Kehadiran akuntansi dalam setting ekonomi
dan sosial berpengaruh mewujudkan pertanggungjawaban keuangan entitas
perusahaan-perusahaan yang secara komprehensif akan mempengaruhi perekonomian
negara. Akuntan sebagai pengelola entitas melalui output
pertanggungjawaban pelaporan keuangan yang dihasilkan sangat dibutuhkan oleh
publik dan negara. Profesi akuntansi menjadi profesi yang dipercaya publik
dalam mewujudkan good corporate governance dalam menghasilkan
akuntabilitas untuk mendukung stabilitas ekonomi makro. Krisis profesi akuntan mulai
mendapat perhatian serius sejak skandal besar etika akuntan moral hazard
benua Amerika Serikat KAP Arthur Andersen (AA) acccounting firm terbesar
dunia kategori the big five memanipulasi laporan keuangan Enron perusahaan
energi inovatif terkemuka. Sejak saat itu skandal demi skandal laporan keuangan
terus terkuak dan bermunculan terjadi melibatkan akuntan global, regional,
nasional maupun lokal. Skandal etika akuntan publik terjadi karena banyak kasus
yang melibatkan profesi akuntan yang melanggar kode etik dan standar profesi.[1]. Skandal akuntansi juga terjadi di benua Eropa ketika overstated laba akuntansi Tesco dibongkar Financial
Reporting Council (FRC) Inggris yang diinvetigasi KAP Delloite dengan memeriksa laporan keuangan Tesco selama 3 (tiga) periode
kebelakang. Investigasi membuktikan
bahwa manajemen Tesco menggelembungkan laba hingga meningkat £250 Miliar
selama hanya setengah tahun yang
melibatkan KAP PwC.[2]
Skandal demi skandal akuntansi
terjadi dalam lingkup global dan regional maupun nasional menjadi kekhawatiran
dalam dunia akuntansi secara khusus yang berpengaruh signifikan bagi dunia bisnis
secara umum. Skandal akuntansi tidak hanya terjadi di negara maju namun terjadi
dalam dunia akuntansi dalam lingkup nasional Indonesia yang tergolong negara
berkembang. Skandal etika akuntan yang melanggar kode etik dan standar profesi melibatkan
berbagai profesi meliputi akuntan publik, akuntan pemerintah, auditor maupun
akuntan manajemen. Skandal
akuntansi di Indonesia bahkan mengguncang Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
notabene memiliki aturan yang sangat ketat bagi tiap perusahaan yang listing
didalamnya. Skandal laporan keuangan ini bahkan melibatkan auditor KAP PSJ member Ernst and Young Global Limited (EY) kantor akuntan
publik terbesar dunia dalam the big four accounting firm dengan salah
satu perusahaan go public PT Hanson International Tbk[3]. Perusahaan
ini juga terkait dengan skandal besar Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) PT Jiwasraya (Persero) dan PT
Asabri (Persero) yang ditaksir merugikan negara
triliunan rupiah terkait penempatan dana nasabah dengan nominal cukup besar di PT
Hanson International Tbk. Perusahaan mendapat
sanksi karena terbukti melakukan manipulasi penyajian laporan keuangan tahunan
LKT 16 yang melanggar Standar Akuntansi Keuangan 44 tentang Akuntansi Aktivitas
Real Estat (PSAK 44) terkait pengakuan metode akrual penuh serta auditor perusahaan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) PSJ dari Ernst and Young Global Limited
(EY) mendapatkan hukuman pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD)
selama satu tahun.
