Kode Etik Integritas Akuntan Profesional
Ikatan Akuntan Indonesia dalam Perspektif
Islam
R. Ibnu Haitam, M.Si.[1]
Pendahuluan
Kehadiran akuntansi dalam setting ekonomi
dan sosial berpengaruh mewujudkan pertanggungjawaban keuangan entitas perusahaan-perusahaan
yang secara komprehensif akan mempengaruhi perekonomian negara. Akuntan sebagai
pengelola entitas melalui output pertanggungjawaban pelaporan keuangan
yang dihasilkan sangat dibutuhkan oleh publik dan negara. Profesi akuntansi
menjadi profesi yang dipercaya publik dalam mewujudkan good corporate
governance dalam menghasilkan akuntabilitas untuk mendukung stabilitas
ekonomi makro. Kegagalan market besar di berbagai negara maju telah
menjadikan etika bisnis Islam sebagai
kompetensi dan kebutuhan substansial manajerial dalam dunia bisnis.[2]
Krisis
profesi akuntan mulai mendapat perhatian serius sejak skandal besar etika
akuntan moral hazard benua Amerika Serikat KAP Arthur Andersen (AA) acccounting
firm terbesar dunia kategori the big five memanipulasi laporan
keuangan Enron perusahaan energi inovatif terkemuka. Sejak saat itu skandal
demi skandal laporan keuangan terus terkuak dan bermunculan terjadi melibatkan
akuntan global, regional, nasional maupun lokal. Skandal etika akuntan publik terjadi
karena banyak kasus yang melibatkan profesi akuntan yang melanggar kode etik
dan standar profesi.[3] Skandal akuntansi juga terjadi di benua Eropa
ketika overstated laba akuntansi Tesco dibongkar Financial Reporting Council Inggris yang diinvetigasi KAP Delloite dengan memeriksa laporan keuangan
Tesco selama tiga periode kebelakang. Investigasi membuktikan bahwa manajemen
Tesco menggelembungkan laba hingga meningkat £250 Miliar selama hanya setengah
tahun yang melibatkan KAP PwC.[4]
Skandal demi skandal akuntansi terjadi dalam
lingkup global dan regional maupun nasional menjadi kekhawatiran dalam dunia
akuntansi secara khusus yang berpengaruh signifikan bagi dunia bisnis secara
umum. Skandal akuntansi tidak hanya terjadi di negara maju namun terjadi dalam
dunia akuntansi dalam lingkup nasional Indonesia yang tergolong negara
berkembang. Skandal etika akuntan yang melanggar kode etik dan standar profesi melibatkan
berbagai profesi meliputi akuntan publik, akuntan pemerintah, auditor maupun
akuntan manajemen. Akuntansi
konvensional tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam maka diperlukan akuntansi
Islam dengan asumsi yang sesuai prinsip Islam dan memenuhi akulturasi ekonomi
sehingga tujuan akuntansi memberi informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan ekonomi dapat tercapai.[5]
Skandal akuntansi di Indonesia bahkan
mengguncang Bursa Efek Indonesia yang notabene memiliki aturan yang sangat
ketat bagi tiap perusahaan yang listing didalamnya. Skandal laporan keuangan
ini bahkan melibatkan auditor KAP PSJ member Ernst and Young Global Limited kantor akuntan
publik terbesar dunia dalam the big four accounting firm dengan salah
satu perusahaan go public PT Hanson International Tbk.[6] Perusahaan ini
juga terkait
dengan skandal besar Badan Usaha Milik Negara PT Jiwasraya (Persero) dan PT
Asabri (Persero) yang ditaksir merugikan negara
triliunan rupiah terkait penempatan dana nasabah dengan nominal cukup besar di PT
Hanson International Tbk. Perusahaan mendapat
sanksi karena terbukti melakukan manipulasi penyajian laporan keuangan tahunan 16
yang melanggar Standar Akuntansi Keuangan 44 tentang Akuntansi Aktivitas Real
Estat (PSAK 44) terkait pengakuan metode akrual penuh serta auditor perusahaan dari Kantor Akuntan Publik PSJ dari Ernst and Young Global Limited mendapatkan hukuman pembekuan Surat Tanda
Terdaftar selama satu tahun.
Standar akuntansi Islam penting bagi para praktisi di
perusahaan secara umum maupun dan di perusahaan audit secara khusus.[7] Meskipun berbagai kode etik konvensional disusun mengiringi praktik
akuntansi namun skandal akuntansi berkelanjutan terjadi yang menyebabkan
kekhawatiran publik. Skandal
akuntansi juga menimpa BUMN terkemuka dengan sanksi yang dikeluarkan Menteri Keuangan kepada auditor laporan keuangan Garuda
Indonesia (Persero). Kantor Akuntan Publik TSFB & Rekan auditor laporan
keuangan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Entitas menerima sanksi
diberikan Kementerian Keuangan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan memeriksa Akuntan
Publik dan Kantor Akuntan Publik terkait permasalahan laporan keuangan Garuda
Indonesia pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero
Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Sanksi yang dijatuhkan berupa pembekuan Izin selama dua belas bulan terhadap akuntan publik KS
karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan
terhadap opini Laporan Auditor Independen dan peringatan tertulis
dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem
Pengendalian Mutu KAP dan direview oleh BDO International Limited untuk KAP TSFB & Rekan.[8]
Permasalahan kode etik akuntan
juga terjadi dalam pelaporan keuangan yang
dibuat oleh akuntan Lembaga Pemerintah
Pusat maupun Daerah yang tidak sesuai dengan standar akuntansi dan peraturan
yang berlaku. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia mengungkap 13.567 permasalahan senilai Rp 8.970.000.000.000 (8,9 Triliun) yang terjadi dalam
semester I tahun 2020 meliputi ketidakpatuhan terhadap ketentuan
peraturan, kelemahan sistem pengendalian intern, permasalahan ketidakhematan,
ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam
pelaporan keuangan badan dan lembaga pemerintah[9]. Pelaporan keuangan pada Pemerintah Pusat
dan Daerah pada semester II tahun 2019 ditemukan 5.480 permasalahan pengelolaan
anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam 4.094 temuan meliputi
ketidakpatuhan, kelemahan sistem pengendalian intern, permasalahan tidak hemat,
tidak efisien, dan tidak efektif. Permasalahan tersebut meliputi 1.725 masalah
ketidakpatuhan atau 31 persen mengakibatkan kerugian dengan potensi kerugian
dan penerimaan kurang Rp 6.250.000.000.000 (6,2 T).[10]
Pengawasan
terhadap kode etik akuntan perlu untuk terus dikembangkan sesuai dengan
pertimbangan semakin meluasnya bidang akuntansi profesional.[11] Setelah terkuaknya skandal besar tersebut etika
profesi akuntan menjadi kajian yang penting untuk terus dikembangkan sehingga tidak
muncul skandal lain yang sangat merugikan kepentingan publik.[12]
Berdasarkan latar belakang permasalahan
yang telah dibahas maka rumusan permasalahan penelitian ilmiah ini yaitu
bagaimana konsep kode etik akuntan dalam perspektif Islam yang berdasarkan pada
Al-Quran dan Assunnah dan bagaimana implementasi konsep kode etik akuntan dalam
perspektif Islam bagi profesi akuntan. Berdasarkan uraian pada latar belakang
penelitian dan rumusan masalah maka ditetapkan tujuan penelitian yaitu mengetahui
konsep kode etik akuntan dalam perspektif Islam berdasarkan syariat Islam. Manfaat
penelitian secara teoritis bisa bermanfaat bagi pengembangan teori terkait kode
etik akuntansi dalam perspektif Islam dan manfaat penelitian secara praktis memberikan
panduan bagi akuntan menjalankan aktivitas profesionalnya. Akuntan profesi yang mendapatkan kepercayaan untuk menyusun pelaporan keuangan entitas.
