Nasehat Muslim
وَعَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ
الْحَدِيثِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
1389. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu AlaM wa Sallam bersabda, "Jauhilah prasangka karena
prasangka adalah perkataan yang paling dusta." (Muttafaq Alaih).
[shahih, Al-Bukhari (5143) dan Muslim
(2563)]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Tafsir Hadits
Peringatan yang dimaksud dalam hadits adalah peringatan agar
tidak berburuk sangka terhadap seorang muslim sebagaimana firman Allah
Ta'ala:
{اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ
الظَّنِّ}
"Jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan)..."
(QS. Al-Hujaraat: 12)
Zhan adalah sesuatu yang terbetik di dalam pikiran
yang ada kemungkinan benar dan ada kemungkinan salah, namun hal ini dijadikan
alasan untuk menghukum dan dijadikan pegangan. Demikian tafsir hadits yang
tercantum dalam Kitab Mukhtashar An-Nihaayah. Al-Khaththaabi berkata,
"Maksud prasangka di sini adalah tuduhan, dan larangan tersebut terletak pada
tuduhan tanpa bukti. Seperti seorang yang dituduh melakukan perbuatan keji,
sementara tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan bahwa ia melakukannya.
An-Nawawi berkata, "Maksudnya adalah menyelidiki secara terus menerus akan
kebenaran suatu tuduhan dan tetap meyakini akan kebenaran tuduhan tersebut. Jadi
larangan tersebut bukan hanya sekedar lintasan kecurigaan kemudian hilang. Sebab
jika hanya lintasan kecurigaan tidak dinilai sebagai kesalahan sebagaimana yang
tercantum dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,
«تَجَاوَزَ اللَّهُ عَمَّا تَحَدَّثَتْ بِهِ
الْأُمَّةُ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ»
"Allah memaafkan sesuatu yang terlintas di dalam benak
umat (hamba), selama tidak ia ucapkan atau ia lakukan.”
[shahih, Al-Bukhari (2528) dan Muslim (127)]
Hadits ini dinukil oleh Iyadh dari Sufyan.
Hadits di atas ditujukan kepada orang yang tidak nampak
kejahatan dan perbuatan keji yang ia lakukan. Kemutlakan hadits di atas
dikaitkan hukumnya dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
«احْتَرِسُوا مِنْ النَّاسِ بِسُوءِ
الظَّنِّ»
"Waspadalah kalian berburuk sangka kepada
orang-orang." [Dhaif sekali: Dhaif Al Jami'
182]
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath, Al-
Baihaqi dan Al-Askari dari hadits Anas bin Malik dengan sanad yang
marfu'. Al-Baihaqi berkata, "Hadits ini hanya diriwayatkan melalui
jalur perawi yang bernama Baqiyah. Ad-Dailami meriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu Anhu dengan sanad yang mauquf: "Teguhkan hati dengan cara
berburuk sangka."
Al-Qadha'i meriwayatkan secara marfu' dari Abdur Rahman bin
Aidz dengan sanad yang mursal. Semua jalur hadits ini dha'if, hanya saja yang
satu dengan yang lain saling menguatkan. Hal ini menunjukkan bahwa hadits ini
ada asalnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«أَخُوك الْبِكْرِيُّ وَلَا
تَأْمَنْهُ»
"Saudaramu yang sulung jangan dipercaya." [Dhaif sekali: Abu Daud 4861]
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath dari
Umar bin Kaththaab dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Amr bin
Al-Faghwa'.
Zamakhsyari membagi prasangka pada beberapa bahagian: buruk
sangka yang wajib, mansub atau sunnah, haram dan mubah. Prasangka yang wajib
contohnya berprasangka baik terhadap Allah Ta'ala. Prasangka yang haram
contohnya berburuk sangka terhadap Allah Ta'ala dan terhadap kaum muslimin yang
secara lahiriyahnya baik. Inilah yang dimaksud dengan sabda
RasulullahShallallahuAlaihi wa Sallam, "Jauhilah prasangka..." Prasangka
yang mandub atau sunnah seperti berprasangka baik terhadap kaum muslimin yang
secara lahiriyahnya baik. Adapun prasangka yang hukumnya mubah atau boleh
seperti ucapan Abu Bakar kepada Aisyah, "Dia ini saudara laki-lakimu dan dua
saudara perempuanmu." Perkataan ini beliau ucapkan ketika terlintas di dalam
hatinya bahwa janin yang ada di dalam kandungan isterinya adalah bayi perempuan.
Demikian juga tidak diharamkan berburuk sangka kepada orang yang dikenal suka
bergaul dengan orang-orang yang mencurigakan dan dikenal sebagai orang yang
terang-terangan berbuat keji. Sebab orang yang bersangkutan sendiri telah
memperlihatkan keburukannya dan seorang yang tidak merahasiakan keburukannya
tentu tidak perlu berbaik sangka kepadanya. Barangsiapa yang berbuat jelek, maka
orang itu pantas untuk dicurigai dan barangsiapa yang membuka keburukan dirinya
sendiri, maka kita akan berburuk sangka kepadanya. Suatu hal yang dapat
membedakan antara prasangka yang wajib untuk dijauhi dan prasangka lainnya
adalah semua orang yang tidak diketahui adanya ciri-ciri kejahatan dan
sebab-sebab kejahatan yang nampak pada dirinya maka haram hukumnya berburuk
sangka kepadanya, bahkan wajib hukumnya untuk tidak berburuk sangka terhadap
orang seperti ini. Demikian juga halnya tidak boleh berburuk sangka terhadap
orang yang merahasiakan keburukannya dan orang yang terkenal baik, serta orang
yang secara lahiriyah memegang amanah. Adapun selain mereka yang telah
disebutkan, maka boleh hukumnya berburuk sangka kepada mereka. Pengertian
seperti ini tercantum dalam kitab Al-Kasysyaf.
Sabda beliau, "Karena prasangka adalah perkataan yang
paling dusta," prasangka disebut sebagai perkataan karena prasangka adalah
perkataan yang terlintas di dalam hati. Prasangka disebut sebagai perkataan yang
paling dusta, karena dusta itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan
tanpa ada bukti dan alasan yang benar. Jeleknya perbuatan dusta sudah sangat
jelas sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. Adapun prasangka itu sendiri
seolah-olah si pelakunya sudah memiliki bukti-bukti yang jelas, sehingga si
pendengar mengira memang benar demikian, padahal itu hanya sangkaan belaka yang
pada umumnya adalah berita bohong. Oleh karena itulah prasangka disebut sebagai
perkataan yang paling dusta.
Subulussalam Syarh Bulughul Maram
nasehat-muslim blogpsot co id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar