat kejahatan orang lain. Kemudian kalian akan dikumpulkan menuju Pencipta kalian pada hari kiamat, kemudian Dia akan mengabarkan dengan kabar yang jelas, tentang perkara-perkara agama yang dulu kalian perselisihkan. 

Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah

وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا ۚ 

(Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri) 

Maka tidak ada orang yang bisa memberi dosa kepada orang lain.

 وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ

( dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain) 

Maka orang yang tidak berdosa tidak akan menanggung dosa orang yang berdosa. Dan dalam ayat ini terdapat bantahan atas apa yang orang-orang jahiliyah lakukan, yang menghukum seseorang karena dosa yang dilakukan kerabatnya, atau menghukum suatu kabilah karena dosa yang dilakukan kabilah lain. 

Dan dalam ayat lain disebutkan:

 ليحملوا أوزارهم كاملة يوم القيامة ومن أوزار الذين يضلونهم بغير علم 

“agar mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan” 

Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

Tidak ada seorang pun yang berbuat dosa melainkan kemudharatannya berupa siksa dan akibatnya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Tidak ada orang yang disiksa sebab kesalahan orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali pada hari kiamat, dan akan Allah beritakan kepadamu apa yang kamu perselisihkan dalam hal keyakinan dan amal, kemudian kalian akan diberi balasan atas perbuatan kalian.

Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

Semua makhluk berada di bawah rububiyahNya dan tunduk kepada perintahNya, maka wajib atasku dan atas selainku menjadikan Allah sebagai TUhan, ridha kepadaNya dan agar tidak bergantung kepada para makhluk yang miskin lagi lemah. Kemudian Allah mendorong dan memperingatkan kita dengan balasan itu. Dia berfirman, “Dan tidaklah seseorang membuat sesuatu,” yang baik dan yang buruk “melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri.” Sebagaimana Firman Allah, Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri (Fushilat: 46). “Dan seorang yang berdoosa tidak akan memikul dosa orang lain.” Akan tetapi masing-masing memikul dosanya sendiri-sendiri. Jika seseorang menjadi penyebab kesesatan dan dosa orang lain, maka dia memikul dosa sebagai penyebab tanpa mengurangi dosa pelaku sedikit pun. “Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali,” pada Hari Kiamat. “Dan akan diberitakanNya kepadamu apa yang kamu persilahkan.” Baik dan buruk, dan membalasmu dengan itu dengan sempurna. 

 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Katakanlah, wahai nabi Muhammad, dengan penuh keheranan, apakah patut aku mencari tuhan selain Allah, padahal dialah tuhan bagi segala sesuatu, pencipta jagat raya dan seisinya, pengatur, dan pemelihara bagi semua makhluk-Nya. Karena segala sesuatu selain Allah tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, maka tidak patut untuk disembah. Setiap perbuatan dosa seseorang, pelanggaran ketentuan agama, baik besar maupun kecil, dirinya sendiri yang bertanggung jawab di hadapan Allah pada hari kiamat nanti. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain, kecuali jika orang itu mengajak orang lain berbuat dosa. Kemudian kepada tuhanmulah kamu kembali, karena semua makhluk adalah milik Allah, Allah-lah pewaris makhluk-Nya pada hari kiamat. Dan, akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan, dengan menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya. Pada akhir surah ini dijelaskan bahwa hidup adalah cobaan dari Allah. Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi, setiap generasi digantikan oleh generasi berikutnya sampai hari kiamat, untuk meramaikan bumi di atas dasar nilai-nilai ilahi. Dan dia mengangkat derajat sebagian kamu di atas yang lain'ada yang kaya, miskin, lemah, kuat, sehat, sakit, dan sebagainya'untuk menguji kesyukuranmu atas karunia yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhanmu sangat cepat memberi hukuman bagi mereka yang durhaka dan sungguh, dia maha pengampun bagi yang taat dan bertobat dari dosadosanya, maha penyayang kepada makhluk-Nya. 

 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Senin, 02 November 2020

Kode Etik Integritas Akuntan Profesional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Perspektif Islam

 

Kode Etik Integritas Akuntan Profesional

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Perspektif Islam

     Ibnu Haitam, M.Si (ibnu.haitam@sttkd.ac.id)

Abstrak

            Skandal akuntansi di Indonesia banyak terjadi baik yang melibatkan akuntan publik, auditor internal maupun akuntan pemerintah. Akuntan profesional yang memiliki idealistik menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk membuat keputusan etis dalam situasi yang melibatkan dilema etika daripada mereka yang cenderung memiliki arah orientasi relativistik. Salah satu kasus skandal akuntansi besar dekade ini yaitu ketika Menteri Keuangan menjatuhkan sanksi kepada auditor laporan keuangan garuda Indonesia Akuntan Publik Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT. Garuda Indonesia  (Persero) Tbk dan Entitas Anak Tahun Buku 2018. Sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) c.q. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan memeriksa AP/KAP terkait permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018, khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Etika sebagai salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik IAI yang merupakan amanah dari AD/ART IAI dan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 263/ KMK.01/2014 tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Organisasi Profesi Akuntan. Akuntan profesional menjalankan perintah Allah berlaku jujur yang telah disebutkan dalam Alqur’an dan Hadist. Muslim yang beriman senantiasa bertakwa kepada Allah dengan menjadi orang yang jujur dan benar. Akuntan muslim bersikap dan berlaku jujur kepada Allah yang merupakan bentuk ketaatan dan pelaksanaan perintah Allah dan rasul. Akuntansi muslim menggunakan perkataan dan perbuatan yang baik serta mulia menunjukkan kebaikan. Akuntan muslim profesional menjalankan perintah Allah dengan keimanan benar-benar teguh.