Penelitian
terdahulu oleh Al-Hasan Al-Aidros mengemukakan bahwa kode etik akuntan dalam
perspektif Islam di Yemen setidaknya meliputi tujuh konstruk yaitu bertindak
bertanggung jawab, menghormati kepercayaan publik, bertindak dengan integritas,
menjaga objektivitas dan kemandirian, melakukan kehati-hatian, mengikuti
batasan ruang lingkup sifat layanan, mematuhi kaidah adel (keadilan), sabr
(Kesabaran) dan ihsan (Kebaikan).[13] Penelitian terdahulu oleh Zulaika Matondang
mengemukakan bahwa profesi yang mengandalkan keahlian harus berpedoman dengan
etika agar pekerjaan sesuai tujuan, cara pencapaiaan dan hasil pekerjaan yang
baik sehingga etika sangat berperan dalam suatu profesi terutama lagi profesi akuntan.[14] Penelitian sebelumnya oleh Dyah Pravitasari
mengemukakan bahwa konsep Islam telah memberikan kaidah dasar hukum baku yang
bersumber dari Syariah Islam bagi akuntan yang dibutuhkan dalam menjalankan aktivitasi
profesionalnya. Akuntan dalam menghindari perilaku tidak etis perlu menjalankan
profesinya sesuai kode etik yang meliputi aspek Syari’ah sebagai prinsip dasar
dari kode etik akuntan muslim, prinsip etika untuk akuntan serta peraturan
perilaku etika akuntan.[15]
Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam penulisan ilmiah ini
melalui kajian kepustakaan melalui berbagai referensi penting terkait dengan
permasalahan yang dikaji. Deskriptif yaitu mendeskripsikan kode etik akuntansi
dalam perspektif Islam dan kualitatif yaitu data yang dikumpulkan berupa informasi
terkait dengan permasalahan. Peneliti mencoba memberikan ide gagasan mengenai
kode etik akuntansi dalam perspektif Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Assunnah.
Kode Etik Akuntan Profesional Ikatan Akuntan
Indonesia
Etika
sebagai salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan
kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan publik. Akuntan
konvensional dan Akuntansi syariah memiliki beberapa celah kesenjangan yang mungkin
sulit untuk dihilangkan sepenuhnya karena perbedaan prinsip dasar yang
mendasari pengembangan kedua standar.[16] Ikatan Akuntan Indonesia sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah
memiliki kode etik berpatokan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan peraturan yang berlaku.[17] Kode
etik perlu terus dimutakhirkan dengan perkembangan
saat ini dan sesuai
ketentuan kode etik akuntan profesional yang berlaku secara internasional. Kode
Etik Akuntan Profesional di Indonesia merupakan
adopsi dari panduan yang dikeluarkan oleh International Ethics
Standards Board for Accountants of The International Federation of Accountants.[18] Ikatan Akuntan Indonesia
melakukan koordinasi dengan Institut Akuntan Publik Indonesia dan Institut Akuntan Manajemen
Indonesia dalam
mengeluarkan buku kode Eeik sesuai
nota kesepahaman
antara IAI, IAPI dan IAMI tentang kerjasama pengembangan profesi akuntan
di Indonesia sehingga terjadi sinergi antar organisasi
profesi akuntan dan menciptakan keseragaman ketentuan etika bagi seluruh akuntan
di Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) atau Institute of Indonesia Chartered
Accountants merupakan organisasi profesi yang menaungi seluruh
akuntan Indonesia. IAI wadah yang mewakili profesi akuntan Indonesia baik
yang berpraktik sebagai akuntan sektor publik, akuntan sektor privat, akuntan
pendidik, akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pajak, akuntan forensik,
dan lainnya. Ikatan
Akuntan Indonesia memiliki tujuan membimbing perkembangan akuntansi
serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan dan pekerjaan
akuntan. Akuntan Islam perlu dibimbing sehingga
memiliki idealisme dan mutu yang baik karena akuntan yang memiliki idealisme berpedoman dari prinsip Syariah
memiliki kecenderungan etis yang lebih baik daripada mereka yang hanya memiliki
orientasi relativistik semata.[19]
Ikatan Akuntan Indonesia bertanggungjawab
menyelenggarakan ujian sertifikasi akuntan profesional (Chartered Accountant) Indonesia,
menjaga kompetensi melalui penyelenggaraan pendidikan profesional
berkelanjutan, menyusun dan menetapkan kode etik, standar profesi, dan standar
akuntansi, menerapkan penegakan disiplin anggota, serta mengembangkan profesi
akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah anggota International
Federation of Accountants (IFAC), organisasi profesi akuntan dunia yang
merepresentasikan lebih 3 juta akuntan yang bernaung dalam 170 asosiasi profesi
akuntan yang tersebar di 130 negara. Ikatan Akuntan Indonesia memiliki komitmen untuk
melaksanakan semua standar internasional yang ditetapkan demi kualitas tinggi
dan penguatan profesi akuntan di Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia juga anggota sekaligus pendiri ASEAN
Federation of Accountants (AFA) dan Ikatan Akuntan Indonesia menjadi sekretariat permanen AFA.
Visi Ikatan Akuntan Indonesia adalah menjadi organisasi
profesi terdepan dalam pengembangan pengetaan dan praktek akuntansi, manajemen
bisnis dan publik, yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial,
serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional. Adapun misi Ikatan Akuntan Indonesia adalah memelihara
integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam pengembangan manajemen
bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggung jawab, dan lingkungan
hidup; mengembangkan pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi,
non-atestasi, dan akuntan bagi masyarakat; dan berpartisipasi aktif di dalam
mewujudkan good governance melalui upaya yang sah dan dalam perspektif
nasional dan internasional.
Fungsi Ikatan Akuntan Indonesia bermaksud menghimpun potensi
akuntan Indonesia untuk menjadi penggerak pembangunan nasional dalam mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akuntan Islam perlu memberikan kontribusi
dalam penyusunan seperangkat standar akuntansi Islam dalam suatu negara.[20] Ikatan Akuntan Indonesia bertujuan mengembangkan dan
mendayagunakan potensi akuntan Indonesia sehingga terbentuk suatu cipta dan karya
akuntan Indonesia untuk didarmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan negara. IAI berfungsi sebagai wadah komunikasi
yang menjembatani berbagai latar belakang tugas dan bidang pengabdiannya untuk
menjalin kerjasama yang bersifat sinergi secara serasi, seimbang, dan selaras.
Landasan hukum Berita Negara Pendirian IAI yaitu Berita Negara Republik Indonesia
tanggal 24 Maret 1959 Nomor 24. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor
17. Daftar Penetapan menteri
Kehakiman RI yaitu Daftar
Penetapan Menteri Kehakiman RI No. J.A.5/13/16 tanggal 11 Pebruari 1959.
Adapun Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga yaitu
Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku saat ini adalah Anggaran
Dasar Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2018, yang telah melalui pengesahan pada
Sidang Pleno Tetap Kongres Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 13
Desember 2018. Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan
Indonesia yang berlaku saat ini adalah Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan
Indonesia Tahun 2019, yang telah melalui pengesahan pada SIdang Pleno Tetap
Kongres Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 13 Desember 2018. Keputusan
Menteri Keuangan (KMK) Nomor 263 (KMK.01/2014) tanggal 17 Juni 2014 tentang
Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Akuntan[21].