Skandal akuntansi juga menimpa BUMN
terkemuka dengan sanksi yang dikeluarkan Menteri Keuangan kepada auditor laporan
keuangan Garuda Indonesia (Persero). Kantor Akuntan Publik TSFB &
Rekan auditor laporan keuangan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan
Entitas menerima sanksi diberikan Kemenkeu c.q. Pusat Pembinaan Profesi
Keuangan memeriksa AP/KAP terkait permasalahan laporan keuangan Garuda
Indonesia pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero
Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Sanksi yang dijatuhkan berupa pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27
Juni 2019) terhadap akuntan publik KS
karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan
terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan
perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO
International Limited (Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26
Juni 2019) kepada KAP TSFB
& Rekan dengan dasar
pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun
2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017.[4]
Permasalahan kode etik akuntan juga terjadi dalam pelaporan keuangan yang dibuat oleh akuntan Lembaga Pemerintah Pusat maupun Daerah
yang tidak sesuai dengan standar akuntansi dan peraturan yang berlaku. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap 13.567 permasalahan senilai Rp 8,97 triliun yang terjadi dalam semester I tahun 2020 meliputi ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan, kelemahan sistem pengendalian
intern, permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pelaporan keuangan badan dan lembaga
pemerintah[5]. Pelaporan keuangan pada Pemerintah Pusat dan Daerah pada semester II tahun
2019 ditemukan 5.480
permasalahan pengelolaan anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
4.094 temuan meliputi ketidakpatuhan, kelemahan
sistem pengendalian intern, permasalahan tidak hemat, tidak efisien, dan tidak
efektif. Permasalahan tersebut meliputi 1.725 masalah
ketidakpatuhan atau 31 persen mengakibatkan kerugian dengan potensi kerugian dan penerimaan kurang sejumlah Rp 6,25 triliun.[6]
Pengawasan
terhadap kode etik akuntan perlu untuk terus dikembangkan sesuai dengan
pertimbangan semakin meluasnya bidang akuntansi profesional.[7]
Setelah terkuaknya skandal besar tersebut etika profesi akuntan menjadi kajian
yang penting untuk terus dikembangkan sehingga tidak muncul skandal lain yang
sangat merugikan kepentingan publik.[8] Akuntan Islam harus memiliki tanggung jawab secara etika
dalam aktivitas profesionalnya.[9]
Pembuat kebijakan perlu memahami prinsip syariah dan kemudian tatanan lokal
maupun global dalam pembentukan regulasi akuntansi.[10] Konsep
akuntabilitas akuntansi Islam menekankan pertanggungjawaban penuh kejujuran.[11]
Perumusan standar akuntansi syariah memberi implikasi signifikan perkembangan
praktik akuntansi dan perekonomian negara.[12]
Skandal akuntansi Indonesia yang banyak terjadi melibatkan akuntan
publik, auditor internal, maupun
akuntan pemerintah menunjukkan perlunya akuntan profesional
memiliki idealisme menunjukkan kecenderungan tinggi membuat keputusan etis
dalam situasi yang melibatkan dilema etika. Akuntan yang memiliki idealisme
dari prinsip syariah memiliki kecenderungan etis daripada mereka yang hanya memiliki
arah orientasi relativistik semata.[13] Akuntan Islam
perlu memberikan kontribusi dalam penyusunan seperangkat standar akuntansi
Islam dalam suatu negara[14]. Akuntan
Islam tidak boleh mengesampingkan standar dan regulasi akuntansi
(true and fair view override) karena syariat Islam memerintahkan tiap muslim untuk senantiasa
menjalan aturan umum yang tidak melanggar prinsip dalam Al-qur’an maupun Assunnah.[15] IFRS dan AAOIFI memiliki beberapa celah kesenjangan
yang mungkin sulit untuk dihilangkan sepenuhnya karena perbedaan prinsip dasar
yang mendasari pengembangan kedua standar[16].
Standar akuntansi Islam penting bagi para praktisi di perusahaan secara umum
maupun dan di perusahaan audit secara khsusus[17].
Pembuat kebijakan berkontribusi dalam perdebatan tentang standar pengungkapan seragam
di seluruh dunia diterapkan untuk
memastikan tingkat pengungkapan yang sama[18].
Profesional dan akademisi perlu menciptakan perubahan yang diperlukan dalam
budaya bisnis dan menciptakan perubahan mendasar dalam perilaku profesional
dengan penggunaan budaya Islami[19].