 

        Kata kunci: Kode Etik, Akuntan Profesional, Integritas, Perspektif Islam

 

Pendahuluan

              Sejak terkuaknya skandal besar etika akuntan moral hazard yang dilakukan Arthur Andersen salah satu kantor akuntan publik terbesar dunia yang masuk kategori the big five accounting firm dengan melibatkan Enron salah satu perusahaan terkemuka dunia dan paling inovatif dalam bidang energi ternyata setelah itu skandal yang lain banyak bermunculan terjadi baik melibatkan akuntan dan perusahaan global, regional, nasional maupun lokal. Pengawasan terhadap kode etik akuntan perlu untuk terus dikembangkan sesuai dengan pertimbangan semakin meluasnya bidang akuntansi profesional[1]. Setelah terkuaknya skandal besar tersebut etika profesi akuntan menjadi bahan kajian yang menarik dan penting untuk terus menerus dilakukan dan dikembangkan dalam dunia akuntansi agar tidak muncul skandal-skandal lain yang sangat merugikan kepentingan publik[2]. Akuntan Islam bertanggung jawab secara etika dan sosial dalam berbagai bidang aktivitas profesionalnya[3]. Pembuat kebijakan regulasi akuntansi perlu memahami perkembangan tatanan interaksi lokal maupun global dalam pembentukan regulasi akuntansi[4]. Konsep akuntabilitas dalam akuntansi Islam menekankan pertanggungjawaban secara penuh kejujuran[5]. Perumusan standar akuntansi Islam memberi implikasi signifikan bagi perkembangan praktik akuntansi dan perekonomian negara Islam  masa depan maka perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan[6].

            Skandal akuntansi di negeri Indonesia juga banyak terjadi baik yang melibatkan akuntan publik, auditor internal maupun akuntan pemerintah. Akuntan profesional yang memiliki idealistik menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk membuat keputusan etis dalam situasi yang melibatkan dilema etika daripada mereka yang cenderung memiliki arah orientasi relativistik[7]. Salah satu kasus skandal akuntansi besar dekade ini yaitu ketika Menteri Keuangan menjatuhkan sanksi kepada auditor laporan keuangan garuda Indonesia Akuntan Publik Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT. Garuda Indonesia  (Persero) Tbk dan Entitas Anak Tahun Buku 2018. Sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) c.q. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan memeriksa AP/KAP terkait permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018, khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Sanksi yang dijatuhkan berupa pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap AP Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited (Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019) kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan. Dasar pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017[8]. Akuntan Islam perlu memberikan kontribusi dalam penyusunan seperangkat standar akuntansi Islam dalam suatu negara[9]. Pengesampingan standar dan regulasi akuntansi (true and fair view override) tidak dapat diterapkan aturan syariah[10]. IFRS dan AAOIFI memiliki beberapa celah kesenjangan yang mungkin sulit untuk dihilangkan sepenuhnya karena perbedaan prinsip dasar yang mendasari pengembangan kedua standar[11]. Standar akuntansi Islam penting bagi para praktisi di perusahaan secara umum maupun dan di perusahaan audit secara khsusus[12]. Pembuat kebijakan berkontribusi dalam perdebatan tentang standar pengungkapan seragam di seluruh dunia  diterapkan untuk memastikan tingkat pengungkapan yang sama[13]. Profesional dan akademisi perlu menciptakan perubahan yang diperlukan dalam budaya bisnis dan menciptakan perubahan mendasar dalam perilaku profesional dengan penggunaan budaya Islami[14].

          Kementerian keuangan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), regulator terkait, dan Institut Akuntan Publik Indonesia. Adapun hasil pemeriksaan adalah AP Kasner Sirumapea belum sepenuhnya mematuhi Standar Audit (SA) - Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yaitu SA 315 pengidentifikasian dan penilaian risiko kesalahan penyajian material melalui pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya, SA 500 Bukti Audit, dan SA 560, peristiwa kemudian KAP belum menerapkan Sistem Pengendalian Mutu KAP secara optimal terkait konsultasi dengan pihak eksternal. Pemeriksaan dan pengenaan sanksi administratif dilakukan dalam rangka pembinaan terhadap profesi keuangan dan perlindungan terhadap kepentingan publik. Sanksi yang ditetapkan, telah mempertimbangkan tanggung jawab AP/KAP dan Emiten secara proporsional.  Kemenkeu dan OJK berkomitmen mengembangkan dan meningkatkan integritas sistem keuangan dan kualitas profesi keuangan, khususnya profesi AP. Profesi ini berperan sebagai penjaga kualitas pelaporan keuangan yang digunakan oleh publik/(stakeholders) sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) mempunyai kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik(KAP) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (Pasal 49), Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik.

              Skandal akuntansi selain terjadi di sektor swasta juga terjadi di sektor pemerintahan dengan laporan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) terungkap ada 4.094 temuan yang memuat 5.480 permasalahan dalam pemeriksaan BPK di semester II tahun 2019, 1.725 atau 31 persen permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp 6,25 triliun. BPK menemukan 2.784 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan sebesar Rp1,35 triliun; serta 971 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern. Permasalahan  sebesar Rp 7,6 triliun, atas permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp 6,25 triliun tersebut, pada saat pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara, daerah, atau perusahaan sebesar Rp449,45 miliar atau 7 persen dari total. Persoalan ketidakpatuhan sebesar Rp 6,25 triliun sebanyak 709 kasus merupakan masalah yang dapat mengakibatkan kerugian sebesar Rp1,29 triliun sebanyak 263 kasus merupakan masalah yang dapat mengakibatkan potensi kerugian sebesar Rp1,87 triliun, dan sebanyak 298 kasus merupakan masalah yang dapat mengakibatkan kekurangan penerimaan sebesar Rp3,09 triliun, jumlah tersebut dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019. Ikhtisar memuat ringkasan hasil pemeriksaan BPK dalam periode 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Desember 2019. Sesuai dengan UU, BPK telah menyampaikan secara tertulis laporan IHPS II Tahun 2019 pada 31 Maret 2020. IHPS II Tahun 2019 merupakan ikhtisar dari 488 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan badan lainnya yang meliputi hasil pemeriksaan atas 1 laporan keuangan, 267 hasil pemeriksaan kinerja, dan 220 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT). IHPS Semester II tahun 2019 memuat hasil pemeriksaan kinerja tematik pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan[15].

 

Kode Etik Akuntan Profesional Ikatan Akuntan Indonesia

          Etika sebagai salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik IAI yang merupakan amanah dari AD/ART IAI dan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 263/ KMK.01/2014 tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Organisasi Profesi Akuntan. Kode etik tersebut perlu untuk dimutakhirkan dengan perkembangan saat ini dan ketentuan kode etik akuntan profesional yang berlaku secara internasional. Kode Etik Akuntan Profesional ini merupakan adopsi dari Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants 2016 Edition yang dikeluarkan oleh International Ethics Standards Board for Accountants of The International Federation of Accountants (IESBA-IFAC). Proses penyusunannya IAI melakukan koordinasi dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) sesuai Nota Kesepahaman antara IAI, IAPI dan IAMI tentang Kerjasama Pengembangan Profesi Akuntan di Indonesia. Tujuannya supaya terjadi sinergi antar organisasi profesi akuntan dan menciptakan keseragaman ketentuan etika bagi seluruh akuntan di Indonesia.

         Ikatan Akuntan Indonesia yang selanjutnya disebut IAI, adalah organisasi profesi yang menaungi seluruh Akuntan Indonesia. Sebutan IAI dalam Bahasa Inggris adalah Institute of Indonesia Chartered Accountants. IAI menjadi satu-satunya wadah yang mewakili profesi akuntan Indonesia secara keseluruhan, baik yang berpraktik sebagai akuntan sektor publik, akuntan sektor privat, akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pajak, akuntan forensik, dan lainnya. IAI didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 dengan dua tujuan yaitu membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan; dan mempertinggi mutu pekerjaan akuntan. IAI bertanggungjawab menyelenggarakan ujian sertifikasi akuntan profesional (ujian Chartered Accountant-CA Indonesia), menjaga kompetensi melalui penyelenggaraan pendidikan profesional berkelanjutan, menyusun dan menetapkan kode etik, standar profesi, dan standar akuntansi, menerapkan penegakan disiplin anggota, serta mengembangkan profesi akuntan Indonesia. IAI merupakan anggota International Federation of Accountants (IFAC), organisasi profesi akuntan dunia yang merepresentasikan lebih 3 juta akuntan yang bernaung dalam 170 asosiasi profesi akuntan yang tersebar di 130 negara. Sebagai anggota IFAC, IAI memiliki komitmen untuk melaksanakan semua standar internasional yang ditetapkan demi kualitas tinggi dan penguatan profesi akuntan di Indonesia. IAI juga merupakan anggota sekaligus pendiri ASEAN Federation of Accountants (AFA). Saat ini IAI menjadi sekretariat permanen AFA.

          Visi Ikatan Akuntan Indonesia adalah menjadi organisasi profesi terdepan dalam pengembangan pengetaan dan praktek akuntansi, manajemen bisnis dan publik, yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial, serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional. Adapun misi IAI adalah memelihara integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam pengembangan manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggung jawab, dan lingkungan hidup; mengembangkan pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi, non-atestasi, dan akuntan bagi masyarakat; dan berpartisipasi aktif di dalam mewujudkan good governance melalui upaya yang sah dan dalam perspektif nasional dan internasional. Tujuan dan fungsi IAI bermaksud menghimpun potensi akuntan Indonesia untuk menjadi penggerak pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. IAI bertujuan mengembangkan dan mendayagunakan potensi akuntan Indonesia sehingga terbentuk suatu cipta dan karya akuntan Indonesia untuk didarmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan negara. IAI berfungsi sebagai wadah komunikasi yang menjembatani berbagai latar belakang tugas dan bidang pengabdiannya untuk menjalin kerjasama yang bersifat sinergi secara serasi, seimbang, dan selaras. Landasan hukum Berita Negara Pendirian IAI yaitu Berita Negara Republik Indonesia tanggal 24 Maret 1959 Nomor 24. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 17. Daftar Penetapan menteri Kehakiman RI yaitu Daftar Penetapan Menteri Kehakiman RI No. J.A.5/13/16 tanggal 11 Pebruari 1959. Adapun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yaitu Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku saat ini adalah Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2018, yang telah melalui pengesahan pada Sidang Pleno Tetap Kongres Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 13 Desember 2018. Anggara Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku saat ini adalah Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2019, yang telah melalui pengesahan pada SIdang Pleno Tetap Kongres Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 13 Desember 2018. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 263 (KMK.01/2014) tanggal 17 Juni 2014 tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Akuntan[16]. Susunan Organisasi IAI terdiri atas Dewan Pengurus Nasional, Majelis Kehormatan dan Dewan Penasehat. Dewan Pengurus Nasional IAI yang selanjutnya disingkat DPN adalah struktur kepengurusan di tingkat Nasional. DPN IAI mengorganisasi dan membawahi badan dan alat Kelengkapan Kepengurusan, Kompartemen dan Pengurus Wilayah. Majelis Kehormatan adalah badan peradilan tingkat banding yang bertanggung jawab kepada Kongres.Dewan Penasehat adalah badan yang memberikan arahan dan nasehat kepada DPN IAI, serta bertanggungjawab kepada Kongres. Badan-badan dan alat kelengkapan kepengurusan terdiri dari Dewan Standar Profesi; b. Dewan Konsultatif Standar; Dewan Sertifikasi Akuntan Profesional; d. Dewan Penegakan Disiplin Anggota; Komite Etika; dan Badan Khusus. Manajemen Eksekutif adalah kelengkapan organisasi IAI yang secara permanen melaksanakan fungsi administratif dan operasional IAI secara keseluruhan dalam rangka mengemban amanah anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Kompartemen adalah bagian organisasi IAI yang dibentuk berdasarkan bidang kerja anggota IAI untuk meningkatkan profesionalisme, menjalankan kegiatan profesional, dan fungsi ilmiah di dalam suatu bidang kerja. Kompartemen IAI mengorganisasikan anggota IAI berdasarkan klasifikasi latar belakang tugas dan bidang pengabdiannya. IAI Wilayah adalah kelengkapan organisasi yang merupakan perpanjangan tangan DPN dalam menjalankan kegiatan dan fungsi organisasi IAI di Daerah-daerah. Pengurus Wilayah adalah struktur organisasi di tingkat Daerah dan mengorganisasi seluruh anggota IAI di wilayah kerjanya. Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang disahkan pada kongres IAI VIII tahun terdiri atas delapan prinsip, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan public, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional dan standar teknis[17].

 

Pembahasan

        Prinsip dasar kode etik akutan profesional yang diterbitkan Ikatan Akutan Indonesia (IAI) Nomor 100.5 poin (a) disebutkan bahwa akuntan profesional perlu untuk mematuhi prinsip dasar etika integritas yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan professional dan bisnis[18]. Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan bahwa integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran; wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan bahwa lugas adalah mengenai yang pokok-pokok (yang perlu-perlu) saja: pembicaraannya selalu yang penting, tidak pernah menyimpang ke sana-sini; bersifat seperti apa adanya; lugu; serba bersahaja; serba sederhana: cara berdandannya, tidak mencolok; tidak berbelit-belit: kalimatnya, tidak berbunga-bunga; tidak bersifat pribadi; objektif: masalah itu dapat diselesaikan secara; kelugasan yaitu hal mengenai yang pokok (yang penting, yang perlu): pembicaraan dilakukan dengan bertolak dari asas kehematan, dan keefisienan; kesederhanaan; keluguan; kepolosan: dalam sikap dan dalam berpakaian merupakan daya tarik tersendiri; perihal tidak berbelit-belit (tentang bahasa, kalimat): setiap kalimat yang diutarakannya memudahkan pemahaman bagi yang mendengarkannya; tidak bersifat pendapat pribadi; keobjektifan; yaitu mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi[19].

          Akuntan profesional mematuhi prinsip dasar etika integritas yaitu menjadikan sifat kejujuran dalam semua hubungan kinerja profesionalnya. Akuntan profesional bekerja dalam dunia bisnis profesional yang penuh dengan dinamika keuangan. Akuntan muslim berlaku jujur sebagaimana diperintahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist. Akuntan sebagai pebisnis muslim yang jujur amanah akan dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiq dan para syuhada pada hari kiamat[20]. Akuntan sebagai pebisnis muslim yang memiliki sifat kejujuran akan mendapatkan keutamaan dengan mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah ta’ala serta dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiqin serta syuhada pada hari akhirat yang mana mereka adalah teman yang terbaik. Akuntan muslim profesional sebagai pebisnis muslim dalam perniagaan yang mengutamakan sifat jujur amanah akan termasuk golongan yang taat kepada Allah ta’ala. Orang yang memilih bersifat dusta dan khianat maka akan termasuk dalam golongan mereka yang durhaka kepada Allah ta’ala. Para pendusta dan khianat serta suka bermaksiat akan termasuk dalam  golongan fasik[21]. Pebisnis muslim dalam kegiataan perniagaannya senantiasa bersifat jujur dalam memberikan penjelasan tentang kekurangan pada produk yang ditawarkan jika memang ada cacatnya[22]. Penjual dan pembelia dalam transaksi bisnis akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan dalam kejujuran perniagaan sebagaimana dalam hadist. Pebisnis muslim yang berdusta dan menyembunyikan catat produk maka akan mendapatkan kehilangan berkah dalam perniagaan tersebut[23]. Muslim yang senantiasa mentaati Allah dan Rasul-Nya akan dikumpulkan bersama muslim yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Akuntansi memahami bahwa Allah mengetahui aktivitas yang mereka kerjakan. Akuntan muslim senantiasa menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah menempatkan akuntan muslim yang jujur dalam surga berteman dengan mukmin yang shalih lahir dan batinnya[24].

           Akuntan profesional menjalankan perintah Allah berlaku jujur yang telah disebutkan dalam Alqur’an dan Hadist. Muslim yang beriman senantiasa bertakwa kepada Allah dengan menjadi orang yang jujur dan benar. Akuntan muslim bersikap dan berlaku jujur kepada Allah yang merupakan bentuk ketaatan dan pelaksanaan perintah Allah dan rasul. Akuntansi muslim menggunakan perkataan dan perbuatan yang baik serta mulia menunjukkan kebaikan. Akuntan muslim profesional menjalankan perintah Allah dengan keimanan benar-benar teguh[25]. Akuntan muslim mengutamakan sikap jujur dan menjauhi dusta. Akuntan berlaku jujur karena kejujuran mengantarkan pada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan pada surga. Akuntan muslim yang senantiasa berlaku dan berusaha jujur maka dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur.Akuntan bersikap berhati-hati dalam tindakan dan senantiasa menjauhi berbuat dusta karena tindakan tersebut akan mengantarkan kepada kejahatan yang akan mengantarkan pada neraka. Orang yang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta[26]. Akuntan berbuat kejujuran karena hal tersebut akan menenangkan. Akuntan muslim meninggalkan hal yang meragukan kepada apa yang tidak meragukanmu. Akuntan bersikap kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan menipu akan menggelisahkan jiwa[27]. 

             Akuntan profesional tidak bisa dipisahkan dengan dunia bisnis. Penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan produk merupakan tindakan yang haram. Jujur menjadi hal yang penting bagi para pelaku perniagaan dan bisnis. Jujur dalam dunia perniagaan terdapat perintah khusus sebagaimana dalam hadist sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur[28]. Perilaku jujur merupakan bentuk keberkahan yang menjadikan kebaikan tetap dan terus bertambah sebagaimana dalam hadist disebutkan bahwa kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah jika keduanya berlaku jujur dan saling terus terang maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi sebaliknya jika mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu[29]. Keberkahan sikap jujur  akan menjadi sarana mudah mendapatkan berbagai jalan keluar dan kelapangan. Berlaku jujur dan terus berpegang dengan sikap jujur, bersungguh-sungguh menjadi orang yang jujur, jauhi perilaku dusta yang dapat mengantarkan pada kebinasaan sehingga mendapati kelapangan dan jalan keluar atas perilaku jujur[30].  

             Akuntan profesional harus senantiasa menjauhkan diri dari perilaku yang merupakan aib buruk. Akuntan menjauhi perilaku dusta yang merupakan bentuk dosa serta aib yang teramat buruk. Akuntan muslim tidak melakukan perbuatan dusta yang haram sebagaimana diterangkan Al-Qur’an Assunnah. Munafik melakukan perbuatan dusta dalam perkataan, menyelisihi janji dalam perjanjian serta khianat dalam amanah padahal dalil tegas menunjukkan haramnya dusta[31]. Akuntan muslim yang bersikap jujur akan mendapat kebaikan dunia akhirat, adapun akuntan yang bersikap dusta terbawa kepada jurang kehancuran dunia akhirat. Akuntan yang menjalankan jasa profesionalya dengan tindakan bersumpah dusta akan mendapat di hari kiamat. Hadist menyebutkan bahwa ada tiga golongan yang Allah tidak berbicara pada mereka pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak mensucikan mereka dan mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih yaitu mereka yang menjual barangnya dengan sumpah dusta[32]. Akuntan muslim dan umat Islam yang berbuat kejujuran akan dibangkitkannya bersama para Nabi, orang yang mati syahid dan orang shalih sebagain bentuk kemuliaan yang tinggi. Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul akan bersama orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu Nabi, orang jujur, orang yang mati syahid dan orang shalih yang mereka itulah teman yang sebaik-baiknya[33].

            Prinsip dasar kode etik akutan profesional menyebutkan bahwa akuntan profesional bersikap [lugas] yaitu mengenai yang pokok-pokok (yang perlu-perlu) saja: pembicaraannya selalu yang penting. Akuntan muslim profesional hendaknya senantiasa berkata dan berbuat yang  pokok, yang perlu dan yang penting saja. Akuntan muslim profesional yang baik meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Akuntan profesional senantiasa mengisi waktunya hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia akhiratnya sebagaimana hadist yang menyebutkan bahwa tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat[34]. Hadits ini mengandung makna bahwa di antara kebaikan Islam akuntan muslim adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan[35]. Tanda baiknya akuntan muslim melakukan tiap kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah serta meninggalkan yang haram sebagaimana hadist bahwa muslim yang baik adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain[36]. Akuntan muslim yang baik maka sudah tentu meninggalkan perkara yang haram, rancu secara hukum syariat (syubhat), makruh dan berlebihan dalam hal mubah yang tidak dibutuhkan. Muslim yang meninggalkan perkara tidak bermanfaat semisal hal tersebut menunjukkan kebaikannya[37].  

              Ibnu Rajab mengatakan bahwa mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia[38]. Malaikat mengawasi perbuatan hamba yang dilakukan oleh lisan maupun perbuatan. Allah  berfirman sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri, tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir[39]. Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah[40]. Tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat[41]. Abu Ishaq Al Khowwash berkata sesungguhnya Allah mencintai sedikit makan dan sedikit bicara[42]. Umar bin Abdul Aziz berkata siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat[43]. Ibnu Rajab berkata ketika seorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dan kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat maka tanda baik Islamnya[44]. Akuntan muslim perlu mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar karena hal itu termasuk perkara yang bermanfaat. Golongan umat yang beruntung senantiasa menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[45].

             Akuntan muslim yang profesional senantiasa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat dalam aktivitas profesionalnya maupun aktivitas sehari-hari sebagai bentuk karakter dirinya.    Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda tanda kebaikan keIslaman seseorang meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya[46], hadits ini merupakan salah satu dasar pokok bidang akhlak dalam agama Islam. adab kebaikan terhimpun dan bersumber dari empat hadist yaitu barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam, pertanda kebaikan Islam seseorang jika meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya, janganlah engkau marah, mukmin mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana mencintai kebaikan bagi dirinya sendiri[47]. Kalimat pertanda kebaikan seseorang irabnya adalah khabar yang didahulukan, sedangkan kata meninggalkan adalah mubtada yang diakhirkan[48]. Huruf min dalam hadits ini jenisnya tab’idhiyyah atau sebagian maka makna hadits ini adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat merupakan sebagian dari hal yang bisa mendatangkan baiknya keislaman seseorang[49].

            Kebaikan Islam akuntan profesional dicapai dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-laranga yang merupakan tingkatan golongan pertengahan sebagaimana disitir dalam Alqur’an. Alquran diwariskan pada orang yang dipilih di antara hamba yaitu ada yang menganiaya diri mereka sendiri, ada yang pertengahan dan ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah[50]. Akuntan profesional yang baik keislamannya adalah golongan pertengahan yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjalankan amalan sunnah serta meninggalkan semua hal-hal yang diharamkan. Pertanda kebaikan Islam seseorang akuntan profesional jika telah mencapai tingkatan ihsan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang menyebutkan bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, Seandainya tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwasanya Dia itu melihat manusia[51]. Kebaikan keislaman bertingkat masing-masing orang akan berbeda-beda tingkatannya. Besarnya pahala dan keutamaan seseorang tergantung tingkatan kebaikan keislaman dia sebagaimana dalam hadist jika Islam seorang baik maka tiap amal kebaikannya akan dicatat pahalanya sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat[52].

             Ulama ahli penelitian mengatakan bahwa kebaikan keislaman itu bertingkat-tingkat, tidak hanya satu level saja. Agama Islam telah menjelaskan segala macam bentuk amal kebaikan. Kebaikan ajaran Islam terhimpun dalam dua kata yang disebutkan dalam Al-qur’an yaitu sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan[53]. Segala sesuatu yang tidak bermanfaat bagi pemerhatinya dan tidak ada maslahat baginya barus ditinggalkan[54]. Sesuatu yang tidak bermanfaat bagi seorang muslim bisa berbentuk perkataan maupun perbuatan. Tiap perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya untuk kepentingan ukhrawi muslim ataupun duniawinya seharusnya meninggalkannya agar keislamannya menjadi baik[55]. Cara mengetahui sesuatu bermanfaat atau tidak sesuai standar dan patokan yaitu syariat dan bukan hawa nafsu. Akuntan perlu menjadikan hadist meninggalkan suatu hal yang tidak bermanfaat sebagai tanda dari kebaikan keislaman seseorang. Patokan yang harus  kita gunakan dalam menilai bermanfaat tidaknya suatu perbuatan adalah syariat Islam. Hal ini perlu ditekankan karena banyak orang yang salah paham dalam memahami hadits ini, sehingga dia meninggalkan hal-hal yang diwajibkan syariat atau disunahkan, dengan alasan bahwa hal-hal itu tidak bermanfaat baginya[56].

           Akuntan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat yaitu maksiat yang diharamkan dalam syariat. Akuntan profesional wajib hukumnya meninggalkan maksiat sebagaimana hukumnya wajib ditinggalkan oleh setiap manusia[57]. Maksiat tidak bermanfaat juga membahayakan diri sendiri di dunia maupun di akhirat. Bahaya yang ditimbulkan maksiat di dunia yaitu mengerasnya hati dan menghitam hingga cahaya yang ada di dalamnya padam akibatnya menjadi buta tidak bisa membedakan yang benar dan yang batil[58]. Akibat buruk yang dijelaskan dalam hadist jika hamba berbuat dosa maka akan ditorehkan sebuah noktah hitam dalam hati[59], namum jika meninggalkan dosa dan beristigfar niscaya hati akan dibersihkan dari noktah hitam itu, sebaliknya jika terus berbuat dosa maka noktah hitam akan terus bertambah hingga menutup hati[60]. Akuntan yang gemar berbuat maksiat akan diancam oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam neraka.