Profesional
dan akademisi perlu menciptakan perubahan yang diperlukan dalam budaya bisnis
dan menciptakan perubahan mendasar dalam perilaku profesional dengan penggunaan
budaya Islami.[22] Susunan Organisasi IAI terdiri
atas Dewan Pengurus Nasional, Majelis Kehormatan dan Dewan Penasehat. Dewan Pengurus Nasional IAI yang
selanjutnya disingkat DPN adalah struktur kepengurusan di tingkat Nasional. DPN IAI mengorganisasi dan
membawahi badan dan alat Kelengkapan Kepengurusan, Kompartemen dan Pengurus
Wilayah. Majelis Kehormatan adalah badan
peradilan tingkat banding yang bertanggung jawab kepada Kongres.Dewan Penasehat
adalah badan yang memberikan arahan dan nasehat kepada DPN IAI, serta
bertanggungjawab kepada Kongres. Badan-badan
dan alat kelengkapan kepengurusan terdiri
dari Dewan Standar Profesi; b. Dewan Konsultatif Standar; Dewan Sertifikasi Akuntan
Profesional; d. Dewan Penegakan Disiplin
Anggota; Komite Etika; dan Badan Khusus.
Manajemen Eksekutif adalah
kelengkapan organisasi IAI yang secara permanen melaksanakan fungsi
administratif dan operasional IAI secara keseluruhan dalam rangka mengemban
amanah anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Kompartemen
adalah bagian organisasi IAI yang dibentuk berdasarkan bidang kerja anggota IAI
untuk meningkatkan profesionalisme, menjalankan kegiatan profesional, dan
fungsi ilmiah di dalam suatu bidang kerja. Kompartemen
IAI mengorganisasikan anggota IAI berdasarkan klasifikasi latar belakang tugas
dan bidang pengabdiannya. IAI
Wilayah adalah kelengkapan organisasi yang merupakan perpanjangan tangan DPN
dalam menjalankan kegiatan dan fungsi organisasi IAI di Daerah-daerah. Prinsip Etika
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang disahkan
pada kongres IAI VIII tahun terdiri atas delapan prinsip, yaitu tanggung
jawab profesi, kepentingan public, integritas, objektivitas, kompetensi
dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku
professional dan standar teknis.[23] Skandal akuntansi Indonesia
yang banyak terjadi melibatkan akuntan publik, auditor internal, maupun akuntan pemerintah menunjukkan
perlunya akuntan profesional
memiliki idealisme menunjukkan kecenderungan tinggi membuat keputusan etis
dalam situasi yang melibatkan dilema etika. Pembuat kebijakan berkontribusi dalam
perdebatan tentang standar pengungkapan seragam di seluruh dunia diterapkan untuk memastikan tingkat
pengungkapan yang sama.[24]
Integritas Akuntansi
Prinsip dasar kode etik akutan profesional yang diterbitkan Ikatan Akutan Indonesia
(IAI) Nomor 100.5 poin a menampilkan bahwa akuntan profesional perlu untuk mematuhi
prinsip dasar etika integritas yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan
professional dan bisnis[25]. Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan bahwa integritas adalah memiliki mutu dan keadaan yang menunjukkan kesatuan
yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan,
kejujuran, wujud keutuhan prinsip
moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Kamus besar bahasa Indonesia
menyebutkan bahwa lugas adalah mengenai
sesuatu yang pokok, penting dan yang perlu saja, tidak pernah menyimpang dari
kemanfaatan, bersifat apa adanya, bersahaja, serba sederhana, tidak
berbelit-belit, kalimat tidak berlebihan, tidak bersifat pribadi, objektif,
kelugasan, asas kehematan, keefisienan, kesederhanaan, keluguan, kepolosan
dalam sikap dan tiap kalimat yang diutarakan memudahkan pemahaman bagi yang
mendengarkannya.[26] Akuntansi
Islam memberikan arahan metode pengambilan keputusan yang lebih komprehensif
untuk meraih falah sejalan dengan tujuan sosial ekonomi.[27]
Akuntan profesional mematuhi prinsip dasar etika integritas yaitu
menjadikan sifat
kejujuran dalam semua hubungan kinerja profesionalnya. Akuntan profesional bekerja
dalam dunia bisnis profesional yang penuh dengan dinamika keuangan. Akuntan
muslim berlaku jujur sebagaimana diperintahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan
Hadist. Akuntan sebagai pebisnis muslim yang jujur amanah akan dikumpulkan
bersama para Nabi, shiddiq dan para syuhada pada hari kiamat[28]. Akuntan
sebagai pebisnis muslim yang memiliki sifat kejujuran akan mendapatkan
keutamaan dengan mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah ta’ala serta dikumpulkan
bersama para Nabi, shiddiqin serta syuhada pada hari akhirat yang mana mereka
adalah teman yang terbaik. Pembuat
kebijakan perlu memahami prinsip syariah dan kemudian tatanan lokal maupun
global dalam pembentukan regulasi akuntansi.[29]
Akuntan muslim profesional sebagai pebisnis
muslim dalam perniagaan yang mengutamakan sifat jujur amanah akan termasuk
golongan yang taat kepada Allah ta’ala. Orang yang memilih bersifat dusta dan
khianat maka akan termasuk dalam golongan mereka yang durhaka kepada Allah ta’ala.
Para pendusta dan khianat serta suka bermaksiat akan termasuk dalam golongan fasik[30]. Pebisnis muslim dalam kegiataan
perniagaannya senantiasa bersifat jujur dalam memberikan penjelasan tentang
kekurangan pada produk yang ditawarkan jika memang ada cacatnya[31]. Dilema etika
merupakan suatu keadaan
dimana perlu menentukan
keputusan yang mencakup
sikap yang patut. Akuntan dalam kondisi
dilema etika harus senantiasa menjalankan syariat Islam.[32]
Penjual dan pembeli dalam
transaksi bisnis akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan dalam kejujuran
perniagaan sebagaimana dalam hadist. Pebisnis muslim yang berdusta dan
menyembunyikan catat produk maka akan mendapatkan kehilangan berkah dalam
perniagaan tersebut[33]. Muslim
yang senantiasa mentaati Allah dan Rasul-Nya akan dikumpulkan bersama muslim
yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Akuntan muslim senantiasa menjalankan apa
yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan yang dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya. Allah menempatkan akuntan muslim yang jujur dalam surga berteman
dengan mukmin yang shalih lahir dan batinnya.[34] Konsep akuntabilitas akuntansi Islam menekankan
pertanggungjawaban penuh kejujuran.[35]
Kode etik
perlu diterapkan bagi profesi
akuntan untuk menghindari perilaku
tidak etis ketika
akuntan menjalankan tugasnya terutama ketika ada dilema karena
itu merupakan faktor dasar
yang menyebabkan pelanggaran
etika profesi akuntan
publik terjadi.[36] Akuntan profesional menjalankan
perintah Allah berlaku jujur yang telah disebutkan dalam Alqur’an dan Hadist. Muslim yang beriman senantiasa bertakwa kepada Allah dengan menjadi
orang yang jujur dan benar. Akuntan muslim bersikap dan berlaku jujur kepada
Allah yang merupakan bentuk ketaatan dan pelaksanaan perintah Allah dan rasul. Akuntansi
muslim menggunakan perkataan dan perbuatan yang baik serta mulia menunjukkan
kebaikan. Akuntan muslim profesional menjalankan perintah Allah dengan keimanan
benar-benar teguh[37]. Akuntan muslim mengutamakan sikap jujur
dan menjauhi dusta. Akuntan berlaku jujur karena kejujuran
mengantarkan pada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan pada surga. Akuntan
muslim yang senantiasa berlaku dan berusaha jujur maka dicatat di sisi Allah
sebagai orang jujur.
Akuntan
Islam tidak boleh mengesampingkan standar dan regulasi akuntansi
(true and fair view override) karena syariat Islam memerintahkan tiap muslim untuk senantiasa
menjalan aturan umum yang tidak melanggar prinsip dalam Al-qur’an maupun
Assunnah.[38]
Akuntan bersikap berhati-hati dalam tindakan dan
senantiasa menjauhi berbuat dusta karena tindakan tersebut akan mengantarkan
kepada kejahatan yang akan mengantarkan pada neraka. Orang yang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta maka
akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta[39]. Akuntan
berbuat kejujuran karena hal tersebut akan menenangkan. Akuntan muslim meninggalkan hal yang meragukan kepada apa yang tidak
meragukanmu. Akuntan bersikap kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan
menipu akan menggelisahkan jiwa[40].
Akuntan profesional tidak bisa dipisahkan
dengan dunia bisnis. Akuntan Profesional
cenderung mengabaikan persoalan
moral bilamana menemukan
masalah yang bersifat
teknis.[41] Penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan produk
merupakan tindakan yang haram. Jujur menjadi hal yang penting bagi para pelaku
perniagaan dan bisnis. Jujur dalam dunia perniagaan
terdapat perintah khusus sebagaimana dalam hadist sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan
pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali
pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur[42].
Perilaku jujur merupakan bentuk keberkahan yang
menjadikan kebaikan tetap dan terus bertambah sebagaimana dalam hadist
disebutkan bahwa kedua orang
penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama
keduanya belum berpisah jika keduanya berlaku jujur dan saling terus terang
maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi sebaliknya jika mereka
berlaku dusta dan saling menutup-nutupi niscaya akan hilanglah keberkahan bagi
mereka pada transaksi itu[43].
Keberkahan sikap jujur akan menjadi sarana mudah mendapatkan
berbagai jalan keluar dan kelapangan. Berlaku jujur dan terus berpegang dengan
sikap jujur, bersungguh-sungguh menjadi orang yang jujur, jauhi perilaku dusta yang dapat mengantarkan
pada kebinasaan sehingga mendapati kelapangan dan jalan keluar atas perilaku
jujur[44]. Akuntan harus senantiasa memiliki etika yang baik. Etika
berarti perilaku mengenai yang baik atau buruk, serta mengenai hak dan
kewajiban moral, sekumpulan asas atau nilai tentang akhlak dan nilai mengenai apa
yang benar maupun salah.[45]
Akuntan
profesional harus senantiasa menjauhkan diri dari perilaku yang merupakan aib buruk.
Akuntan menjauhi perilaku dusta yang merupakan bentuk dosa serta aib yang
teramat buruk. Akuntan muslim tidak melakukan perbuatan dusta yang haram sebagaimana diterangkan
Al-Qur’an Assunnah. Munafik melakukan perbuatan dusta dalam perkataan, menyelisihi janji dalam perjanjian serta khianat dalam amanah padahal dalil
tegas menunjukkan haramnya dusta[46]. Akuntan muslim yang bersikap
jujur akan mendapat kebaikan dunia akhirat, adapun akuntan yang bersikap dusta terbawa kepada
jurang kehancuran dunia akhirat. Akuntan yang menjalankan jasa profesionalya dengan
tindakan bersumpah dusta akan mendapat di hari kiamat. Hadist menyebutkan bahwa
ada tiga golongan yang Allah tidak berbicara pada
mereka pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak mensucikan mereka dan
mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih yaitu mereka yang menjual barangnya
dengan sumpah dusta[47]. Akuntan muslim dan umat Islam yang
berbuat kejujuran akan dibangkitkannya bersama para Nabi, orang yang mati syahid dan orang shalih sebagain bentuk kemuliaan yang tinggi. Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul akan bersama orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu Nabi, orang jujur, orang yang mati syahid dan orang shalih yang mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya[48].
Prinsip dasar kode etik akutan profesional
menyebutkan bahwa akuntan profesional bersikap lugas yaitu mengenai yang pokok dan melakukan hal yang perlu
saja serta pembicaraannya selalu yang penting. Akuntan
muslim profesional hendaknya senantiasa berkata dan berbuat yang pokok, yang perlu dan yang penting saja.
Akuntan muslim profesional yang baik meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak
bermanfaat. Akuntan profesional senantiasa mengisi waktunya hanya dengan hal yang
bermanfaat untuk dunia akhiratnya sebagaimana hadist yang menyebutkan bahwa tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat[49]. Hadits ini mengandung makna bahwa di antara kebaikan
Islam akuntan muslim adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa
perkataan atau perbuatan[50].
Tanda baiknya akuntan muslim melakukan
tiap kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah serta meninggalkan yang
haram sebagaimana hadist bahwa muslim yang baik adalah yang
tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain[51]. Akuntan muslim yang baik maka sudah tentu meninggalkan perkara yang
haram, rancu secara hukum syariat (syubhat), makruh dan berlebihan dalam hal mubah yang tidak dibutuhkan. Muslim yang meninggalkan perkara tidak bermanfaat semisal hal tersebut menunjukkan kebaikannya[52].
Profesi akuntan
dalam perspektif Islam merupakan
profesi yang memerlukan akhlak yang baik sehingga akuntan mampu menyusun
pelaporan keuangan dengan keakuratan dan keandalan yang pada akhirnya muncul kredibilitas dan
kepercayaan publik.[53] Ibnu
Rajab mengatakan bahwa mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari
lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia[54]. Malaikat mengawasi perbuatan hamba yang dilakukan oleh lisan maupun perbuatan. Allah berfirman sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal
perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah
kiri, tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya
melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir[55].
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau
buruk. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada
Allah[56]. Tanda kebaikan
Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat[57]. Abu Ishaq Al Khowwash berkata sesungguhnya
Allah mencintai sedikit makan dan sedikit
bicara[58]. Umar bin Abdul Aziz berkata siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya,
tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat[59].
Akuntan dalam bekerja perlu dilandasi
oleh akhlak atau etika sebagai landasan profesi seperti jujur, amanah, murah
hati dan selalu mengingat Allah sehingga ketika
akan melakukan tindakan
yang tidak baik
dan melakukan pelanggaran aturan akan mengurungkan niatnya.[60] Ibnu
Rajab berkata ketika seorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dan
kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat maka tanda baik Islamnya[61]. Akuntan muslim perlu mengajak
pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar karena hal itu termasuk perkara
yang bermanfaat. Golongan umat yang beruntung
senantiasa menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar[62].
Akuntan muslim yang
profesional senantiasa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat dalam aktivitas
profesionalnya maupun aktivitas sehari-hari sebagai bentuk karakter dirinya. Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda tanda kebaikan
keIslaman seseorang meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya[63], hadits ini
merupakan salah satu dasar pokok bidang akhlak dalam agama Islam. adab kebaikan
terhimpun dan bersumber dari empat hadist yaitu barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam, pertanda
kebaikan Islam seseorang jika meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya, janganlah engkau marah, mukmin mencintai kebaikan untuk
saudaranya sebagaimana mencintai kebaikan bagi dirinya sendiri[64]. Kalimat
pertanda kebaikan seseorang irabnya adalah khabar yang didahulukan, sedangkan
kata meninggalkan adalah mubtada yang diakhirkan[65]. Huruf min dalam
hadits ini jenisnya tab’idhiyyah atau sebagian maka
makna hadits ini adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat merupakan
sebagian dari hal yang bisa mendatangkan baiknya keislaman seseorang[66].
Kebaikan Islam
akuntan profesional dicapai dengan mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan
yang merupakan tingkatan golongan pertengahan sebagaimana disitir dalam
Alqur’an. Alquran diwariskan pada orang
yang dipilih di antara hamba yaitu ada yang menganiaya diri mereka sendiri, ada
yang pertengahan dan ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah[67]. Penegakan etika
bagi akuntan diperlukan agar
mampu menghilangkan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap akuntan publik.[68] Akuntan profesional yang baik keislamannya adalah golongan
pertengahan yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjalankan
amalan sunnah serta meninggalkan semua
hal-hal yang diharamkan. Akuntan Islam harus memiliki tanggung jawab secara etika
dalam aktivitas profesionalnya.[69]
Pertanda kebaikan Islam seseorang
akuntan profesional jika telah mencapai tingkatan ihsan sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits yang menyebutkan bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,
Seandainya tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwasanya Dia itu melihat
manusia[70]. Kebaikan
keislaman bertingkat masing-masing orang akan berbeda-beda tingkatannya.
