Laman

Sabtu, 18 April 2020

Prasangka adalah Perkataan Paling Dusta

Hasil gambar untuk pengusaha muslim,com


Nasehat Muslim

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
1389. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu AlaM wa Sallam bersabda, "Jauhilah prasangka karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta." (Muttafaq Alaih).
[shahih, Al-Bukhari (5143) dan Muslim (2563)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Peringatan yang dimaksud dalam hadits adalah peringatan agar tidak berburuk sangka terhadap seorang muslim sebagaimana firman Allah Ta'ala:
{اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ}
"Jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan)..." (QS. Al-Hujaraat: 12)
Zhan adalah sesuatu yang terbetik di dalam pikiran yang ada kemungkinan benar dan ada kemungkinan salah, namun hal ini dijadikan alasan untuk menghukum dan dijadikan pegangan. Demikian tafsir hadits yang tercantum dalam Kitab Mukhtashar An-Nihaayah. Al-Khaththaabi berkata, "Maksud prasangka di sini adalah tuduhan, dan larangan tersebut terletak pada tuduhan tanpa bukti. Seperti seorang yang dituduh melakukan perbuatan keji, sementara tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan bahwa ia melakukannya. An-Nawawi berkata, "Maksudnya adalah menyelidiki secara terus menerus akan kebenaran suatu tuduhan dan tetap meyakini akan kebenaran tuduhan tersebut. Jadi larangan tersebut bukan hanya sekedar lintasan kecurigaan kemudian hilang. Sebab jika hanya lintasan kecurigaan tidak dinilai sebagai kesalahan sebagaimana yang tercantum dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«تَجَاوَزَ اللَّهُ عَمَّا تَحَدَّثَتْ بِهِ الْأُمَّةُ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ»
"Allah memaafkan sesuatu yang terlintas di dalam benak umat (hamba), selama tidak ia ucapkan atau ia lakukan. [shahih, Al-Bukhari (2528) dan Muslim (127)]
Hadits ini dinukil oleh Iyadh dari Sufyan.
Hadits di atas ditujukan kepada orang yang tidak nampak kejahatan dan perbuatan keji yang ia lakukan. Kemutlakan hadits di atas dikaitkan hukumnya dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
«احْتَرِسُوا مِنْ النَّاسِ بِسُوءِ الظَّنِّ»
"Waspadalah kalian berburuk sangka kepada orang-orang." [Dhaif sekali: Dhaif Al Jami' 182]
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath, Al- Baihaqi dan Al-Askari dari hadits Anas bin Malik dengan sanad yang marfu'.  Al-Baihaqi berkata, "Hadits ini hanya diriwayatkan melalui jalur perawi yang bernama Baqiyah. Ad-Dailami meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu dengan sanad yang mauquf: "Teguhkan hati dengan cara berburuk sangka."
Al-Qadha'i meriwayatkan secara marfu' dari Abdur Rahman bin Aidz dengan sanad yang mursal. Semua jalur hadits ini dha'if, hanya saja yang satu dengan yang lain saling menguatkan. Hal ini menunjukkan bahwa hadits ini ada asalnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«أَخُوك الْبِكْرِيُّ وَلَا تَأْمَنْهُ»
"Saudaramu yang sulung jangan dipercaya." [Dhaif sekali: Abu Daud 4861]
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath dari Umar bin Kaththaab dan diriwayatkan oleh Abu Dawud  dari Amr bin Al-Faghwa'.
Zamakhsyari membagi prasangka pada beberapa bahagian: buruk sangka yang wajib, mansub atau sunnah, haram dan mubah. Prasangka yang wajib contohnya berprasangka baik terhadap Allah Ta'ala. Prasangka yang haram contohnya berburuk sangka terhadap Allah Ta'ala dan terhadap kaum muslimin yang secara lahiriyahnya baik. Inilah yang dimaksud dengan sabda RasulullahShallallahuAlaihi wa Sallam, "Jauhilah prasangka..." Prasangka yang mandub atau sunnah seperti berprasangka baik terhadap kaum muslimin yang secara lahiriyahnya baik. Adapun prasangka yang hukumnya mubah atau boleh seperti ucapan Abu Bakar kepada Aisyah, "Dia ini saudara laki-lakimu dan dua saudara perempuanmu." Perkataan ini beliau ucapkan ketika terlintas di dalam hatinya bahwa janin yang ada di dalam kandungan isterinya adalah bayi perempuan. Demikian juga tidak diharamkan berburuk sangka kepada orang yang dikenal suka bergaul dengan orang-orang yang mencurigakan dan dikenal sebagai orang yang terang-terangan berbuat keji. Sebab orang yang bersangkutan sendiri telah memperlihatkan keburukannya dan seorang yang tidak merahasiakan keburukannya tentu tidak perlu berbaik sangka kepadanya. Barangsiapa yang berbuat jelek, maka orang itu pantas untuk dicurigai dan barangsiapa yang membuka keburukan dirinya sendiri, maka kita akan berburuk sangka kepadanya. Suatu hal yang dapat membedakan antara prasangka yang wajib untuk dijauhi dan prasangka lainnya adalah semua orang yang tidak diketahui adanya ciri-ciri kejahatan dan sebab-sebab kejahatan yang nampak pada dirinya maka haram hukumnya berburuk sangka kepadanya, bahkan wajib hukumnya untuk tidak berburuk sangka terhadap orang seperti ini. Demikian juga halnya tidak boleh berburuk sangka terhadap orang yang merahasiakan keburukannya dan orang yang terkenal baik, serta orang yang secara lahiriyah memegang amanah. Adapun selain mereka yang telah disebutkan, maka boleh hukumnya berburuk sangka kepada mereka. Pengertian seperti ini tercantum dalam kitab Al-Kasysyaf.
Sabda beliau, "Karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta," prasangka disebut sebagai perkataan karena prasangka adalah perkataan yang terlintas di dalam hati. Prasangka disebut sebagai perkataan yang paling dusta, karena dusta itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan tanpa ada bukti dan alasan yang benar. Jeleknya perbuatan dusta sudah sangat jelas sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. Adapun prasangka itu sendiri seolah-olah si pelakunya sudah memiliki bukti-bukti yang jelas, sehingga si pendengar mengira memang benar demikian, padahal itu hanya sangkaan belaka yang pada umumnya adalah berita bohong. Oleh karena itulah prasangka disebut sebagai perkataan yang paling dusta.

Subulussalam Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id

Senin, 06 April 2020

Pemimpin yang Menipu Rakyat maka Allah akan Haramkan Surga

Nasihat Muslim : Ya Allah, Jauhkanlah Aku dari Kemungkaran Akhlak ...


Nasehat Muslim

وَعَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ: «مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
1390. Dari Ma'qal bin Yasar Radhiyallahu Anhu berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba yang Allah percayakan ia untuk memimpin rakyat lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya melainkan Allah haramkan surga untuknya." (Muttafaq Alaih)
[shahih: Al Bukhari 7151 dan Muslim 142]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
"Dari Ma'qal bin Yasar Radhiyallahu Anhu berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba yang Allah percayakan ia untuk memimpin rakyat lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya melainkan Allah haramkan surga untuknya." Muttafaq Alaihi. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari riwayat Al-Hasan)
Tafsir Hadits
Pada hadits ini tertera sebuah kisah bahwa Ubaidullah bin Ziyad pergi menjenguk Ma'qal bin Yasar yang sedang sakit yang menyebabkan kematiannya. Saat itu Ubaidullah memangku jabatan sebagai gubemur di wilayah Bashrah pada masa pemerintahan Mu'awiyah dan anaknya Yazid.
Dalam kitabnya Al-Kabiir, Ath-Thabrani meriwayatkan jalur lain dari Al-Hasan, ia berkata, "Ubaidullah bin Ziyad datang ke daerah kami sebagai gubernur yang baru saja diangkat oleh Mu'awiyah. Ia seorang diktator yang banyak menumpahkan darah. Di antara kami ada Ma'qal Al-Muzani. Suatu hari Ma'qal mendatangi Ubaidullah dan berkata, "Jangan kamu lakukan lagi perbuatan yang pernah aku lihat." Ubaidullah berkata, "Memang apa urusanmu?" Lantas Ubaidullah pergi ke masjid lalu kami berkata kepada Ma'qal, "Bagaimana tanggapan anda tentang ucapan si diktator itu di hadapan orang banyak?" Ma'qal berkata, "Sebenarnya aku memiliki satu ilmu yang ingin aku sampaikan di hadapan orang banyak sebelum aku meninggal." Ketika Ma'qal sakit, datanglah Ubaidullah menjenguknya dan pada kesempatan itu Ma'qal bin Yasar berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku akan mengabarkan kepadamu sebuah hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
«مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيه اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ»
"Tidaklah seorang hamba yang Allah percayakan ia untuk memimpin rakyat akan tetapi ia tidak pernah memberikan nasehat kepada rakyatnya melainkan ia tidak akan pernah mencium aroma surga.""
Lafazh yang dibawakan oleh penulis (Al-Hafizh Ibnu Hajar) adalah salah satu lafazh yang diriwayatkan oleh Muslim. Muslim juga meriwayatkan dengan lafazh:
«مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ لَا يَجْتَهِدُ مَعَهُمْ وَلَا يَنْصَحُ لَهُمْ إلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمْ الْجَنَّةَ»
"Tidaklah seorang pemimpin yang mengurusi urusan kaum muslimin akan tetapi ia tidak berusaha untuk meluruskan mereka dan menasehati mereka melainkan ia tidak akan masuk surga bersama mereka.”
Ath-Thabrani juga meriwayatkan lafazh ini, akan tetapi ada tambahan:
كَنُصْحِهِ لِنَفْسِهِ
"Seperti ia menasehati dirinya sendiri."
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang hasan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَا مِنْ إمَامٍ وَلَا وَالٍ بَاتَ لَيْلَةً سَوْدَاءَ غَاشًّا لِرَعِيَّتِهِ إلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَعُرْفُهَا يُوجَدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ عَامًا»
"Tidak ada seorang pemimpin pun yang melewati satu malam yang kelam dalam keadaan menipu rakyatnya melainkan Allah akan mengharamkan baginya surga, padahal di hari kiamat nanti aroma surga itu sudah bisa tercium sejauh tujuh puluh tahun perjalanan.” [dha'if, Dha'if Al-Jami' (5149)]
Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits yang ia shahihkan dari Abu Bakar Radhiyallahu Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَنْ وُلِّيَ مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ شَيْئًا فَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ أَحَدًا مُحَابَاةً فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا حَتَّى يُدْخِلَهُ جَهَنَّمَ»
"Barangsiapa yang'memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, lantas ia mengangkat seseorang untuk memimpin mereka hanya karena alasan ia menyukainya maka pemimpin ini akan mendapat kutukan dari Allah dan tidak akan diterima amalan apapun darinya hingga ia dimasukkan ke dalam neraka jahannam.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Hakim dan ia menshahihkannya dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«مَنْ اسْتَعْمَلَ رَجُلًا عَلَى عِصَابَةٍ، وَفِيهِمْ مَنْ هُوَ أَرْضَى اللَّهُ عَنْهُ فَقَدْ خَانَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَالْمُؤْمِنِينَ»
"Barangsiapa yang mengangkat seorang pemimpin untuk kaum muslimin karena sikap ta'ashub (fanatik) padahal di tengah-tengah mereka ada orang yang lebih diridhai Allah, berarti ia telah mengkhianati Allah, rasul-Nya dan seluruh orang-orang mukmin.[Dhaif: Dhaif Al Jami' 5401]
Di dalam sanad ini terdapat seorang perawi yang dha'if, hanya saja Ibnu Numair mendha'ifkannya dan hadits-haditsnya dihasankan oleh At-Tirmidzi.
Raa'i artinya pengurus yang mengurusi kemaslahatan apa yang diurus. Sabda beliau (pada hari kematiannya) maksudnya ketika meninggal dunia, ia sedang menipu rakyatnya dan belum sempat bertaubat kepada Allah. Ghisysyu dengan mengkasrahkan huruf ghain, artinya menipu, lawan dari nasehat. Ghisy ini akan terbukti jika mereka menzhalimi dan mengambil harta rakyat, menumpahkan darah mereka, mencoreng kehormatan mereka, tidak peduli akan kebutuhan mereka, tidak memberi mereka subsidi dari harta yang telah diberikan Allah, tidak membimbing mereka untuk mengetahui urusan agama dan dunia mereka, tidak menerapkan hukum islam, tidak memberantas pelaku kerusakan, tidak menegakkan jihad dan urusan-urusan lain yang mengandung kemaslahatan bagi masyarakat.
Hukum ini juga mencakup pengangkatan seorang yang tidak mampu mengurus dan mengawasi mereka dalam menjalankan perintah Allah. Dan termasuk juga mengangkat seseorang, padahal di antara mereka ada yang lebih ridhai oleh Allah.
Hadits di atas menunjukkan haramnya melakukan penipuan dan ini termasuk salah satu perbuatan dosa besar, karena adanya ancaman yang ditujukan kepada pelakunya. Demikian juga ancaman tidak dimasukan ke dalam surga merupakan ancaman yang sering ditujukan kepada orang-orang kafir. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
{فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ}
"Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga..." (QS. Al-Maaidah: 72)
Pendapat inilah yang dipegang oleh kelompok yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar akan dimasukkan ke dalam neraka dan kekal selamanya. Adapun kelompok yang tidak berpendapat pelaku dosa besar akan kekal di neraka, mereka mengatakan bahwa arti diharamkan surga untuk mereka maksudnya sebagai celaan yang keras. Ibnu Baththal berkata, "Ancaman keras ini ditujukan kepada para pemimpin yang zhalim dan untuk mereka yang menyia-nyiakan masyarakat yang telah diamanahkan Allah kepadanya, atau mengkhianati dan menzhalimi mereka. Di hari kiamat kelak, ia harus membayar seluruh perbuatan zhalim yang pernah ia lakukan semasa di dunia. Tentu tidak mungkin ia mampu menebus kezhaliman yang pernah ia lakukan kepada ummat manusia yang demikian banyak.
Makna, "Allah mengharamkan baginya surga" adalah Allah benar-benar akan melaksanakan ancamannya dan Dia tidak akan pernah ridha terhadap kezhaliman yang dilakukan oleh orang-orang yang zhalim

Subulussalam Syarh Bulughul Maram







nasehat-muslim blogpsot co id