          Akuntan profesional meninggalkan hal yang dimakruhkan dalam agama dan berlebih-lebihan dalam mengerjakan hal yang diperbolehkan agama Islam yang sama sekali tidak mengandung manfaat namun justru menghalangi dari berbuat amal kebajikan[61]. Akuntan menjaga perkataan dan perbuatan dari maksiat. Imam an-Nawawi menasihatkan bahwa hendaknya tiap muslim berusaha untuk selalu menjaga lisan dari segala macam bentuk ucapan maksiat. Akuntan hendaknya memberikan ucapan hanya yang mengandung maslahat.        Akuntan ketika bertemu dengan kondisi bahwa kemaslahatan untuk mengucapkan dan untuk meninggalkannya adalah sebanding maka yang disunnahkan adalah meninggalkan ucapan tersebut karena perkataan yang diperbolehkan terkadang membawa kepada perkataan yang diharamkan atau yang dimakruhkan. Padahal keselamatan dari hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan adalah sebuah mutiara yang tidak ternilai harganya[62]. Pengalaman membuktikan bahwa perkataan baik yang telah dipertimbangkan secara bijak atau mencukupkan diri dengan diam akan mendatangkan kewibawaan dan kedudukan dalam kepribadian muslim. Banyak bicara tanpa dipikir panjang dan gemar ikut campur perkara yang tidak bermanfaat akan menodai kepribadian muslim, mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan kedudukannya di mata orang lain. Imam Ibnu Hibban berpetuah orang yang berakal akan lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Akuntan muslim perlu menyadari bahwa telah diberi telinga dua buah sedangkan mulut hanya satu agar lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seorang yang berbicara maka perkataan akan menguasai dirinya, namun jika tidak berbicara maka akan mampu mengontrol perkataannya[63]. Akuntan tidak akan meremehkan perkataan yang terlepas dari lisannya namun senantiasa mempedulikan dampak baik buruk perkataannya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan seringkali hamba mengucapkan perkataan yang tidak dipikirkan dampaknya padahal ternyata perkataan akan menjerumuskannya kedalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat[64]. Tiap muslim sebelum menyibukkan diri dengan kekurangan orang lain hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh membenahi diri dengan berupaya merealisasikan keselamatan dan menjauhkan segala yang membinasakan dirinya. Alqur’an menyebutkan bahwa sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, nasihat-menasihati untuk menetapi kebenaran, serta nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran[65]. Karakteristik golongan orang yang selamat dari kerugian yaitu merealisasikan keimanan dan amal shalih dalam diri mereka sendiri sebelum mendakwahi orang lain untuk berpegang kepada kebenaran dan bersabar. Celaan kepada Bani Israil karena meminta orang lain berbuat kebaikan tetapi melupakan kewajiban diri sendiri sebagaimana dalam Alqur’an bahwa mengapa kalian suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedang kalian melupakan dirim kalian sendiri padahal kalian membaca al-Kitab Taurat, maka tidakkah kalian berpikir[66]. 

           Akuntan hendaknya senantiasa berusaha membenahi diri sendiri sebelum berusaha membenahi orang lain. Akuntan muslim beristiqamah dalam kebaikan lantas berusaha untuk memadukan antara penerapan ajaran agama Islam dalam diri sendiri dengan usaha untuk mendakwahi orang lain agar bermanfaat bagi umat. Akuntan yang berhasil mencapai penerapan syariat Islam secara kafah maka ia termasuk hamba Allah yang tinggi kedudukannya kelak di hari akhir[67]. Allah ta’ala berfirman siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri[68]. Akuntan meninggalkan hal yang diwajibkan agama dengan alasan tidak berguna baginya karena kekeliruan dalam pemahaman dan ini merupakan kekeliruan yang nyata sebab amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan perkara yang amat penting bagi muslim[69]. Alqur’an menyampaikan bahwa hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar[70]. Tiap yang diperintahkan Allah adalah penting dan bermanfaat bagi manusia. Pengabaian nasihat bagi umat tidak diragukan lagi bertentangan dengan syariat Islam yang memerintahkan untuk membudayakan nasihat[71]. Nasihat yang sering diabaikan yaitu menerangkan kesalahan mereka yang melakukan ibadah tanpa dalil agar pada umat dengan tujuan agar umat tidak terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan. Ulama bersepakat tentang disyariatkannya memberikan nasiha kepada mereka yang membuat ibadah tanpa dalil bagi umat lebih besar dari segala bentuk marabahaya[72]. Nasihat kepada kesesatan bukanlah termasuk menggunjing yang diharamkan[73]. Ibnu Taimiyah menerangkan bahwa tidak dibenarkan menghindari kerusakan kecil dengan melakukan kerusakan yang lebih besar juga tidak dibenarkan mencegah kerugian yang ringan dengan melakukan kerugian yang lebih berat. Syariat Islam bertujuan merealisasikan maslahat dan menyempurnakannya juga melenyapkan kerusakan dan menguranginya serta jika tidak mungkin untuk memadukan antara dua kebaikan maka syariat Islam mengajarkan untuk memilih yang terbaik, begitu pula dengan dua kerusakan, jika tidak dapat dihindarkan kedua-duanya, maka kerusakan terbesarlah yang harus dihindarkan[74]. Fenomena kekurangpahaman terhadap as-sunnah menyebabkan berbagai kesalahan bersikap[75]. Akuntan berkewajiban menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat tidak menyia-nyiakan hal penting berkenaan dengan perkara agama maupun dunia. Muslim berusaha keras semampunya untuk menggapai ridha Allah dan meraih tujuan yang digariskan-Nya sambil memohon pertolongan dari-Nya serta meminta taufik dan kebenaran[76]. Hadist menyebutkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan masing-masing memiliki kebaikan serta bersungguh-sungguh mengerjakan hal yang bermanfaat dan memohon pertolongan dari Allah serta tidak bersikap lemah[77]Campur tangan dalam perkara-perkara yang tidak bermanfaat akan mengakibatkan timbulnya perpecahan[78].