Besarnya pahala dan keutamaan seseorang tergantung tingkatan kebaikan keislaman
dia sebagaimana dalam hadist jika Islam seorang baik maka tiap
amal kebaikannya akan dicatat pahalanya sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus
kali lipat[71].
Hilangnya kepercayaan
publik atas jasa
profesi akuntan publik merupakan dampak
yang paling fatal
atas pelanggaran etika
profesi akuntan public maka sepantasnya akuntan menghindari perilaku menyimpang dan tidak
bermanfaat.[72] Ulama ahli penelitian mengatakan bahwa kebaikan keislaman
itu bertingkat-tingkat, tidak hanya satu level saja. Agama Islam telah menjelaskan
segala macam bentuk amal kebaikan. Kebaikan ajaran Islam terhimpun dalam dua
kata yang disebutkan dalam Al-qur’an yaitu sesungguhnya Allah menyuruh berlaku
adil dan berbuat kebajikan[73]. Segala sesuatu yang tidak bermanfaat
bagi pemerhatinya dan tidak ada maslahat baginya barus ditinggalkan[74].
Sesuatu yang tidak bermanfaat bagi
seorang muslim bisa berbentuk perkataan maupun perbuatan. Tiap perkataan dan
perbuatan yang tidak ada manfaatnya untuk kepentingan ukhrawi muslim ataupun duniawinya
seharusnya meninggalkannya agar keislamannya menjadi baik[75]. Cara mengetahui
sesuatu bermanfaat atau tidak sesuai standar dan patokan yaitu syariat dan
bukan hawa nafsu. Akuntan perlu menjadikan hadist meninggalkan suatu hal yang tidak bermanfaat sebagai
tanda dari kebaikan keislaman seseorang. Patokan yang harus kita gunakan
dalam menilai bermanfaat tidaknya suatu perbuatan adalah syariat Islam. Hal ini
perlu ditekankan karena banyak orang yang salah paham dalam memahami hadits
ini, sehingga dia meninggalkan hal-hal yang diwajibkan syariat atau disunahkan,
dengan alasan bahwa hal-hal itu tidak bermanfaat baginya.[76]
Akuntan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat yaitu maksiat yang diharamkan dalam syariat. Akuntan profesional wajib
hukumnya meninggalkan maksiat sebagaimana hukumnya wajib ditinggalkan oleh setiap manusia[77]. Maksiat tidak
bermanfaat juga membahayakan diri sendiri di dunia maupun di akhirat. Bahaya yang ditimbulkan maksiat di dunia yaitu mengerasnya hati dan menghitam hingga cahaya
yang ada di dalamnya padam akibatnya menjadi buta tidak bisa membedakan
yang benar dan yang batil[78]. Akibat buruk yang
dijelaskan dalam hadist jika hamba berbuat dosa maka akan
ditorehkan sebuah noktah hitam dalam hati[79], namum
jika meninggalkan dosa dan beristigfar niscaya hati akan dibersihkan dari
noktah hitam itu, sebaliknya jika terus berbuat dosa maka noktah hitam akan
terus bertambah hingga menutup hati[80]. Akuntan yang gemar
berbuat maksiat akan diancam oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam neraka.
Akuntan profesional
meninggalkan hal yang dimakruhkan dalam agama dan berlebih-lebihan dalam mengerjakan
hal yang diperbolehkan agama Islam yang sama sekali tidak mengandung manfaat
namun justru menghalangi dari berbuat amal kebajikan[81]. Akuntan
menjaga perkataan dan perbuatan dari maksiat. Imam an-Nawawi menasihatkan bahwa
hendaknya tiap muslim berusaha untuk selalu menjaga lisan dari segala macam
bentuk ucapan maksiat. Akuntan hendaknya memberikan ucapan hanya yang
mengandung maslahat. Akuntan ketika
bertemu dengan kondisi bahwa kemaslahatan untuk mengucapkan dan untuk
meninggalkannya adalah sebanding maka yang disunnahkan adalah meninggalkan
ucapan tersebut karena perkataan yang diperbolehkan terkadang membawa kepada
perkataan yang diharamkan atau yang dimakruhkan. Padahal keselamatan dari
hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan adalah sebuah mutiara yang tidak
ternilai harganya.[82] Standar
pelaporan keuangan perlu menerapkan prinsip Maqasidul Syariah yang akan bermanfaat
bagi penyusunan kerangka pelaporan keuangan. Penggunaan prinsip Maqasidul Syariah
akan mengarahkan pada pemahaman yang lebih lengkap tentang bagaimana nilai
syariah dapat diintegrasikan ke dalam tuntutan pelaporan keuangan sebagai
akuntabilitas dan menjaga kepercayaan publik.[83]
Parameter kunci untuk sistem etika Islam yaitu perilaku etis
didasari pada niat karena Allah semata, niat yang baik diikuti dengan perbuatan
yang baik dan Islam memberikan kebebasan individu untuk berbuat segala sesuatu
selama tidak mengorbakan nilai tanggungjawab sebagai seorang muslim.[84] Harus terdapat kepercayaan
bahwa Allah memberikan
kepada individu pembebasan. Pengalaman
membuktikan bahwa perkataan baik yang telah dipertimbangkan secara bijak atau
mencukupkan diri dengan diam akan mendatangkan kewibawaan dan kedudukan dalam kepribadian
muslim. Banyak bicara tanpa dipikir panjang dan gemar ikut campur perkara yang
tidak bermanfaat akan menodai kepribadian muslim, mengurangi kewibawaan dan
menjatuhkan kedudukannya di mata orang lain. Imam Ibnu Hibban berpetuah orang
yang berakal akan lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada
mulutnya.
Akuntan muslim perlu menyadari bahwa
telah diberi telinga dua buah sedangkan mulut hanya satu agar lebih banyak
mendengar daripada berbicara. Seorang yang berbicara maka perkataan akan
menguasai dirinya, namun jika tidak berbicara maka akan mampu mengontrol perkataannya[85]. Akuntan
tidak akan meremehkan
perkataan yang terlepas dari lisannya namun senantiasa mempedulikan dampak baik buruk perkataannya. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memperingatkan seringkali hamba mengucapkan perkataan
yang tidak dipikirkan
dampaknya padahal ternyata perkataan akan menjerumuskannya kedalam neraka yang dalamnya lebih
jauh dari jarak timur dengan barat[86]. Tiap muslim sebelum menyibukkan
diri dengan kekurangan orang lain hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh membenahi
diri dengan berupaya merealisasikan keselamatan dan menjauhkan segala yang
membinasakan dirinya. Alqur’an menyebutkan bahwa sesungguhnya manusia benar-benar
berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal
shalih, nasihat-menasihati untuk menetapi kebenaran, serta nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran[87]. Legitimasi profesi auditing bergantung pada trust sebagai
aset terpenting yang secara langsung berasal dari kapasitas profesi merespon
tanggung jawab. Independensi akuntan merupakan komponen penting dalam kepercayaan
pengguna pelaporan keuangan karena jika diabaikan berpengaruh pada kredibilitas
dan martabat profesi audit. Etika akuntansi Islam diperlukan untuk menciptakan perubahan
mendasar perilaku profesional dalam perbaikan etika audit.[88]
Islam
memberikan prinsip dasar etika dalam
semua aspek kehidupan termasuk bagi bisnis dan
profesi dengan berlandaskan pada
keteladanan Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wassalam.[89] Karakteristik
golongan orang yang selamat dari kerugian yaitu merealisasikan keimanan dan
amal shalih dalam diri mereka sendiri sebelum mendakwahi orang lain untuk
berpegang kepada kebenaran dan bersabar. Celaan kepada Bani Israil karena
meminta orang lain berbuat kebaikan tetapi melupakan kewajiban diri sendiri
sebagaimana dalam Alqur’an bahwa mengapa kalian suruh orang
lain mengerjakan kebaikan sedang kalian melupakan dirim kalian sendiri padahal kalian
membaca Al-Kitab Taurat, maka tidakkah kalian berpikir[90].