Penelitian terdahulu oleh Zulaika Matondang
mengemukakan bahwa profesi yang mengandalkan keahlian harus berpedoman dengan etika
agar pekerjaan sesuai tujuan, cara pencapaiaan dan hasil pekerjaan yang baik
sehingga etika sangat berperan dalam suatu profesi terutama lagi profesi akuntan.[20] Penelitian
sebelumnya oleh Dyah Pravitasari mengemukakan bahwa konsep Islam telah
memberikan kaidah dasar hukum baku yang bersumber dari Syariah Islam bagi
akuntan yang dibutuhkan dalam menjalankan aktivitasi profesionalnya. Akuntan
dalam menghindari perilaku tidak etis perlu menjalankan profesinya sesuai kode
etik yang meliputi aspek Syari’ah sebagai prinsip dasar dari kode etik akuntan
muslim, prinsip etika untuk akuntan serta peraturan perilaku etika akuntan.[21]
Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam penulisan ilmiah ini melalui kajian kepustakaan melalui berbagai referensi penting terkait dengan
permasalahan yang dikaji. Deskriptif yang dimaksud adalah mendeskripsikan kode
etik akuntansi dalam perspektif Islam dan kualitatif yaitu data yang
dikumpulkan berupa informasi terkait dengan permasalahan. Peneliti mencoba
memberikan ide gagasan mengenai kode etik akuntansi dalam perspektif Islam yang
bersumber dari Al-Quran dan Assunnah. Manfaat penelitian secara teoritis bisa
bermanfaat bagi pengembangan teori terkait kode etik akuntansi dalam perspektif
Islam. Manfaat penelitian secara praktis akan memberikan panduan bagi akuntan
dalam menjalankan aktivitas profesionalnya. Akuntan
merupakan profesi yang mendapatkan kepercayaan untuk mengolah dan
menyusun pelaporan keuangan entitas. Meskipun berbagai kode etik konvensional sudah
disusun mengiringi praktik akuntansi namun skandal akuntansi secara
berkelanjutan masih terjadi yang menyebabkan kekhawatiran publik. Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang telah dibahas maka rumusan permasalahan tulisan
ilmiah ini yaitu bagaimana konsep kode etik akuntan dalam perspektif Islam yang
berdasarkan pada Al-Quran dan Assunnah, bagaimana relevansi kode etik profesi
akuntan dalam perspektif Islam yang dengan konsep kode etik profesi akuntan
konvensional dan bagaimana implementasi konsep kode etik profesi akuntan dalam
perspektif Islam bagi profesi akuntan?
[2] A.
Hajar Nur Fachmi. Etika Profesi Akuntan dan Permasalahan Audit
Studi Kasus Skandal Tesco dan KAP PwC. Prosiding
Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis: SNAPER-EBIS 2017, ISBN : 978-602-5617-01-0
[3] Otoritas jasa Keuangan. Sanksi Administratif dan atau perintah tertulis
terhadap PT Hanson Internasional Tbk. Peng-3/PM1/2019
[5] Badan Pemeriksa Keuangan. Ikhtisar hasil Pemeriksaan Semester dan
laporan hasil Pemeriksaan. Semester I Tahun 2020
[6]
Badan Pemeriksa Keuangan. Ikhtisar hasil
Pemeriksaan Semester dan laporan hasil Pemeriksaan. Semester II Tahun 2019
[7]
Neu, D., Friesen, C. and Everett, J. The changing
internal market for ethical discourses in the Canadian CA profession. 2003. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 16 No. 1, pp. 70-103
[8] Risqifani dan Suwarno. Persepsi Persepsi
Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika Profesi Akuntan Publik
Perspektif Islam. 2018. Journal
of Islamic Accounting and Tax
[9]
Husein, U.M. Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and Business
Research. Vol. 9 No. 2, pp.
138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-0008
[10] Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants
perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205
[11] Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred
context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash
awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
Vol. 2 No. 2
[12] Velayutham, S. Conventional Accounting vs Islamic Accounting: The Debate Revisited. 2014. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026
[13]
Collins SO, etc. Ethical
decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting
[14]
Mohammed, N.F. The need for
Islamic accounting standards: the Malaysian Islamic financial institutions
experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No.
1, pp. 115-133.
[15]
Salihin, A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the
true and fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
pp. 142-157
[16] Ahmed,
H., etc. Diverse
accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions:
Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 32 No. 3
[17] Ben
Abd El Afou, R. Knowledge of
Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3,
pp. 304-325.
[18]
Aribi, Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability in Islamic financial institution: The role of the
Shari’ah supervisory board reports. 2019. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1
[19] Sayyadi Tooranloo, H, etc. An analysis of
causal relationships of ethical values in auditing from Islam’s perspective:
Using fuzzy DEMATEL approach. 2018. International Journal of Ethics and
Systems, Vol. 34 No. 3
1. [Office1]Perlu
disinggung gap teoretis dan empiris yg melahirkan rumusan masalah. Sebaiknya
jelaskan secara teoretis bagaiman dan bagaimana fakta empiris bukan hanya berita
dari media masa tetapi juga dari hasil riset2 terdahulu.
2. Dalam latar belakang
munculkan juga rumusan maslah dan tujuan penelitiannya!
3. Metode penelitian.
Kecuali disajikan khusus dalam sub metode penelitian.
mantap
BalasHapus