 

Penutup

         Penelitian mengkaji prinsip dasar kode etik integritas akuntan profesional dalam perspektif Islam. Akuntan profesional bersikap lugas yaitu semua aktivitas hanya dalam aktivitas yang bermanfaat. Akuntan muslim profesional hendaknya senantiasa berkata dan berbuat yang perlu dan penting serta menjauhkan dari semua aktivitas yang tidak memberikan nilai manfaat. Akuntan profesional yang baik meninggalkan hal yang sia-sia tanpa memiliki faidah. Akuntan profesional senantiasa mengisi waktunya hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia akhiratnya sebagaimana hadist yang menyebutkan bahwa tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat, Akuntan Islam profesional senantiasa mempergunakan waktunya dalam aktivitas profesi dalam hal yang mendatangkan manfaat bagi diri dan publik secara luas dalam kepentingan di dunia dan akhirat. Akuntan muslim berusaha keras menjauhkan dirinya dari semua perkara dan tindakan yang tidak memberikan manfaat. Akuntan profesional mematuhi prinsip dasar etika integritas yang menjadikan sifat kejujuran dalam semua hubungan kinerja profesionalnya. Akuntan profesional bekerja dalam dunia bisnis profesional yang penuh dengan dinamika keuangan. Akuntan muslim berlaku jujur sebagaimana diperintahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist.

 

Daftar Pustaka

              Neu, D.Friesen, C. and Everett, J. The changing internal market for ethical discourses in the Canadian CA profession. 2003. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 16 No. 1, pp. 70-103

         Risqifani dan Suwarno. Persepsi Persepsi Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika Profesi Akuntan Publik Perspektif Islam. 2018. Journal of Islamic Accounting and Tax

         Husein, U.M.  Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and Business Research. Vol. 9 No. 2, pp. 138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-0008

        Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting, Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205

        Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 2 No. 2

        Velayutham, S. Conventional Accounting vs Islamic Accounting: The Debate Revisited. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2, https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026

         Collins SO, etc. Ethical decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting

Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.312/KM.1/2019; 27 Juni 2019

        Mohammed, N.F. The need for Islamic accounting standards: the Malaysian Islamic financial institutions experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1, pp. 115-133.

       Salihin, A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the true and fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2, pp. 142-157

       Ahmed, H., etc. Diverse accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions: Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 32 No. 3

      Ben Abd El Afou, R. Knowledge of Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3, pp. 304-325.

      Aribi, Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability in Islamic financial institution: The role of the Shari’ah supervisory board reports. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1

      Sayyadi Tooranloo, H, etc. An analysis of causal relationships of ethical values in auditing from Islam’s perspective: Using fuzzy DEMATEL approach. 2018. International Journal of Ethics and Systems, Vol. 34 No. 3

       Badan Pemeriksa Keuangan. 2019. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)

       Ikatan Akuntan Indonesia, Penetapan IAI sebagai Asosiasi Profesi Akuntan

       Etika Profesi Akuntansi dalam Perspektif Islam. Al-Masharif. Vol 3 No 2 Th 2015

      Ikatan Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Profesional, 2016. Jakarta, Indonesia

      Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa BP-RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2016

      Al-Hakim, Sunan Al-Hakim (No.2142)                                   

            Ath-Thiibi, Syarhu Sunani Ibni Majah (Hal. 155)

           As-Syauqani, Kitab Faidhul Qadiir (3/278)   

           Al-Bukhari, Shahihul Jami (no. 1973)

           Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Surat An-Nisaa (69)

            Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wajiz, Suriah

            Muslim, Shahih Muslim (no. 2607).

            At-Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidi (no. 2518) dan Ahmad, Musnad 1/200

            Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (no. 2146)

            Muslim, Shahih Muslim (no. 1532)

            Ibnu Katsir, Al Qur’an Al ‘Azhim, Attaubah 119, Muassasah Al Qurthubah (7/313)

            Al-Bukhari, Shahihul Jami (no. 2682)

            Muslim, Shahih Muslim (no. 106)

            Al-Qur’an, Surat an-Nisa (ayat 69)

            Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidzi, (no. 2317)

           Ibnu Rajab Al-Hambali, Kitab Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288

           Al-Bukhari, Kitab Shahihul Jami Shahih Al-Bukhari, no. 10

           Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289

            Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290

            Al-Qur’an, Surat Qaaf: 16-18

            Ibnu Katsir, Kitab Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 13: 187

            Ahmad, Musnad Ahmad 1: 201

            Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 5: 48

            Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291

            Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295

            Nawawi, Al Arba’in An Nawawiyah

           Attarmidzi, Sunan at-Tirmidzi no. 2318

           Ibnu Rajab Alhambali, Jami’ al-Ulum wa Al-Hikam, hal 208

            Ibnu Shalih Al-Utsaimin, Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 181

           Ibnu Rajab Alhambali, Jami’ al-‘Ulum, hal 208

           Al-Qur’an, Surat Fathir: 32

            Muslim, Shahih Muslim no: 93

           Al-Bukhari, Shahihul Jami no: 42

           Ibnu Shahih Al-Utsaimin, Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 158

            Shalih Alu Syaikh, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal: 78

           An-Nawawi, Syarh al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyah, hal: 40

            Salim al-Hilaly, Bahjah an- Nadzirin Syarh Riyadh ash-Shalihin I/142

            Assady, Bahjah al-Qulub al-Abrar, hal: 137

            Yusri As-Sayyid M, Badai’ at-Tafsir al-Jami’ li Tafsiri al-Qayyim,V/153-155

            Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah

            Al-Qur’an, Surat Al-Muthaffifin: 14

            Assady, Bahjah Al-Qulub Al-Abrar, hal: 137

            An-Nawawi, Riyadh Ash-Shalihin

            Abdul Muhsin al-‘Abbad, Rifqan Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah, hal 31

            Muslim, Shahih Muslim no: 7407

            Al-Qur’an, Surat Al-Ashr: 1-3

           Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah: 44

            Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li asy-Syabab

            Al-Qur’an, Surat Fushilat: 33

            Syarh al-Arba’in, Syaikh al-Utsaimin, hal: 182

            Al-Qur’an, Surat Ali Imran: 104

            Qawa’id wa Fawa’id, hal: 123-124

           Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly, Aal-Mahajjah al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa Zaighi ahl al-Ahwa, hal: 55-74

           Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Mauqif Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa’ wa al-Bida’, I/496-509

          Al-Masail al-Mardiniyah, hal: 63-64

          Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li asy-Syabab, hal: 6-8

          Bandar al-‘Abdaly, Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid alArba’in AnNawawiyah, hal: 55

          Muslim, Shahih Muslim, no: 6716

            Qawaid wa Fawaid, hal: 124

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



             [1] Neu, D.Friesen, C. and Everett, J. The changing internal market for ethical discourses in the Canadian CA profession. 2003. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 16 No. 1, pp. 70-103

             [2] Risqifani dan Suwarno. Persepsi Persepsi Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika Profesi Akuntan Publik Perspektif Islam. 2018. Journal of Islamic Accounting and Tax

           [3] Husein, U.M.  Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and Business Research. Vol. 9 No. 2, pp. 138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-0008

             [4] Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting, Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205

            [5] Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 2 No. 2

            [6] Velayutham, S. Conventional Accounting vs Islamic Accounting: The Debate Revisited. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2, https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026

             [7] Collins SO, etc. Ethical decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting

             [8] Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.312/KM.1/2019; 27 Juni 2019

             [9] Mohammed, N.F. The need for Islamic accounting standards: the Malaysian Islamic financial institutions experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1, pp. 115-133.

            [10] Salihin, A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the true and fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2, pp. 142-157

            [11] Ahmed, H., etc. Diverse accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions: Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 32 No. 3

           [12] Ben Abd El Afou, R. Knowledge of Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3, pp. 304-325.

            [13] Aribi, Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability in Islamic financial institution: The role of the Shari’ah supervisory board reports. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1

            [14] Sayyadi Tooranloo, H, etc. An analysis of causal relationships of ethical values in auditing from Islam’s perspective: Using fuzzy DEMATEL approach. 2018. International Journal of Ethics and Systems, Vol. 34 No. 3

                 [15] Badan Pemeriksa Keuangan. 2019. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)

           [16] Ikatan Akuntan Indonesia, Penetapan IAI sebagai Asosiasi Profesi Akuntan

           [17] Etika Profesi Akuntansi dalam Perspektif Islam. Al-Masharif. Vol 3 No 2 Th 2015

          [18] Ikatan Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Profesional, 2016. Jakarta, Indonesia

             [19] Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa BP-RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2016

            [20] Al-Hakim, Sunan Al-Hakim (No.2142)                                   

             [21] Ath-Thiibi, Syarhu Sunani Ibni Majah (Hal. 155)

           [22] As-Syauqani, Kitab Faidhul Qadiir (3/278)           

           [23] Al-Bukhari, Shahihul Jami (no. 1973)

           [24] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Surat An-Nisaa (69)

            [25] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wajiz, Suriah

             [26] Muslim, Shahih Muslim (no. 2607).

             [27] At-Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidi (no. 2518) dan Ahmad, Musnad 1/200

             [28] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (no. 2146)

             [29] Muslim, Shahih Muslim (no. 1532)

             [30] Ibnu Katsir, Al Qur’an Al ‘Azhim, Attaubah 119, Muassasah Al Qurthubah (7/313)

             [31] Al-Bukhari, Shahihul Jami (no. 2682)

             [32] Muslim, Shahih Muslim (no. 106)

             [33] Al-Qur’an, Surat an-Nisa (ayat 69)

            [34] Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidzi, (no. 2317)

           [35] Ibnu Rajab Al-Hambali, Kitab Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288

           [36] Al-Bukhari, Kitab Shahihul Jami Shahih Al-Bukhari, no. 10

           [37] Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289

            [38] Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290

            [39] Al-Qur’an, Surat Qaaf: 16-18

            [40] Ibnu Katsir, Kitab Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 13: 187

            [41] Ahmad, Musnad Ahmad 1: 201

            [42] Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 5: 48

            [43] Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291

            [44] Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295

            [45] Nawawi, Al Arba’in An Nawawiyah

             [46] Attarmidzi, Sunan at-Tirmidzi no. 2318

           [47] Ibnu Rajab Alhambali, Jami’ al-Ulum wa Al-Hikam, hal 208

            [48] Ibnu Shalih Al-Utsaimin, Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 181

           [49] Ibnu Rajab Alhambali, Jami’ al-‘Ulum, hal 208

           [50] Al-Qur’an, Surat Fathir: 32

            [51] Muslim, Shahih Muslim no: 93

           [52] Al-Bukhari, Shahihul Jami no: 42

           [53] Ibnu Shahih Al-Utsaimin, Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 158

            [54] Shalih Alu Syaikh, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal: 78

             [55]An-Nawawi, Syarh al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyah, hal: 40

             [56] Salim al-Hilaly, Bahjah an- Nadzirin Syarh Riyadh ash-Shalihin I/142

             [57] Assady, Bahjah al-Qulub al-Abrar, hal: 137

             [58] Yusri As-Sayyid M, Badai’ at-Tafsir al-Jami’ li Tafsiri al-Qayyim,V/153-155

             [59] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah

             [60] Al-Qur’an, Surat Al-Muthaffifin: 14

             [61] Assady, Bahjah Al-Qulub Al-Abrar, hal: 137

             [62] An-Nawawi, Riyadh Ash-Shalihin

             [63] Abdul Muhsin al-‘Abbad, Rifqan Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah, hal 31

             [64] Muslim, Shahih Muslim no: 7407

             [65] Al-Qur’an, Surat Al-Ashr: 1-3

            [66] Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah: 44

             [67] Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li asy-Syabab

             [68] Al-Qur’an, Surat Fushilat: 33

             [69] Syarh al-Arba’in, Syaikh al-Utsaimin, hal: 182

             [70] Al-Qur’an, Surat Ali Imran: 104

             [71] Qawa’id wa Fawa’id, hal: 123-124

          [72] Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly, Aal-Mahajjah al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa Zaighi ahl al-Ahwa, hal: 55-74

          [73]Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Mauqif Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa’ wa al-Bida’, I/496-509

          [74] Al-Masail al-Mardiniyah, hal: 63-64

          [75] Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li asy-Syabab, hal: 6-8

          [76] Bandar al-‘Abdaly, Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid alArba’in AnNawawiyah, hal: 55

          [77] Muslim, Shahih Muslim, no: 6716

            [78] Qawaid wa Fawaid, hal: 124