Akuntan hendaknya senantiasa berusaha membenahi diri dan beristiqamah dalam
kebaikan dan mendakwahi umat. Akuntan yang berhasil
mencapai penerapan syariat Islam secara kafah maka ia termasuk
hamba Allah yang tinggi kedudukannya kelak di hari akhir[91]. Allah ta’ala berfirman siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri[92]. Amar ma’ruf dan nahi
munkar merupakan perkara yang amat penting bagi muslim[93]. Kredibilitas moral
akuntan telah babak belur lebih dari satu dekade karena serangkaian skandal
akuntan maka Akuntan perlu dibekali kompetensi moral sehingga mampu bekerja ke
tingkat yang lebih baik. keefektifan kebijakan untuk mengatasi masalah mendesak
dalam profesi akuntansi.[94]
Alqur’an menyampaikan bahwa
hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar[95]. Tiap yang diperintahkan
Allah adalah penting dan bermanfaat bagi manusia. Pengabaian nasihat bagi umat tidak diragukan lagi bertentangan dengan syariat Islam yang memerintahkan untuk membudayakan nasihat[96]. Nasihat yang sering diabaikan yaitu menerangkan kesalahan mereka yang
melakukan ibadah tanpa dalil agar pada umat dengan tujuan agar umat tidak
terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan. Ulama bersepakat tentang
disyariatkannya memberikan nasihat kepada mereka yang membuat ibadah tanpa
dalil bagi umat lebih besar dari segala bentuk marabahaya[97]. Nasihat kepada
kesesatan bukanlah termasuk menggunjing yang diharamkan[98].
Perilaku etis merupakan tindakan baik
dan benar sesuai
dengan norma sosial yang
dapat diterima masyarakat
umum dan perilaku ini dapat
menentukan kualitas individu yang
dapat menjadi prinsip dalam bingkai perilaku.[99] Tidak dibenarkan menghindari kerusakan kecil dengan melakukan
kerusakan yang lebih besar juga tidak dibenarkan mencegah kerugian yang ringan
dengan melakukan kerugian yang lebih berat. Syariat Islam bertujuan
merealisasikan maslahat dan menyempurnakannya juga melenyapkan kerusakan serta
jika tidak mungkin untuk memadukan antara dua kebaikan maka syariat Islam mengajarkan
untuk memilih yang terbaik, begitu pula dengan dua kerusakan, jika tidak dapat
dihindarkan kedua-duanya, maka kerusakan terbesarlah yang harus dihindarkan[100]. Antropologi
Akuntansi Islam menjadi kontributor modernitas menggeser paradigma akuntansi konvensional.
Akuntansi Islam merealisasikan norma Islam melalui kajian sinkronis menyusun
konsep transformasi akuntansi dengan mengganti konsep akuntansi self-interest
menjadi konsep akuntansi untuk mensejahterakan umat menghasilkan akuntansi yang
melekat pada nilai-nilai Islam.[101]
Fenomena kekurangpahaman terhadap
as-sunnah menyebabkan berbagai kesalahan bersikap[102]. Akuntan berkewajiban
menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat tidak menyia-nyiakan hal penting
berkenaan dengan perkara agama maupun dunia. Muslim berusaha keras semampunya untuk
menggapai ridha Allah dan meraih tujuan yang digariskan-Nya sambil memohon
pertolongan dari-Nya serta meminta taufik dan kebenaran[103]. Hadist
menyebutkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih dicintai Allah daripada
mukmin
yang lemah dan masing-masing memiliki kebaikan serta bersungguh-sungguh mengerjakan
hal yang bermanfaat dan memohon
pertolongan dari Allah serta
tidak bersikap lemah[104]. Campur tangan dalam perkara-perkara
yang tidak bermanfaat akan mengakibatkan timbulnya perpecahan[105]. Kecanggihan
kodifikasi kode etik menjadikan peraturan menyangkut kejujuran, keyakinan,
keahlian, kepatuhan, nilai moral, mekanisme penghargaan dan hukuman,
transparansi, tata kelola dan pengungkapan informasi, metode audit, akuntansi,
inspeksi, dan pelestarian pencapaian yang menjadi perhatian.[106]
Kesimpulan
Implementasi konsep kode
etik integritas akuntan dalam perspektif Islam yaitu akuntan muslim profesional
harus terus meningkatkan kualitas kinerja profesionalnya dan menjaga kejujuran dalam
tiap aktivitas sehingga mutu pekerjaan senantiasa terjaga, dapat dipercaya dan diandalkan
oleh publik. Akuntan muslim profesional harus jujur
dalam semua kegiatan profesionalnya sebagaimana diperintahkan syariat Islam
dalam berbagai dalil dari Al-qur’an dan Hadist. Akuntan profesional berusaha
senantiasa memiliki
kewibawaan dalam kegiatan profesionalnya sehingga kepercayaan publik tetap
terjaga. Akuntan profesional muslim senantiasa memegang keutuhan prinsip moral dan etika sesuai yang diajarkan Alqur’an Assunnah.
Akuntan muslim profesional senantiasa
berpegang teguh terhadap syariat Islam dalam semua aktivitas profesionalnya.
Akuntan profesional berusaha untuk tidak pernah
menyimpang dari aturan syariat Islam dalam kegiatannya. Akuntan muslim
senantiasa menjalankan berbagai aturan yang tidak menyimpang dari aturan Allah
subhanahu wata’ala. Akuntan profesional senantiasa menebarkan kemanfaatan dalam
tiap aktivitasnya. Akuntan profesional bersifat apa adanya dalam aktivitas
profesionalnya sehingga tidak melakukan manipulasi dalam penyusunan laporan
keuangan.
Akuntan profesional senantiasa bersahaja
dan sederhana dalam kehidupannya tidak bermewahan sehingga tidak mudah tergoda
dengan godaan fulus untuk melakukan kecurangan yang mengakibatkan tidak melawan
hukum yang bisa berakibat pidana dan kerugian di akhirat. Akuntan profesional tidak
berbelit-belit dalam berkata perkataan dan perbuatan. Akuntan profesional
bersifat pertengahan sehingga tidak berlebihan dan tidak berkurang-kurangan
dalam berbuat maupun berkata. Akuntan profesional bersifat objektif dalam
aktivitas profesionalnya. Akuntan profesional
senanatiasa berasas kehematan dalam bersikap. Akuntan profesional bersifat efisien
dan efektif dalam tindakan profesionalnya.
Daftar Pustaka
Ragab Rizk, R. (2008), "Back to basics:
an Islamic perspective on business and work ethics",
Social Responsibility Journal, Vol. 4 No. 1/2,
pp. 246-254.
https://doi.org/10.1108/17471110810856992
[1]
Velayutham, S. (2014), "“Conventional” accounting vs “Islamic” accounting:
the debate
revisited",
Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2, pp. 126-
141.
https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026
Abdul-Baki, Z.,
Bukola Uthman, A., Aliu Olanrewaju, A. and Aramide Ibrahim, S. (2013),
"Islamic
perspective of management accounting decision making techniques", Journal
of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 4 No. 2, pp. 203-219. https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0031
Husein, U.M. Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and
Business Research. Vol. 9 No. 2, pp. 138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-
0008
Zubairu, U.,
Ismail, S. and Fatima, A.H. (2019), "The quest for morally competent
future
Muslim
accountants", Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No.
2,
pp. 297-314. https://doi.org/10.1108/JIABR-11-2016-0138
Bidabad, B.,
& Sherafati, M. (2016). Operational Ethical Banking in Rastin
Banking:(Professional
Ethics, Auditing, Inspection, Control, Monitoring and
Preservation).
International Journal of Law and Management, 58(4), 416-443.
Mukhlisin, M. (2020), "Level
of Maqāsid ul-Shari’āh’s in financial reporting standards for
Islamic financial
institutions", Journal of Islamic Accounting and Business Research,
Vol. 12 No. 1, pp. 60-77. https://doi.org/10.1108/JIABR-03-2020-0090
Mulawarman, A.D. dan Kamayanti, A.
(2018), Towards Islamic Accounting Anthropology:
How secular anthropology reshaped
accounting in Indonesia, Journal of Islamic
Accounting and Business Research,
Vol. 9 No. 4.
Neu, D., Friesen, C. and Everett, J. The changing internal market for ethical
discourses in the
Canadian CA profession.
2003. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,
Vol. 16
No.
1, pp. 70-103
Risqifani dan Suwarno. Persepsi Persepsi
Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika
Profesi
Akuntan Publik Perspektif Islam. 2018. Journal of Islamic Accounting and Tax
Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants
perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205
Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred
context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash
awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
Vol. 2 No. 2
Velayutham,
S. Conventional Accounting vs Islamic Accounting: The Debate
Revisited. 2014. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
https://doi.org/10.1108/JIABR-05-2012-0026
Collins
SO, etc. Ethical
decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting
Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri
Keuangan (KMK) No.312/KM.1/2019; 27
Juni 2019
Mohammed,
N.F. The need for
Islamic accounting standards: the Malaysian Islamic financial institutions
experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No.
1, pp. 115-133.
Salihin,
A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the true and
fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
pp. 142-157
Ahmed,
H., etc. Diverse
accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions:
Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 32 No. 3
Ben
Abd El Afou, R. Knowledge of
Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3,
pp. 304-325.
Aribi,
Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability
in Islamic financial institution: The role of the Shari’ah supervisory board
reports. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1
Sayyadi
Tooranloo, H, etc. An analysis of causal relationships of ethical values in
auditing from Islam’s perspective: Using fuzzy DEMATEL approach. 2018.
International Journal of Ethics and Systems, Vol. 34 No. 3
Badan Pemeriksa Keuangan. 2019. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester (IHPS)
Ikatan Akuntan Indonesia, Penetapan IAI sebagai Asosiasi Profesi Akuntan
Etika Profesi Akuntansi dalam Perspektif
Islam. Al-Masharif. Vol 3 No 2 Th 2015
Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Profesional, 2016. Jakarta, Indonesia
Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa BP-RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2016
Al-Hakim, Sunan Al-Hakim
(No.2142)
Ath-Thiibi, Syarhu Sunani Ibni Majah (Hal. 155)
As-Syauqani, Kitab Faidhul Qadiir (3/278)
Al-Bukhari, Shahihul Jami
(no. 1973)
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an
Al-Adhim, Surat An-Nisaa (69)
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wajiz, Suriah
Muslim, Shahih Muslim (no. 2607).
At-Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidi (no. 2518) dan Ahmad, Musnad 1/200
Ibnu
Majah, Sunan Ibnu Majah (no. 2146)
Muslim, Shahih Muslim (no. 1532)
Ibnu Katsir, Al Qur’an Al ‘Azhim, Attaubah 119, Muassasah Al Qurthubah
(7/313)
Al-Bukhari,
Shahihul Jami (no. 2682)
Muslim, Shahih Muslim (no. 106)
Al-Qur’an, Surat an-Nisa (ayat 69)
Tirmidzi, Jami Sunan Attirmidzi,
(no. 2317)
Ibnu Rajab Al-Hambali, Kitab Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288
Al-Bukhari, Kitab
Shahihul Jami Shahih Al-Bukhari, no. 10
Ibnu Rajab
Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289
Ibnu
Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290
Al-Qur’an, Surat Qaaf: 16-18
Ibnu
Katsir, Kitab Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 13: 187
Ahmad, Musnad Ahmad 1: 201
Al-Baihaqi,
Syu’abul Iman, 5: 48
Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291
Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295
Nawawi, Al Arba’in An Nawawiyah
Attarmidzi, Sunan at-Tirmidzi
no. 2318
Ibnu
Rajab Alhambali, Jami’
al-Ulum wa Al-Hikam, hal 208
Ibnu Shalih Al-Utsaimin, Syarah al-Arba’in
an-Nawawiyah, hal 181
Ibnu
Rajab Alhambali, Jami’
al-‘Ulum, hal 208
Al-Qur’an, Surat Fathir: 32
Muslim, Shahih Muslim no: 93
Al-Bukhari, Shahihul Jami no: 42
Ibnu
Shahih Al-Utsaimin, Syarah
al-Arba’in an-Nawawiyah, hal 158
Shalih Alu Syaikh, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal: 78
An-Nawawi, Syarh al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyah, hal: 40
Salim al-Hilaly, Bahjah an- Nadzirin Syarh Riyadh ash-Shalihin I/142
Assady,
Bahjah al-Qulub
al-Abrar, hal: 137
Yusri As-Sayyid M, Badai’ at-Tafsir al-Jami’ li Tafsiri al-Qayyim,V/153-155
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah
Al-Qur’an, Surat Al-Muthaffifin: 14
Assady,
Bahjah Al-Qulub Al-Abrar, hal: 137
An-Nawawi, Riyadh Ash-Shalihin
Abdul Muhsin al-‘Abbad, Rifqan Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah, hal 31
Muslim, Shahih Muslim no: 7407
Al-Qur’an, Surat Al-Ashr: 1-3
Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah: 44
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li asy-Syabab
Al-Qur’an, Surat Fushilat: 33
Syarh al-Arba’in, Syaikh al-Utsaimin, hal: 182
Al-Qur’an, Surat Ali Imran: 104
Qawa’id wa
Fawa’id, hal: 123-124
Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly, Aal-Mahajjah
al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa
Zaighi ahl al-Ahwa, hal: 55-74
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Mauqif
Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa’ wa al-Bida’, I/496-509
Al-Masail al-Mardiniyah, hal: 63-64
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, Nashihah li
asy-Syabab, hal: 6-8
Bandar al-‘Abdaly, Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid alArba’in AnNawawiyah, hal: 55
Muslim,
Shahih Muslim, no: 6716
Qawaid wa Fawaid, hal: 124
J.Elder, R. (2013). Jasa Audit dan Assurance.
Jakarta: Salemba Empat
Koerniawan, K. A. (2013). Etika Profesi
dalam Problematika di Era Kompetitif menurut Sisi Pandang Akuntan Publik. Modernisasi Vol.9, No.1
Tanyid, M. (2014). Etika dalam Pendidikan: Kajian Etis
Tentang Krisis Moral Berdampak pada Pendidikan. Jaffray, Vol.12, No. 2
Arifiyani,
H. A. (2012). Pengaruh
Pengendalian Intern, Kepatuhan
dan Kompensasi Manajemen Terhadap
Perilaku Etis Karyawan. Jurnal Nominal.
Sirajudin. Interpretasi
Pancasila dan Islam
Untuk Etika Profesi
Akuntan Indonesia. 2013. Jurnal Akuntansi Multiparadigma.
Narjono, A. I.
(2013). Etika Islam
dan Motivasi Kerja
(Islam Ethics And
Employee Motivation). JIBEKA Vol. 7, No. 2.
Pravitasari,
D. (2015). Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan Islam di Indonesia. An-Nisbah, Vol.1, No.02 .
Kusumaningtyas,
D. (2016). Religiusitas Pada
Motivasi dan Etika
Profesi Akuntan Dalam Perspektif Islam. Cendikia
Akuntansi, Vol. 4, No.3
Pulungan, S. (2014). Etos Kerja dan Etika
Profesi dalam Pandangan Islam. Wahana Inovasi, Vol.3, No. 2.
Hasan, M. A. (2009). Etika dan Profesional
Akuntan Publik. Pekbis Jurnal Vol.1, No. 3.
[2]
Ragab Rizk, R. (2008), "Back to Basics: an Islamic Perspective on Business and Work Ethics",
Social Responsibility Journal, Vol. 4 No. 1/2, pp. 246-254.
[4] A.
Hajar Nur Fachmi. Etika Profesi Akuntan dan Permasalahan Audit
Studi Kasus Skandal Tesco dan KAP PwC. Prosiding Seminar
Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis: SNAPER-EBIS 2017, ISBN : 978-602-5617-01-0
[5] Velayutham,
S. (2014), “Conventional accounting vs Islamic Accounting: the debate
revisited", Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5
No. 2, pp. 126-141.
[6] Otoritas jasa Keuangan. Sanksi Administratif dan atau perintah tertulis
terhadap PT Hanson Internasional Tbk. Peng-3/PM1/2019
[7]
Ben
Abd El Afou, R. Knowledge of
Islamic accounting among professionals: evidence from the Tunisian context. 2017. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 8 No. 3,
pp. 304-325.
[9] Badan Pemeriksa Keuangan. Ikhtisar hasil Pemeriksaan Semester dan
laporan hasil Pemeriksaan. Semester I Tahun 2020
[10] Badan Pemeriksa Keuangan. Ikhtisar hasil
Pemeriksaan Semester dan laporan hasil Pemeriksaan. Semester II Tahun 2019
[11] Neu, D., Friesen, C. and Everett, J. The changing internal market for ethical
discourses in the Canadian CA profession.
2003. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,
Vol. 16 No. 1, pp. 70-103
[12] Risqifani dan Suwarno. Persepsi Persepsi
Akuntan dan Ulama’ terhadap Problematika Etika Profesi Akuntan Publik
Perspektif Islam. 2018. Journal
of Islamic Accounting and Tax
[13]
Al-Hasan
Al-Aidaros, Kamil Md. Idris and Faridahwati
Mohd. Shamsudin. The Accountants’ Ethical Code of Conduct
from An Islamic Perspective: Case in Yemen. 2011. Journal of Global
Management. Vo.2. No.1.
[14]
Zulaika
Matondang. Etika Profesi Akuntansi dalam Perspektif
Islam. 2015. Al-Masharif Vol. 3 No. 2. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Padangsidimpuan
[15] Dyah Pravitasari. Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan Islam di Indonesia. 2015. An-Nisbah Vol. 01 No. 02, IAIN
Tulungagung
[16] Ahmed,
H., etc. Diverse
accounting standards on disclosures of Islamic financial transactions:
Prospects and challenges of narrowing gaps. 2019. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, Vol. 32 No. 3.
[17]
Kementerian Keuangan. Keputusan
Menteri Keuangan No. 263/ KMK.01/2014 tentang Penetapan
Ikatan Akuntan Indonesia sebagai Organisasi Profesi Akuntan.
[18]
International Ethics Standards Board for Accountants of The International
Federation of Accountants. 2016. Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants. IESBA-IFAC.
[19] Collins
SO, etc. Ethical
decision-making among professional accountants in Nigeria. 2020. Journal of Financial Reporting and Accounting.
[20] Mohammed, N.F. The need for Islamic accounting
standards: the Malaysian Islamic financial institutions experience. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No.
1, pp. 115-133.
[22] Sayyadi Tooranloo, H, etc. An analysis of causal relationships of
ethical values in auditing from Islam’s perspective: Using fuzzy DEMATEL
approach. 2018. International Journal of Ethics and Systems, Vol. 34 No. 3
[24] Aribi,
Z.A., Arun, T. and Gao, S. Accountability
in Islamic financial institution: The role of the Shari’ah supervisory board
reports. 2019. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 10 No. 1
[27]
Abdul-Baki, Z., Bukola Uthman, A., Aliu Olanrewaju, A. and Aramide Ibrahim, S.
(2013), "Islamic perspective of management accounting decision making
techniques", Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 4
No. 2, pp. 203-219.
[29]
Kamla, R., Gallhofer, S. and Haslam, J. Understanding Syrian accountants
perceptions of, and attitudes towards, social accounting. 2012. Accounting,
Auditing & Accountability Journal,Vol. 25 No. 7, pp. 1170-1205
[35] Suhaimi Nahar. 2011. Accountability in the sacred
context: The case of management, accounting and reporting of a Malaysian cash
awqaf institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
Vol. 2 No. 2
[36]
Pravitasari,
D. Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan Islam di
Indonesia. 2015. An-Nisbah, Vol.1, No.02 .
[38]
Salihin, A., Fatima, A.H. and Anam Ousama, A. An Islamic perspective on the
true and fair view override principle. 2014. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 5 No. 2,
pp. 142-157
[41]Koerniawan, K. A. (2013). Etika Profesi
dalam Problematika di Era Kompetitif menurut Sisi Pandang Akuntan Publik. Modernisasi Vol.9, No.1
[45]Tanyid, M. (2014). Etika dalam Pendidikan: Kajian Etis
Tentang Krisis Moral Berdampak
pada Pendidikan. Jaffray, Vol.12, No. 2
[53] Kusumaningtyas, D. Religiusitas Pada
Motivasi dan Etika
Profesi Akuntan Dalam Perspektif Islam. 2016. Cendikia
Akuntansi, Vol. 4, No.3
[60]
Pulungan, S. Etos Kerja dan Etika Profesi dalam Pandangan
Islam. 2014. Wahana Inovasi, Vol.3, No. 2.
[69]
Husein, U.M. Islam, Communication and Accounting. 2018. Journal of Islamic Accounting and Business
Research. Vol. 9 No. 2, pp.
138-154. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2016-0008
[72] Risqifani dan Suwarno. Persepsi
Akuntan dan Ulama terhadap
Problematika Etika Profesi Akuntan
Publik Perspektif Islam. 2018. Journal of Islamic Accounting and Tax (JIAT 1).
[83] Mukhlisin, M.
(2020), "Level of Maqāsid ul-Shari’āh’s in financial reporting
standards for Islamic financial institutions", Journal of Islamic
Accounting and Business Research, Vol. 12 No. 1, pp. 60-77.
https://doi.org/10.1108/JIABR-03-2020-0090
[84] Narjono, A. I. Etika Islam
dan Motivasi Kerja
(Islam Ethics And
Employee Motivation). 2013. JIBEKA Vol. 7, No. 2.
[88]
Sayyadi Tooranloo, H. and Azizi, P. (2018), "An analysis of causal
relationships of ethical values in auditing from Islam’s perspective: Using
fuzzy DEMATEL approach", International Journal of Ethics and Systems,
Vol. 34 No. 3, pp. 393-422. https://doi.org/10.1108/IJOES-02-2018-0035
[89] Sirajudin. Interpretasi
Pancasila dan Islam
Untuk Etika Profesi
Akuntan Indonesia. 2013. Jurnal Akuntansi Multiparadigma.
[94]
Zubairu, U., Ismail, S. and Fatima, A.H. (2019), "The quest for morally
competent future Muslim accountants", Journal of Islamic Accounting and
Business Research, Vol. 10 No. 2, pp. 297-314.
https://doi.org/10.1108/JIABR-11-2016-0138
[97] Rabi’
bin Hadi al-Madkhaly, Aal-Mahajjah al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah
al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa Zaighi ahl al-Ahwa, hal:
55-74
[98]Ibrahim bin
‘Amir ar-Ruhaily, Mauqif Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl
al-Ahwa’ wa al-Bida’, I/496-509
[99]
Arifiyani,
H. A. Pengaruh
Pengendalian Intern, Kepatuhan
dan Kompensasi Manajemen Terhadap
Perilaku Etis Karyawan. 2012 . Jurnal Nominal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar